Jumat, 30 April 2010

Misteri 10 Juni


Nama saya Niko. Panjangnya Niko Cahya Pratama. Saya Lahir di Sebuah kampung di pinggir pantai, kurang lebih sekitar dua ratus meteran dari pantai. Pada hari Minggu, tanggal 18 di bulan Juni, tahun 1989, itulah hari, tanggal, bulan dan tahun saya lahir ke dunia ini. Pada zaman itu, nama Niko masih sangat asing di telinga orang-orang di daerah saya. Nama-nama yang ngetren ketika itu adalah nama-nama seperti: Ujang, Sarip, Utun, Abdul, Hasan (jika namanya Hasan, di kampung saya biasa dipanggil dengan sebutan Kacong), Somad, Jamra, Nawawi, dan masih banyak lagi nama-nama ngetren lainnya.

Menurut kabar yang saya dengar dari orang yang dapat dipercaya, ketika saya terlahir ke dunia ini, ketika itu bertepatan dengan jadwal pertandingan tinju antara jawara dari Indonesia yaitu Niko Thomas melawan petinju hebat lainnya( saya 'gak tahu namanya). Ketika Niko Thomas memukul KO lawannya dan mendapatkan gelar juara tinju dunia di kelasnya, ketika itu pula saya berojol dari perut ibu saya tercinta. Oleh karena ibu dan bapak saya menginginkan saya menghajar KO apapun rintangan yang menghalangi saya dalam meraih kesuksesan, maka kedua orang tua saya sepakat menggunakan nama Niko untuk nama depan anak kesayangannya.

Ada yang unik dari kelahiran saya dan adik-adik saya. Sebelum membicarakan keunikan itu, terlebih dahulu saya akan memperkenalkan adik-adik saya tersayang. Adik pertama saya berjenis kelamin perempuan. Dia memiliki perawakan yang numayan subur, oleh karena itu saya biasa memanggilnya N'dut. Namanya Dini Nur Pratiwi. Dia orangnya rame dan mudah bergaul dengan orang. Tidak heran jika dia memiliki banyak teman, dari anak yang masih bau kencur sampe ibu-ibu pengajian bahkan nenek-nenek, akrab dengan dia. Alhamdulillah, kemarin dia lulus UN (Ujian Nasional). Akhir-akhir ini dia sering membaca buku. " Saya ingin kuliah di Universitas tempat kamu menuntut ilmu A, Saya ingin bersaing, siapa diantara kita yang paling pintar," Dini menantang saya ketika saya liburan dan pulang kampung.

Adik nomer dua saya namanya Fadlan Nur Hadian, jika dilihat dari namanya, sudah dipastikan dia berjenis kelamin sama dengan saya. Saya, keluarga, juga yang lainnya memanggil dia dengan sebutan Adam. Sampai sekarang saya tidak tahu pasti apa yang menyebabkan Fadlan dipanggil Adam. Mungkin jika liburan semester nanti, saya akan pulang dan menanyakan hal ini kepada orang tua saya. Kami memiliki kesamaan hobi. Kami sangat suka bermain sepak bola. Selain itu juga, kami memiliki kesamaan sifat. Saya dan Adam adalah tipe orang yang pemalu, sangat berbeda dengan adik saya yang satunya.

Kembali pada masalah unik yang sudah saya tuliskan di atas. Kami (saya dan kedua adik saya) terlahir pada bulan yang sama yaitu pada bulan Juni. Jika di umpamakan pada dunia sepak bola, orang tua saya telah membuat hatrick (mencetak tiga gol dalam satu pertandingan). Bahkan tidak hanya berhenti sampai disitu, Saya dan Adam lahir pada tanggal yang sama yaitu pada tanggal 18. Dini sedikit melenceng tanggal kelahirannya, dia lahir pada tanggal 10. Mungkin jika Dini lahir pada tanggal yang sama dengan saya, ada kemungkinan dia akan memiliki sifat pemalu seperti saya. Dan mungkin, jika saya dan Adam terlahir pada tanggal yang sama dengan tanggal Dini lahir, berkemungkinan besar saya akan memiliki sifat yang rame dan tidak pemalu. Sedikit berpegang pada fenomena unik yang terjadi pada kehidupan keluarga saya ini, saya akan mencari seorang istri yang bisa diajak bekerja sama layaknya dua orang striker (penyerang di dunia sepak bola) agar saya dan istri saya kelak dapat membuat hatrick seperti apa yang telah dibuat orang tua saya dahulu, bahkan jika bisa harus lebih dari pada itu.

