Jumat, 27 Januari 2012

Laki-Laki Panggilan


Pada ruangan seukuran setengah lapangan bulu tangkis ini kami berkumpul. Kami duduk melingkar saling berhadapan. Laki-laki dan perempuan duduk terpisah. Jika diibaratkan sebuah lingkaran, belahan setengah lingkaran pertama adalah para kaum Adam, dan belahan sisanya adalah kaum Hawa. Di depan masing-masing dari kami terdapat sebuah meja kecil dengan tinggi hanya seukuran betis orang dewasa. Jadi kami duduk lesehan begitu saja.

Di atas meja-meja kecil itu masih terdapat tumpukan beberapa piring, bekas tadi kami makan. Juga ada banyak gelas berisikan es teh manis. Es teh manis itu ada yang masih penuh dan ada juga yang sudah kosong karena telah disedot oleh pemiliknya yang rakus karena kehausan sebab rasa pedas dari makanan. Ada juga lembaran kertas menu yang ditumpuk jadi satu.

Malam ini, kami, para pekerja part time, sedang ada rapat koordinasi dengan atasan kami di Super Mini Market, Da’aruut Tauhiid (SMM-DT). Ia, hampir satu bulan sudah diriku menjadi keluarga bahagia SMM-DT ini. Menurut pemaparan sang moderator, yang tidak lain adalah manajer SMM-DT itu sendiri, selain untuk memberitahukan seluk-beluk SMM-DT lebih jauh lagi, pertemuan ini dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan diantara kami semua. Menurutnya juga, di SMM-DT itu tidak ada atasan ataupun bawahan. Disini kita semua sama, yang membedakan hanyalah amanah masing-masing yang berbeda, yang harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Kami manggut-manggut memperhatikan untaian demi untaian kalimat dari manajer kami, yaitu bapak Adam. Disela-sela itu, para supervisor yang juga hadir menyelipkan candaan mereka yang renyah namun tetap sopan. Candaan itu layaknya bumbu penyedap untuk pertemuan ini. Suasana terasa hangat. Hangat sekali. Kami benar-benar seperti keluarga saja.

Namun sebelum itu, kami dipersilahkan untuk memperkenalkan diri kami masing-masing. Mengingat karena di SMM-DT ini ada dua shift kerja, jadi masih ada beberapa orang yang belum saling mengenal sebab belum sempat bertemu dalam satu shift yang sama. Pun dengan diriku. Sejauh ini, untuk para lak-laki aku sudah hafal semua, tapi tidak untuk perempuannya. Hanya sebagian saja yang aku tahu.

Perkenalan dimulai dari kaum laki-laki dan diawali oleh orang yang paling dekat dengan pak Adam. Karena pekerja part time ini didominasi oleh mahasiswa, maka, selain menyebutkan nama dan motivasi masuk SMM-DT. Kami juga diharuskan memberitahukan asal kami dan konsentrasi studi yang diambil. Beberapa orang sudah memperkenalkan diri mereka. Sampai tiba giliran diriku.

Mangga Kang Niko, untuk memperkenalkan diri pada yang lain. Siapa tahu saja ada yang tertarik,” canda pak Adam mempersilahkan diriku. Teman-teman yang lain tertawa renyah karena candaan pak Adam.

Ehem, ehem,” dehem salah-satu supervisor. Saat ia mendehem, kudapati pandangannya melirik pada para perempuan.

Ehem, ehem. Perasaan suhunya tambah panas aja ya?” gumam sang supervisor lagi. Ia seperti sedang bertanya, tapi tidak jelas hendak bertanya pada siapa. Tangannya ia kibas-kibaskan untuk mengipasi wajahnya. Pak Adam hanya bisa tersenyum simpul memandangi rekan kerjanya itu.

Tanpa banyak ambil tempo lagi, dikhawatirkan akan muncul pemikiran-pemikiran aneh lain dari sang penggoda, dalam hal ini adalah sang supervisor, aku langsung angkat bicara.

