Selasa, 04 Oktober 2011

Masih Ada


Hapeku rusak. Kejadiannya sekitar empat hari yang lalu. Ketika itu aku menyimpan hapeku di atas lemari. Entah seperti apa kejadian pastinya, tahu-tahu, hape malangku itu sudah tergeletak di lantai dengan layarnya yang sedikit retak. LCDnya rusak. Sebenarnya, hapenya masih bisa menyala, tapi layarnya tidak tampak selain warna putih berkedip-kedip, layaknya mata seorang playboy cap ikan teri yang sedang menggodai wanita jadi-jadian di pinggir jalan. Genit.

Awalnya aku kebingungan atas peristiwa ini. Tapi, setelah direnungkan lebih dalam lagi, sebenarnya buat apa aku memusingkan hal sepele semacam ini. Toh, orang-orang zaman dulu tetap bisa hidup meskipun tanpa alat komunikasi genggam itu. Life must go on, boy. Semuanya aku serahkan kepada Sang Maha Pengatur. Pasti akan ada hikmah dibalik rusaknya hapeku ini. Dan, ketika segalanya telah benar-benar dipasrahkan padaNya, pertolongan itupun datang. Dia mengulurkan tanganNya pada diriku. Sore hari, saat aku bersilaturahim dan berbincang dengan teman santri PPM di kamarnya. Santri ini tidak lain adalah Aditia Sam Kamarulloh, teman satu kamarku ketika dulu masih menghuni ghurfah tiga belas. Ghurfah yang selalu menggondol trofi Darussalam cup (lomba futsal antar kamar, se-asrama Darussalaam).

“ Oya, kartu kamu masukin aja ke hape saya yang dua sim Ko. Kebetulan yang satunya masih kosong, gak saya isi,” tawar Adit di sela-sela obrolan kami. Tanpa banyak pikir lagi, aku serahkan kartu hapeku pada Adit. Adit menerima kartuku, kemudia langsung memasukan pada hapenya. Meskipun aku sering telat membaca pesan masuk karena jarang-jarang bertemu Adit, sebab kami memiliki kegiatan masing-masing, namun ini tetap bisa mengatasi sedikit kesulitanku.

Ada beberapa cara untuk aku bisa membaca pesan masuk pada kartu sim-ku. Pertama, jika aku dan Adit sedang sama-sama berada di asrama, suara Adit setengah teriak memanggil namaku.

“ Ko, ada SMS masuk,” ujar Adit sambil berjalan menuju kamarku.

Kedua, saat aku sedang santai atau sedang mengerjakan sesuatu di asrama, tiba-tiba deruman suara motor Adit terdengar dari luar. Adit masuk asrama dengan masih menyalakan mesin motornya. Beberapa detik setelah suara motor itu hilang, sesosok pria muncul di pintu kamarku. Pria itu mengenakan jaket hitam tebal, celana jeans, sepatu kets, dan sebuah tas gendong menempel di punggungnya.

“ Ko, ada SMS masuk nih, ma’af yah, saya telat ngasih tahu, soalnya saya tadi lagi ada di luar,” ucap Adit sambil menyodorkan hapenya padaku. Setelah hape berada di genggamanku, Adit keluar begitu saja. Dia berjalan menuju kamarnya. Sedangkan hapenya dibiarkan tetap padaku. Mungkin, Adit mempersilahkan diriku untuk menyelesaikan urusanku terkait pesan-pesan yang masuk.

Dan yang ketiga, caranya adalah dengan memberdayakan pihak ketiga. Untuk memilih pihak ketiga ini, kriteria yang harus ada adalah, dia harus sering stay di asrama. Dan, orang yang terpilih itu adalah temanku juga saat tidur di ghurfah tiga belas. Adalah Arahmat Jatnika, alias Mamat.

Jika Adit sedang berada di luar, dan dia merasa pulang kandangnya akan sedikit lama. Adit akan mengirimkan terlebih dahulu SMS yang masuk di kartuku pada nomer Mamat. Jadi, aku bisa baca pesan masuk pada sim-ku dari sim-nya Mamat. Seperti itu.
***

Sore hari, sekitar jam lima. Ketika sinar Mentari mulai berubah menjadi jingga. Ketika burung walet banyak yang berseliweran di atas asrama Darussalaam. Dan ketika beberapa santri PPM pulang kandang dengan wajah yang lesu dan tidak keruhan karena padatnya aktivitas di kampus. Ketika itu aku masuk kamar mandi. Aku hendak menuntaskan hak untuk tubuhku, yaitu mandi. Adegan selanjutnya aku sensor, karena aku sedang berada di dalam kamar mandi. Tiiiiiiiiiiiitttttttt.

Sepuluh menit berselang, aku keluar kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk warna hijau muda. Tangan kanan menjinjing alat mandi dan tangan kiri menggenggam kaos, celana dan kolor kotor yang tadi aku gunakan. Aku melangkah menuju kamarku. Sesampainya di kamar, aku menyimpan alat mandi dan pakaian kotor pada tempatnya masing-masing. Pada cermin berukuran empat puluh kali seratus senti yang tertempel di salah-satu sudut kamarku, aku melihat diriku sendiri yang masih hanya terlindungi oleh sehelai haduk. Aku melihat diriku sekali lagi. Meskipun intensitas olah ragaku tidak seperti yang dulu lagi, ketika aku masih menjadi atlet sepak bola, namun, sisa-sisanya masih nampak padaku. Otot-ototku masih ada. Perutku masih terlihat six-pack, walau tidak sekekar dulu. Setelah flash back pada zaman dulu, segera aku mengganti pakaian baru dengan yang masih bersih dan wangi. Tiba-tiba, tidak dijemput juga tidak di undang, Mamat muncul.