Kelak, jika saya sudah memiliki istri, akan saya ajak istri saya tercinta itu untuk merealisasikan sebuah rumus yang sudah saya temukan jauh-jauh hari. Jika rumus itu dapat dilaksanakan dengan baik, maka hasil akhirnya adalah anak-anak kami nantinya akan terlahir pada tanggal 10 di bulan Juni. Saya ingin anak-anak saya kelak tidak memiliki sifat pemalu seperti bapaknya. Saya ingin mereka berani tampil di depan, mereka berani mengeluarkan argumen-argumennya di muka umum, tidak seperti bapaknya yang bisanya hanya menyesal dan menyesal karena tidak mampu dan tidak berani mengeluarkan gagasan atau pernyataan yang hanya terendapkan di otak sampai berkarat. Saya ingin mereka berwatak seperti tantenya, yaitu bisa dengan mudah memaparkan apa yang tertulis di pikirannya dengan baik.

Untuk waktu kelahiran anak-anak saya kelak, karena saya ingin mereka bersifat seperti tantenya, maka mau tidak mau anak-anak saya kelak harus terlahir pada tanggal 10 di bulan Juni. Dan untuk persiapan yang lebih baik, karena ada pepatah mengatakan semakin lama persiapan, maka akan semakin baik pula hasil yang didapatkan. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam yang melebihi dalamnya palung-palung di Samudera Pasifik, dengan sepenuh hati saya mengabarkan kepada calon istri saya yang sampai sekarang masih misterius keberadaannya, untuk mempersiapkan mental pada setiap tanggal 10 Juni-nya. Karena tidak menutup kemungkinan, salah satu perempuan yang pembaca tulisan saya ini (kalau memang ada yang membaca) ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai jodoh saya. Yang jelas, ada satu pesan inti saya, yaitu, marilah kita belajar dan terus belajar untuk menjadi orang yang baik, supaya kita bisa menjadi orang yang baik, karena Allah berfirman dalam alquran, di surat An-Nur, untuk ayatnya saya lupa, yang jelas terjemahan bebasnya adalah seperti ini," Perempuan yang baik akan mendapatkan laki-laki yang baik, bagitupun sebaliknya. Dan perempuan yang tidak baik akan mendapatkan laki-laki yang tidak baik pula, begitupun sebaliknya". Merenungi ayat tersebut, marilah kita berusaha menjadi orang baik, supaya bisa dengan mudah kita mengemudikan bahtera rumah tangga kita kelak, untuk menempuh satu tujuan yaitu menuju keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Amin.

Kamis, 29 April 2010

Buah Dari Kegigihan


DAG DIG DUG DAG DIG DUG

Begitulah suara detak jantungku. Perasaan ini tidak menentu. Campur aduk antara gembira, tegang, pokoknya segala macam emosi bermukim di hatiku. Gembira karena untuk sementara club favoritku unggul atas lawannya, dan tegang karena club lawan mendominasi penguasaan bola. Aku takut jika mereka bisa mencetak gol dan memenangkan pertandingan semi final ini.

Waktu pertandingan hanya tinggal beberapa menit lagi, akan tetapi, rasanya seperti seabad lamanya. Aku berharap sang pengadil pertandingan segera meniup peluit pertanda pertandingan selesai. Emosiku serasa disetir oleh sebuah televisi yang sedang kulihat. Jantungku berdetak dengan sangat keras dan cepat, dan bertambah cepat jika club favoritku sedang diserang lawan. Mungkin jika alat pengukur gempa dipasang di dadaku, alat tersebut akan menunjukan tujuh atau delapan skala richter.

Dia adalah Inter Milan. Club yang aku sukai dari semenjak pertama kali aku mengenal sepak bola. Akhir-akhir ini, Inter Milan sedang berada pada masa keemasannya di liga lokal yaitu liga Italia serie-A. Bagaimana tidak, sudah empat tahun terakhir ini Inter Milan selalu menggondol scudeto (bahasa italianya juara). Akan tetapi, di liga champion atau liga para club-cluba jawara berkompetisi, Inter belum mampu untuk mengeluarkan tajinya. Inter belum sanggup unjuk gigi di level kompetisi tersebut. Jika tidak salah, sekitar tiga puluh delapan tahun yang lalu Inter terakhir kali mengecap partai final liga champion eropa.