“ Baik, sebelumnya saya ucapkan terima kasih pada Pak Adam yang telah memberikan kesempatan pada saya. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamu’alaikum waraahmatullahii wabaraakaatuuh,” aku membuka perkenalan. Rekan-rekan membalas salam saya dengan berbarengan. Terdengar ada beberapa suara yang lebih keras dari yang lainnya. Jika aku perhatikan, nampaknya pemilik salah-satu suara itu adalah sang supervisor, alias sang penggoda.

“ Perkenalkan, nama saya Niko, lengkapnya Niko Cahya Pratama. Saya berasal dari Banten, lebih tepatnya dari Serang, lebih tepatnya lagi dari Anyer, lebih tepatnya lagi dari kampung Cipacung, RT dua puluh satu, RW nol tujuh. Rumah saya letaknya tepat di seberang lapangan sepak bola.”

“ Wah, wah, wah, wah. Omong-omong sebelah mana kuburan tuh?” celetuk pak supervisor. Tawa kembali pecah.

“ Wah, kebetulan di seberang rumah saya terdapat pemakaman umum, Pak,” jawab saya apa adanya. Mendengar jawaban ini, senyum pak supervisor berhenti seketika. Nampaknya ia tidak menyangka, pertanyaan isengnya memiliki jawaban. Sambil duduk mematung, mata pak supervisor melirik memandangi orang yang ada di ruangan. Kepalanya tetap diam, hanya bola matanya saja yang melirik kesana-kemari. Sayup-sayup terdengar suara tawa yang tertahan. Pak Adam ikut tersenyum.

Aku melanjutkan perkenalan. “ Saya kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, mengambil jurusan pendidikan Geografi.”

“ Angkatan berapa?” tanya salah-satu rekan kerja perempuan reflek.

“ Saya angkatan dua ribu sembilan, Teh.”

“ Oh....” perempuan itu manggut-manggut.

Seperti biasa, sang penggoda melancarkan lagi serangannya. Aku tidak mau terbawa oleh arusnya . Aku tetap berusaha untuk melaju di arus tenangku. Namun, rekan-rekan yang lain kembali melepas tawa. Tidak terkecuali juga dengan pak Adam.

“ Motivasi saya masuk SMM ada banyak: pertama, ingin menambah tali silaturahim. Dengan bergabungnya saya dengan SMM ini, insyAllah, bertambah lagi orang-orang yang saya kenal. Kedua, memang tidak bisa dipungkiri, motif ekonomi juga ikut mendorong. Saya ingin mencoba membantu orang tua dalam membiayai kuliah saya. Ketiga, saya sangat suka menulis. Suatu hari nanti, saya ingin menulis cerita yang ber-setting-kan mini market. Nah, sambil bekerja di SMM, saya juga sekalian melakukan riset untuk bakal tulisan saya nanti. Yang terakhir, setahu saya, tim sepak bola yang terkuat di DT itu kan, SMM. Ini dibuktikan dengan juara satunya SMM di cabang futsal, pada event PPM championship tahun lalu. Ketika itu SMM mengalahkan tim saya, yaitu tim PPM di final. Dengan masuknya saya ke SMM, secara otomatis kan, saya menjadi bagian dari skuad tim sepak bola SMM juga,” ujarku panjang-lebar. Mendengar penuturan poin yang terakhir, yang tentang futsal, semua orang sorak gembira. Namun masih dalam batas kewajaran. Pak Adam, selaku kapten skuad tim futsal SMM tersenyum lebar padaku. Senyumnya itu seakan-akan berbicara padaku. Selamat bergabung di tim futsal SMM. Itulah makna dari senyum pak Adam.

Ia, memang seperti itulah ceritanya. Pada ajang tahunan PPM Championship. Sebuah perhelatan yang digelar setahun sekali oleh para santri PPM (program pesantren mahasiswa). Sebuah event yang melombakan beberapa cabang olah raga, dan diikuti semua lembaga yang ada di ponpes DT ini. Untuk perhelatan tahun lalu, juara umumnya memang diraih oleh tim PPM sendiri, namun semua itu terasa kurang lengkap, karena pada cabang futsal, PPM dikalahkan oleh tim SMM di partai puncak.