“ Kang Niko, ini ada SMS dari Adit, katanya ada pesan masuk untuk Kang Niko,” Mamat memberikan hapenya padaku.

“ Nanti hapenya Akang pegang dulu aja ya, soalnya saya mau ke warung dulu, mau beli makan,” ucap Mamat padaku.

“ Oh iya Mat, sip-sip,” jawabku. Mamat meluncur menuju luar asrama. Aku tutup pintu kamarku, lalu duduk di dekat lemariku. Aku baca SMS untukku.

Ko, ini ada SMS dari nomer 08XXXXXXXXXX
Ini sebuah catatan untukmu dan saya sendiri. Untukmu wahai saudaraku, sudah saatnya engkau malu pada Tuhanmu. Tentang rasa cinta yang tak halal untuk dirasa. Tentang angan yang tak pantas dibayangkan. Karena semua itu adalah sebuah penghianatan padaNya, dan juga pada seseoarang yang kini sedang menjaga hatinya untukmu. Ketahulilah, disana ada insan yang setia menundukan pandangannya, yang menghijab hatinya, yang menunggu dengan mengisi hari-harinya penuh dengan do’a terbaik untukmu. Ia yang tak ingin jauh mengenalmu sebelum halal atasmu. Karena dengan itu ia menjagamu. Maka dengarkanlah saudaraku, tak inginkah kau menghargainya dengan berbuat seperti apa yang ia perbuat untukmu? Menundukan hati dan pandanganmu untuknya, sampai datang waktunya? Wallohu’alam yamuqolibalqulub.


Seketika aku membaca SMS itu, seketika itu juga pikiranku terbang menghampiri seseorang. Seseorang yang kupanggil dengan sebutan bidadari surga. Seseorang yang sering ku obrolkan dengan diriku sendiri. Seseorang yang selalu ingin kujaga dengan ketiada berdayaanku. Seseorang yang jika ingin melihatnya, aku lukiskan dia dengan rangkaian kata dan kalimat, lalu kubaca lukisan itu sampai aku merasa lelah.

Sempat terpikir, apakah ini merupakan teguran dari-Nya untukku? Meskipun sejauh ini aku merasa interaksiku di dunia nyata dapat dikatakan sangat baik, atau sesuai dengan yang telah diajarkan islam. Namun, tidak demikian dengan dunia khayalku. Terkadang, memang, saat aku tak mampu mencuri pandang, dalam dunia khayal aku bisa memandangi lekat-lekat wajahnya. Saat aku tak bisa mengobrol dan berbagi cerita, dalam dunia khayal aku sanggup berbincang dengannya. Saat aku berpapasan dan tak mampu memberikan seutas senyuman, dalam dunia khayal aku tarik lebar-lebar bibirku untuk senyum selebar-lebarnya. Dan saat aku termenung sendiri, dalam dunia khayal aku hadirkan dia disampingku. Jika kupikirkan lagi, sepertinya pesan itu memang benar-benar sebuah teguran untukku dari-Nya, dan Dia gerakan hati seorang temanku ini untuk menuliskan sesuatu dan mengirimkannya padaku. Teguran itu Dia sampaikan lewat jalan SMS ini. Terima kasih Yaa Allah, kasih sayangMu untukku, juga untuk hamba-hambaMu yang lain, melebihi luasnya langit dan bumi.
***

Teruntuk sahabat-sahabatku, dimanapun engkau berada, amat rugi kiranya jika sebuah pesan yang sarat akan hikmah yang dikirim oleh seorang teman ini kita abaikan begitu saja. Mari kita gali kembali pelajaran yang tersembunyi dari untaian kata yang ada.

Sahabat, coba bayangkan, disana, di sudut bumi sana, ada seorang wanita/laki-laki yang diam-diam mengagumi dirimu. Wanita/laki-laki itu memiliki perangai yang baik. Dia sangat mencintai dirimu. Tapi, disisi hatinya yang lain, dia tidak ingin meninggalkan cintanya pada Allah hanya karena cintanya kepadamu. Karenanya, mati-matian dia melawan perasaannya padamu itu untuk tetap bisa dikendalikan. Mati-matian dia menjaga pandangannya, menghijab hatinya, dan menjaga dirinya untuk ridhoNya dan untuk dirimu. Berharap, esok hari, ketika hari itu tiba, dia memang benar-berar pantas disandingkan dengan dirimu.

Sahabat, tidakkah engkau menginginkan kelak disandingkan dengan seseorang yang seperti itu. Seseorang yang cantik jelita/tampan serta hatinya yang putih bersih itu. Jika ia, sudah sepantasnya sekarang kita menundukan hati dan pandangan kita untuk ridhoNya dan untuknya. Jika tidak, jangan pernah berharap untuk mendapatkan seseorang yang sangat istimewa itu, atau seseorang lain yang sama istimewanya dengan dia. Kelak, engkau akan mendapatkan yang sesuai dengan bagaimana keadaan dirimu. Baik dan buruknya, kita yang menentukan. Hendak pilih yang mana?
***

Teruntuk bidadari surgaku, dimanapun engkau berada, ma’afkanlah dengan apa yang telah aku lakukan padamu di dunia khayalku. Mohon kirimi aku sebuah do’a, agar aku bisa istiqomah dalam menjaga jiwa dan tubuh ini. Duhai dirimu disana, mari kita jaga hati kita. Kalaupun nanti takdir tidak mempertemukan kita, insyAllah, Dia akan memberikan seseorang yang telah benar-benar menjaga hatinya untuk kita, untuk diriku dan dirimu. Duhai dirimu disana, namun, tetap, disini, di dalam lubuk hati ini, masih tersimpan sebuah asa. Sebuah asa yang meskipun tidak kubahasakan, aku meyakini, engkau mengetahuinya.