Berkaca pada sepak terjang club kesayanganku Inter Milan, setidaknya ada suatu hikmah dibalik semua itu. Kita bisa belajar dari fenomena tersebut. Sesungguhnya, jika kita juara atau unggul atau juga sejenisnya yang mengartikan kita lebih dari yang lain, itu tidak berarti kita juga bisa unggul di tempat lain. Semakin luas lingkup kompetisi (kompetisi dalam semua bidang) semakin keras dan sulit juga tantangannya. Jadi, jangan lah dahulu kita merasa jumawa jika telah mendapatkan suatu prestasi. Yang harus dilakukan adalah berusaha untuk terus dan terus belajar dalam mempersiapkan kompetisi-kompetisi selanjutnya yang sudah menunggu dengan manis di depan mata. Sesungguhnya suatu persaingan itu akan terus adanya, dia selalu berkesinambungan.

Balik lagi ke nasib Inter Milan di ajang liga champion. Setidaknya masih ada asa bagi Inter untuk bisa membuat prestasi terbaik sejak tiga dekade terakhir ini. Kesempatan untuk bisa melenggang ke partai puncak masih terbuka lebar. Mengingat nter masih unggul dari lawannya yaitu club tangguh dari La liga Spanyol yaitu Barcelona. Pargantian detik demi detik terasa sangat lama. kuhiraukan jalannya pertandingan. Aku tidak perduli karena selalu Barcelona yang menguasai bola. Aku hanya memperhatikan jalannya waktu pertandingan. Aku fokuskan kedua mataku, bahkan mata batinku tidak mau ketinggalan untuk hanya melihat waktu pertandingan. Hanya tinggal beberapa detik lagi pertandingan akan berakhir. Bersamaan dengan itu, Barcelona semakin trengginas dalam menyerang dan memporak porandakan barisan pertahanan Inter. Hanya tinggal beberapa detik lagi. Sepuluh detik. Sembilan detik. Delapan detik. Barcelona menyerang lagi. Tujuh detik. Enam. Lima. Empat. Pasukan Barcelona masuk kotak penalti Inter. Tiga. Dua. Satu. Dan akhirnya.

PRIT PRIIIIIT PRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT

Badanku serasa ringan. Semua ketegangan menguap entah kemana kaburnya. Detak jantungku berangsur menjadi normal kembali. Dua temanku tertunduk lesu meratapi kekalahan club kesayangannya. Hatiku mengharu biru. Akhirnya dengan kegigihan, Inter Milan (semua satu kesatuan, baik itu pelatih, pemain, tim manajemen, suporter, tukang pijat pemain, dan lain sebagainya yang termasuk pada kepengurusan club Inter Milan), mereka mengulang prestasi pada zaman keemasan dulu. Akhirnya Inter bisa melenggang menuju partai puncak. Dan disini. Di kamar kosan yang sempit ini. Aku tersenyum bangga melihat club kesayanganku menang. Hanya tinggal satu anak tangga lagi yang harus ditempuh Inter untuk menjadi penguasa Eropa. Aku berharap, Inter bisa memenangkan partai puncak nanti melawan jawara dari Bundes liga Jerman yaitu Bayer Munchen.

GO INTER MILAN........

Wassalam....

UPI Net




Rabu, 28 April 2010

Ada Tahu Rasa Cumi


Beginilah nasib seorang mahasiswa. Apalagi mahasiswa yang berasal dari negeri yang sangat jauh. Untuk ukuran jarak antara Anyer dengan Bandung, memang terbilang cukup jauh, bagaimana tidak, untuk menempuh sekali jalan saja dibutuhkan waktu sekitar lima sampai enam jam-an. Cukup untuk bisa membuat pantat terasa panas. Tidak seperti mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Bandung atau wilayah sekitar Bandung, yang bisa kapan saja pulang kampung jika sedang merasakan kerinduan pada kampung halaman atau kepada keluarga, sanak saudara, sahabat-sahabat, atau juga kepada calon istri si kembang desa. Saya harus pandai-pandai mengelola keinginan hati untuk pulang kampung jika virus kerinduan sedang menyerang dan memporak porandakan hati. Ya, beginilah nasib mahasiswa rantauan.

Sebagai seorang mahasiswa kosan yang tinggal sendiri dan jauh dari keluarga. Saya harus pandai-pandai memenej waktu dengan baik. Baik itu waktu untuk kuliah, untuk mencuci baju, mengerjakan tugas, juga masih banyak kegiatan lainnya. Yang paling terasa kehilangannya adalah masakan ibu. Masakan beliau merupakan masakan yang paling lezat se-dunia. Masakannya tiada duanya. Jika ada perlombaan memasak lingkup dunia, dan saya adalah dewan jurinya, sudah dapat saya pastikan, jawara dari perlombaan itu tiada lain adalah masakan ibu saya tercinta. Hal ini bukan karena saya adalah anaknya, lantas memilih ibu saya yang menjadi juaranya. Semata-mata saya mengatakan demikian memang karena pasakan ibu saya sangat nikmat. Jika dihitung dengan sekala persen, saya memberikan nilai untuk pasakan ibu saya adalah seratus persen, bahkan seratus koma satu persen kalau bisa.