Kontan, mendengar penuturan point terakhir, sang supervisor beraksi. Ia bertingkah layaknya seorang pahlawan. Ia kibas-kibaskan kerah bajunya. Akulah pahlawan tim skuad SMM saat mengalahkan PPM di final. Akulah pemain terbaiknya. Ia, hanya aku. Bukan yang lain dan tiada yang lain. Itulah makna dari tingkahnya itu. Dari kejauhan, aku mendapati kedua lubang hidungnya bertambah besar saja. Rekan-rekan yang lain juga sepertinya sadar akan lubang hidung sang supervisor yang bertambah lebar saja itu. Hal ini terlihat dari tingkah mereka yang menertawakan sang pahlawan kesiangan itu.
***

Ada dua jenis pekerja di SMM. Pertama adalah karyawan, dan yang kedua adalah freelance. Bagi karyawan, mereka kebagian kerja setiap hari. Dalam satu minggunya, mereka hanya memiliki waktu libur satu hari. Ini berbeda dengan freelance. Untuk freelance, setiap orang memiliki jadwal yang berbeda. Ada yang dalam satu minggunya memiliki jadwal masuk empat hari, ada yang tiga hari, dan ada juga yang hanya dua hari saja. Ini bergantung pada waktu kosong yang mereka miliki di sela-sela waktu kulaiahnya. Aku, karena pada semester ini memiliki banyak waktu luang, SMM memberikanku jadwal masuknya empat hari dalam satu minggu. Tiga hari masuk shif pagi dan sisanya masuk siang.

Awal-awal bekerja aku sedikit kaget. Kaget karena sedikit kelabakan dalam mengatur waktu. Bagaimana tidak!? Pernah, aku dihadapkan pada posisi sulit. Kuliah, kerja di SMM dan belajar di PPM dalam satu hari yang sama. Pagi kuliah, siangnya masuk kerja dan malamnya ada materi. Aku kelabakan saat itu. jika ditanya apakah aku lelah? Jawabannya hanya satu kata. Benar. Tapi memang seperti itulah hidup. Bukan hidup namanya jika tidak begitu. Dan satu yang perlu di-ingat! Semuanya tidak akan pernah ada yang sia-sia. Suatu hari nanti. Entah itu esok, lusa, atau kapanpun itu, pasti ada manfa’at yang bisa diambil. Dan yang terpenting dari semua ini adalah: apapun yang dilakukan, niatkan semuanya untuk beribadah kepada Allah dan mengharap ridhoNya. Di jagat raya ini, tiada yang lebih menarik dari mendapatkan ridhoNya.
***

Seperti yang sudah dijelaskan di muka. Masing-masing pekerja freelance memiliki jadwal berbeda-beda. Jadwal itu merupakan jadwal wajib masuk. Namun, karena sebagian besar pekerja freelance itu mahasiswa, tidak jarang jadwal masuk mereka bentrok dengan waktu kuliah tambahan, atau tugas yang menumpuk atau kegiatan sejenis lainnya, yang berhubungan dengan dunia kampus tentunya. Jika sudah seperti itu, maka jalan keluarnya adalah meminta izin pada SMM untuk tidak masuk.

Untuk proses perizinan, tidak semudah meminta izin begitu saja. Tapi ada tahap-tahap yang harus ditempuh terlebih dahulu hingga bisa mengantongi karcis izin itu. Aturan pertama adalah, sang peminta izin harus memberitahukan pada yang mengatur jadwal, dalam hal ini adalah supervisor bagian jadwal kerja. Pemberitahuan itu diberikan minimal sehari sebelum hari H. Aturan kedua, setelah mengantongi karcis izin itu, kita diharuskan mencari pengganti yang bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan itu. dengan kata lain, sang pemohon izin harus mengeluarkan segenap rayuan gombal kepada rekan sesama freelancenya agar bisa menggantikan dirinya itu. jika sudah dapat pengganti, selesai sudah ritual perizinan. Tapi jika tidak dapat, sang pemohon izin tetap diberikan izin, hanya saja, kasihan sang supervisor. Ia harus memutar-mutar otak, membanting-banting tulang, memeras-meras keringat, membolak-balik ribuan buku referensi dan melihat peta kota Bandung dengan menggunakan kaca pembesar guna mendapatkan orang untuk mengisi kekosongan jadwal itu. Na’asnya, saat sang supervisor menghubungi diriku untuk mengisi kekosongan jadwal, ketika itu aku sedang ada waktu kosong. Dengan langkah yang berat, seakan tiba-tiba kekuatan gravitasi bumi semakin membesar, aku meniti kaki menuju toko kesayangan.
***

Waktu menunjukan pukul sebelas siang. Beberapa menit kedepan toko akan tutup untuk sementara. Beginilah salah-satu aturan di SMM. Sekitar lima belas menit sebelum adzan berkumandang, toko akan tutup guna melaksanakan kewajiban solat terlebih dahulu. Toko akan buka kembali setelah solat.

Pada waktu-waktu seperti ini, satu demi satu pengunjung mulai berkurang, karena mereka tahu SMM akan segera tutup. Ini ditandai dengan ditutupnya sebagian pintu toko. Saat itu aku sedang merapihkan pajangan barang di bagian non-food. Sedang asyik-asyiknya merapihkan tumpukan popok bayi dan pembalut untuk wanita, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku.

“ Ko,” panggil seorang laki-laki dari belakang. Aku menoleh pada sumber suara. Ternyata dia adalah rekan kerjaku. Tugasnya di bagian gudang.

“ Antum semangat amat majangnya?” tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya padaku. Bibirnya tersenyum, hingga gigi-giginya terlihat dengan jelas. Warnanya sedikit kekuningan. Persis dengan warna baju yang ia kenakan. Serasi sekali. Aku tahu maksud pertanyaan itu. Nampaknya dia hendak menggodaiku karena tanganku sedang menggenggam perlengkapan khusus wanita. Semua itu diperjelas lagi dengan raut wajahnya yang tiba-tiba menyerupai se-ekor simpanse yang diberikan pisang setelah satu minggu tidak makan apapun.

“ Antum semangat amat majangnya. Hayu atuh istirahat dulu,” ujarnya dengan sedikit bersahabat kali ini.

“ Ia, bentar lagi, nanggung sedikit lagi nih,” jawabku sembari tetap merapihkan pajangan.

“ Jika Ane perhatikan, perasaan Antum hampir tiap hari masuknya, Ko. Antum jadwalnya banyak hari ya?”

“ Jadwal saya cuman empat hari aja, Kang. Tapi, beberapa hari ini saya dapat panggilan mendadak terus,” jawabku sekenanya.

“ Dapat panggilan?” tanyanya seakan ingin lebih yakin.

“ Iya.”

“ Wah-wah, berarti Antum laki-laki panggilan ya?!”

“ Iya,” jawabku reflek. Setelah menjawab, aku merapihkan pajangan lagi. Namun, seperti ada sesuatu yang janggal kurasa. Tapi apa? Aku berdiri mematung. Mencoba berpikir lagi mencari penyebab kejanggalan dalam hati yang kurasa. Tiba-tiba munculah tiga buah kata yang tergambar jelas di otakku. Tiga kata itu adalah: LAKI-LAKI PANGGILAN. Iya, laki-laki panggilan. APA!!?? Laki-laki panggilan. Segera aku menoleh pada rekan kerjaku yang tadi bertanya. Aku hendak meluruskan duduk perkara ini. Tapi sayangnya, rekan kerjaku itu sudah lenyap entah kemana. Mungkin dia sudah disihir menjadi sebungkus pembalut oleh nenek-nenek tukang sihir. Karena tepat pada posisi dia tadi berdiri ketika mengobrol denganku. Tergeletak sebungkus pembalut di lantai.
***