Menu makanan sehari-hari saya adalah kalau tidak tahu, pasti tempe, dan kalau bukan tempe, pasti tahu. Setiap harinya saya makan makanan yang seperti itu. Maaf, bukan maksud saya tidak mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Sebagai seorang muslim, saya pasti mensyukuri nikmat-Nya itu.

Bukan tidak ingin saya ganti menu pada menu yang sedikit lebih mapan. Akan tetapi mengingat kiriman uang orang tua yang jumlahnya di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan mahasiswa lainnya, maka harus dengan sabar saya untuk mengurungkan niat saya tersebut. Alih-alih ganti menu ke yang lebih lezat, uang yang seharusnya bisa terpakai untuk tiga bulan, hanya cukup untuk kebutuhan satu bulan saja. Kasihan pada orang tua di kampung yang banting tulang mencari uang untuk mengirimi saya uang untuk keperluan kuliah dan keperluan lainnya. Betapa tidak sopannya saya menggunakan uang yang susah payah dicari otangtua dengan sangat boros. Saya yakin, orang tua saya pasti membolehkan saya untuk ganti menu pada menu yang lebih mapan, bahkan ganti pada menu yang super mapanpun pasti mereka mengizinkan. Keyakinan ini dikarenakan mereka adalah orang tua yang paling hebat se-dunia. Meskipun begitu, saya harus tetap bijak dalam mengelola keuangan saya. Karena sesungguhnya Allah swt amat tidak menyukai pemborosan.

Dan untuk mensiasati permasalahan ini, saya sudah menemukan solusinya. Solusi ini saya temukan dengan butuh banyak sekali pemikiran. Butuh banyak literatur yang dibaca. Juga butuh banyak narasumber yang sangat ahli dalam bidangnya. Saya beri nama teori ini adalah "TEORI ADA TAHU RASA CUMI". Teori itu berbunyi kurang lebih seperti ini. " Pesan nasi putih satu piring. Pesan tempe satu potong. Minta air putih satu gelas. Kemudian minta kuah cumi yang warnanya hitam pekat dan rasanya super nikmat. Kemudian hasilnya adalah perut menjadi kenyang dan makan terasa nikmat, serasa makan dengan cumi beneran, selain itu juga uang yang dikeluarkan masih tetap irit".

SubhanAllah, Meskipun saya masih mahasiswa S1, saya sudah menemukan teori baru. Ini merupakan gebrakan baru dalam dunia pendidikan. Sebutan saya sekarang adalah Prof. Niko Cahya Pratama "Amin".

Wassalam....
UPI Net

Salah Siapa???


PRAYYYY
PRAYYYYYYY
PRAYYYYYYYYYY

Puluhan, atau bahkan ratusan siswa melempari gedung dan kaca-kaca sekolah mereka sendiri. Bukan tanpa alasan mereka berbuat seperti itu. Menurut berita yang diperoleh, perbuatan itu mereka lakukan dikarenakan mereka tidak lulus dalam ujian nasional. Dari kurang-lebih enam ratusan siswa, hanya seratus lebih sedikit yang bisa lulus.

Berita di atas saya lihat dan dengar sendiri di acara berita pagi tadi. Saya merasa heran dengan apa yang mereka perbuat. Mereka sendiri yang tidak lulus, tapi kenapa dilampiaskannya pada gedung-gedung sekolah. Menurut saya, seharusnya yang disalahkan itu DIRI MEREKA SENDIRI. Mereka tidak lulus itu tiada lain dikarenakan oleh usaha mereka sendiri, bukan karena orang lain. Mereka tidak lulus pasti dikarenakan oleh nilai yang mereka peroleh belum memenuhi target nilai kelulusan yang telah ditetapkan pemerintah. Besar atau kecilnya nilai yang mereka peroleh ya mereka sendiri yang menentukan, karena yang mengisi soal-soal itu kan mereka sendiri. Agak lucu jika mereka menyalahkan oranglain karena ketidak lulusan mereka itu. Jika hasil akhir yang mereka peroleh itu kecil atau dengan kata lain tidak memuaskan, yang pada akhirnya membuat mereka tidak lulus, mungkin itu karena usaha yang mereka lakukan kurang maksimal, atau bahkan mungkin tidak ada usaha sama sekali dari mereka.

Saya teringat pada kalimat motivasi yang pernah diucapkan oleh pelatih saya dulu ketika saya masih bergelut di dunia sepak bola. Ketika itu saya masih masuk club di kota saya yaitu club PERSERANG. Kalimat itu dia ucapkan di sela-sela latihan.

" Hasil yang kalian peroleh sekarang adalah buah dari kinerja kalian pada masa lalu. Kalian masuk club ini dan bisa mengikuti kompetisi sepak bola nasional, tiada lain itu adalah hasil dari kerja keras kalian. Ingin jadi apa dan bagaimananya kalian pada masa depan???!!! itu ditentukan oleh kinerja kalian pada masa sekarang ini. Jika kalian ingin menjadi orang yang besar, maka, manfaatkanlah waktu sekarang dengan sebaik mungkin. Jangan berleha-leha. DO THE BEST and don't forget DO WITH LOVE," ujar pelatih saya. Dia menyisir semua para pemain dengan tatapannya.

Belajar dari kalilmat yang menurut saya memiliki makna yang sangat luar biasa itu. Tidak seharusnya mereka (baca: para siswa yang mengamuk) melampiaskan kekesalan mereka pada gedung-gedung sekolah. Seharusnya mereka melihat kedalam diri mereka sendiri. Apa yang selama ini telah mereka lakukan hinggan membuat mereka tidak lulus. Setelah itu, mencari kesalahan-kesalahan apa yang telah mereka lakukan, kemudian mengevaluasi kesalahan-kesalahan tersebut. Dan belajar dari kesalahan-kesalahan terdahulu untuk menjalani kehidupan sekarang dalam upaya meraih masa depan yang cemerlang.

DO THE BEST and don't forget DO WITH LOVE...

Wassalam....
UPI Net

Selasa, 27 April 2010

Aku Yakin Inilah Hikmahnya



HARI INI
Maha suci Allah yang menciptakan langit dan bumi, juga segala isinya yang menakjubkan. Sudah lama aku tidak merasakan ini. Serasa ada angin surga yang berhembus masuk ke dalam qalbuku. Sejuk dan damai. Aku merasakan nikmat-Nya disetiap nafas yang kutarik. Semua beban kehidupan terasa hilang entah kemana.
Matahari istirahat di peraduannya. Bersamaan dengan itu, perlahan hari bertambah gelap, dan semakin gelap di setiap detiknya. Langit tampak berwarna jingga. Lampu-lampu rumah mulai dinyalakan sang pemiliknya. Seruan adzan magrib berkumandang seperti saling bersahutan diantara menara-menara mesjid yang menjulang ke langit. Hampir disetiap penjuru mata angin kudengar indahnya suara muadzin.
Sesaat aku teringat kampung halamanku. Kampung dimana tempat aku dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang sangat luar biasa. Karena didikan mereka berdualah, sekarang aku bisa menuntut ilmu di salah-satu universitas negeri di Bandung. Universitas tempat bermunculannya para pahlawan tanpa tanda jasa, yang mana karena jasa merekalah tumbuh orang-orang pembangun peradaban bangsa.
Di kampung halamanku adzan berkumandang tidak bersahut-sahutan seperti di sini. Hal ini karena mesjid di kampungku hanya ada satu atau tunggal. Dan selain itu, yang membedakan antara kampungku dengan tempat dimana aku tinggal sekarang adalah : pertama, disini, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah bangunan dan bangunan, amat jarang sekali ada tumbuhan hijau. Ini berbanding terbalik dengan keadaan di kampungku. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hamparan indahnya daun-daun hijau, dan membuat nyaman siapapun yang melihatnya.
Kedua, disini orang-orang tampak sisi keindividualisannya. Bukti terakhir yang kulihat sendiri adalah ketika ada tetangga yang akan mengadakan hajatan pernikahan, hanya sedikit orang-orang yang membantunya, bahkan jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Di kampungku lain lagi, ketika ada satu keluarga yang akan mengadakan acara-acara seperti pernikahan, khitanan, syukuran ataupun acara lainnya yang sejenis, jika tidak ada halangan yang sifatnya syar’i, hampir dipastikan para tetangga akan membantu. Bahkan orang-orang yang letak rumahnya di ujung kampung atau dengan kata lain letak rumahnya sangat jauh dari rumah yang akan melaksanakan hajatan, jika tidak ada halangan pasti akan datang membantu juga. Selain kedua parameter yang sudah dijelaskan di atas, masih banyak lagi parameter lain yang membedakan antara kampungku dengan tempat dimana aku tinggal sekarang. Tentunya ada juga sisi positif dari tempat dimana aku menuntut ilmu sekarang jika dibandingkan dengan kampungku. Salah-satunya adalah, orang-orang disini lebih bisa menghargai waktu jika dibandingkan dengan orang-orang di kampungku.
Lewat gang yang sempit dan berliku ini aku berjalan menuju kewajibanku sebagai hamba Allah. Sepanjang perjalanan, banyak pemandangan yang kulihat, seperti: ada mahasiswa yang memasukan motor ke kosannya; ada ibu-ibu yang dengan susah payah membujuk anak kesayangannya untuk segera masuk ke dalam rumah ; ada bapak pedagang baso dorong yang members-beresi sisa dagangannya ; juga banyak lagi pemandangan lain yang tidak bisa kusebutkan satu persatu.
Diantara kesemua pemandangan yang kulihat, ada satu pemandangan yang membuat aku iri dan sedikit tidak sabar ingin merasakannya. Aku melihat aura kebahagiaan dari keakraban mereka. Sepasang kekasih sedang mengobrol di kursi depan rumahnya. Sang pangeran tampak gagah dengan baju koko putih dan ikatan sarung kotak-kotak, dan sang permaisuri tampak anggun dengan balutan busana muslim dengan warna yang sama dengan baju koko yang dikenakan sang pangeran. Jika dilihat dari usia mereka, sudah bisa dipastikan mereka adalah sepasang pengantin baru.
Sang pangeran pamitan kepada istrinya tercinta untuk pergi ke mesjid. Dengan sangat sopan sang permaisuri mencium tangan sang pangeran, sejurus kemudian bibir sang pangeran mendarat di kening sang permaisuri. Oh… alangkah indahnya pemandangan itu. Andai saja aku yang berada di posisi sang pangeran itu, betapa bahagianya aku.
Astagfirullahhal’adzim. Pikirku dalam hati. Mudah-mudahan Allah swt. Mengampuni dosaku ini. Segera aku melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju mesjid, aku berdo’a kepada Sang Maha Pemberi agar pada saatnya nanti, aku dianugerahi seorang istri yang cantik dan solehah. Aku ingin pada saatnya nanti, kami hidup dalam keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Aku ingin kesetiaan istriku layaknya sang bulan yang selalu setia mendamping bumi.
Aku sangat yakin dengan janji Allah yang menerangkan bahwa laki-laki baik akan mendapatkan wanita yang baik pula, dan laki-laki yang tidak baik maka akan mendapatkan wanita yang tidak baik pula. Berdasar pada firman Allah itu, aku berusaha sebisa mungkin untuk menjadi seorang laki-laki yang baik, supaya disaat pernikahanku nanti, aku mendapatkan seorang permaisuri pendamping hidup yang aku impi-impikan .
Sebelum hari bahagia itu tiba, maka aku harus mempersiapkan segala sesuatunya dari sekarang. Baik itu dari segi mental dan materi. Yang paling jelas di depan mataku sekarang adalah bagaimana caranya agar aku mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya dan menjadi mahasiswa yang berprestasi. Hingga dengan prestasi itu, bisa memudahkan aku dalam mendapatkan pekerjaan yang baik dan dengan penghasilan yang besar tentunya. Jika penghasilan aku sudah besar, maka hal itu memudahkanku untuk membahagiakan istri dan anak-anakku kelak, dan yang paling penting adalah memudahkanku untuk beribadah kepada Sang Pemberi rizki itu, yang tidak lain adalah Allah Yang Maha Esa.
Beberapa orang masih di dalam mesjid. Kebanyakan yang usianya sudah sepuh atau tua. Ada yang menunduk merasakan nikmatnya berdzikir; ada yang duduk sila sambil mengacungkan kedua tangannya sebahu pertanda sedang memanjatkan do’a ; ada juga yang sedang membaca Alquran dengan suara yang pelan.
Dengan penuh keyakinan, aku memanjatkan sebuah do’a, “ Bismillahirrahmaanirrahim, Alhamdulillahirrabbil’aalamiin, Allahumma sholi ‘alaa Muhammad wa ‘ala ali sayyidiina Muhammad, Ya Allah, Yang Maha Memberi, berilah hamba-Mu yang lemah ini kemudahan dalam menjalani kehidupan, mudahkanlah segala urusan perkuliahan hamba, dan berilah hamba jodoh yang baik, baik untuk kehidupan dunia maupun untuk kehidupan akhirat hamba. Wa shallahu ‘ala Muhammah wa ‘ala ali Muhammad, amin ya rabbal ‘alamin.”
KEMARI
Televisi menyala. Suaranya keras. Sementara tujuh orang pemuda sibuk dengan kegiatannya. Di ruang tamu yang sekaligus merangkap sebagai ruang serbaguna, dikatakan serbaguna karena banyak sekali kegunaan dari ruang ini. Ketika tamu datang, ruang ini dijadikan sebagai kamar tamu, tinggal digelar tikar atau kasur, sang tamu sudah bisa langsung tidur. Juga sebagai ruang bercengkerama antara para pemuda pengisi kos-kosan yang tampangnya ganteng-ganteng, heeee, ceritanya lagi narsis nih.
Ageng, mahasiswa tingkat satu jurusan pendidikan kewarganegaraan sedang asyik mengobrol dengan Ari. Ari adalah mahasiswa tingkat tiga jurusan pendidikan ekonomi dan koperasi.
“ Kirain saya break itu sudahan, ternyata istirahat doang toh,” ujar Ageng kepada Ari, dengan logat jawanya. “ Saya menyesal, Kang Ari,” Ageng menambahkan sambil memukul bantal tak berdosa yang ada di depannya. Mereka sedang membicarakan pengalaman perjalanan asmara Ageng ketika masih duduk di bangku SMA.
Dari ketujuh pemuda yang menghuni kos-kosan ini, hanya aku yang memiliki bahasa induk sunda, yang keenam lainnya berbahasa induk jawa. Mereka semuanya mahasiswa asal Indramayu, sementara aku berasal dari Banten sendirian. Jika mereka sedang berkumpul dan berbicara bahasa ibu mereka, aku hanya melongo melihat mereka, tanpa tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Disaat-saat seperti itulah, betapa terasa manfaat bahasa persatuan, yaitu bahasa indonesia.
Sementara di kamar yang bersebelahan dengan ruangan dimana Ageng dan Ari mengobrol, disana berkumpul empat pemuda lainnya. Ibnu, yang mengambil jurusan yang sama dengan Ageng, sibuk sendiri dengan laptop barunya. Headphone sebesar kerupuk kaleng menempel di telinganya. Jika dilihat dari gerakan kepalanya yang manggut-manggut dengan kecepatan yang super cepat, sudah dapat dipastikan dia sedang mendengarkan musik beraliran keras. Tepat disebelah Ibnu yang sedang ajep-ajep, ada Ulu dengan posisi berbaring telungkup. Kepalanya menengadah menghadap laptop didepannya. Sementara Witra duduk manis disamping Ulu. Sesekali Witra memberi sedikit arahan kepada Ulu yang sedang bermain game di laptopnya. Memang, Witra terkenal sangat ahli dalam permainan dunia maya. Ulu adalah mahasiswa tingkat tiga jurusan teknik mesin, sedangkan Witra mahasiswa tingkat satu jurusan fisika murni.
Satu pemuda tersisa adalah Jayus Riadussholihin, kami biasa memanggilnya dengan sebutan Kang Jayus. Dia adalah satu-satunya mahasiswa S2 yang ada di kos-kosan ini. Kang Jayus duduk dipojokan. Tangan kirinya memegang buku, sementara tangan yang satunya bolak-balik jurusan toples kue dan mulut. Sementara aku sedang menyiapkan handuk dan alat-alat mandi yang akan kumasukan kedalam tas. Sore ini aku berencana untuk mandi di kosan teman yang letaknya tak jauh dari kosanku. Sudah dua hari ini aku numpang mandi, hal ini karena pompa air yang ada di kosanku sedang rusak. Bapak kos sudah berusaha untuk memperbaiki, akan tetapi belum juga ada gelagat baik.
Aku merasa ini adalah teguran dari Allah Swt. Karena sudah lama sekali kami, khususnya diriku pribadi, tidak solat berjama’ah di mesjid. Aku yakin setiap kejadian di dunia ini, tidak ada yang tidak mengandung hikmah. Peristiwa rusaknya pompa air ini semata-mata teguran dari Allah agar aku untuk solat berjama’ah kembali di mesjid dan mempererat tali silaturahmi dengan orang-orang di lingkungan sekitar, yang mana upaya penyambungan silaturahmi tidak mungkin terjadi jika aku hanya tetap berdiam diri di kosan.
Semenjak pompa air rusak, mau tidak mau kami harus melaksanakan sholat berjamaah di mesjid, karena di kosan tidak ada lagi air untuk berwudhu. Selain itu juga, kami harus rela bangun pagi-pagi buta untuk berjamaah sholat subuh. Yang sedikit menyiksa adalah jika panggilan alam menyapa di malam yang buta.
Peristiwa ini membuat aku semakin yakin, kalau Allah itu sangat mencintai hamba-hamba-Nya.
KEMARIN LUSA
Beban hidup terasa berat. Masalah serasa tidak ingin lepas dari jiwa ini. Belum selesai satu tugas dikerjakan, muncul kembali tugas yang jumlahnya seabreg-abreg. Akhir-akhir ini aku merasa hidup sudah tidak bergairah lagi. Aku tidak bisa memenej waktuku dengan baik. Pekerjaan yang seharusnya kukerjakan lebih dahulu malah dikerjakan kemudian, dan pekerjaan yang sifatnya tidak mendesak, kukerjakan secepatnya. Aku pusing dibuatnya. Belum lagi harus dengan cermat memikirkan pengeluaran uang yang jumlahnya kian menipis. Salah-salah aku kehabisan uang jauh hari sebelum kiriman datang lagi.
Malam ini aku harus berpacu dengan waktu karena pengumpulan tugas mata kuliah Kartografi (baca : ilmu yang mempelajari peta) sudah di depan mata. Besok jam Sembilan pagi aku harus mengumpulkannya. Jadi, sekurang-kurangnya aku harus menyelesaikan tugas ini dalam waktu Sembilan jam tersisa.
Mata sudah terasa berat. Ingin rasanya aku tidur, akan tetapi aku takut kebablasan. Apa yang akan terjadi pada nilai mata kuliah kartografiku jika aku ‘tak bisa menyelesaikan tugas ini. Bisa berakibat fatal nantinya.
KRROOOOKK KRRROOOOOKKKK KRRRRR KRRRKKKKKKKKKK
Suara korok Ibnu sedikit mengganggu konsentrasiku. Dahsyat, lima dari keenam temanku tidur di satu kamar yang tidak terlalu luas. Posisi tidur mereka tidak keruan. Ibnu tidur dengan posisi terlentang sambil mengeluarkan suara korok yang merdu. Tangan dan kakinya terbuka lebar. Kaki yang satu menindih tubuh Witra yang tidur dengan posisi huruf wao (salah-satu huruf arab), sementara kaki satunya menggilas tubuf Ageng yang tidur dengan mulut yang mangap.
Sementara Ari dan kang Jayus tidur dengan posisi yang sama, yaitu posisi badan miring. Yang sedikit unik adalah posisi tidur miring mereka saling berhadap-hadapan. Mereka layaknya pengantin baru yang tidur pada malam pertama. Mereka terlihat mesra. Heeee
Ulu, sang mahasiswa teknik mesin lain lagi. Kesehariannya selalu tidak jauh dari laptop. Tidurpun di samping laptop kesayangannya itu. Ulu tidur di kamar yang berbeda. Karena sibuk dengan rancangan mesinnya, semalam dia tidak ikut mengobrol ria dengan kelima mahasiswa sedaerahnya. Aku tidak faham apa yang mereka obrolkan semalam, yang jelas mereka sangat menikmati obrolan itu. Tawa mereka membahana ke seluruh sudut kosan. Tikuspun bersembunyi di rumahnya karena menghindari gelak tawa mereka.
Kulit kacang berserakan dimana-mana. Gelas kaca berebut posisi dengan lima mahasiswa yang tepar di kamar.
GELENTRRAANGG
Salah-satu gelas tertendang kaki Ari. Posisi tidur Ari sedikit berubah. Dia kian mendekat dengan kang Jayus. Tangannya berada di atas tubuh kang Jayus. Mereka terlihat semakin mesra. Sementara di kamar sebelah, laptop yang masih terbuka dan dalam keadaan menyala, sedang menonton Ulu yang tertidur pulas.
Jam dinding menunjukan pukul dua pagi. Suhu terasa semakin bertambah dingin. Korok Ibnu mulai melemah. Pengantin baru semakin mesra. Detik terus berjalan, akan tetapi ‘tak kunjung selesai juga tugas yang kukerjakan. Kepala sudah terasa berat dan keras, seperti sudah akan pecah saja. Otakku mandek seperti sudah tidak bisa digunakan lagi untuk berpikir.
Sejenak kuhentikan pekerjaan. Kulentangkan tubuh dengan selentang-lentangnya. Kupejamkan mata dan kutarik nafas dalam-dalam, berharap tubuh ini segar kembali. Alih-alih mengharapkan tubuh menjadi segar, malah semakin berat kantuk yang kurasakan. Bergegas aku meluncur menuju kamar mandi untuk mencuci muka agar segaran kembali. Selintas terbersit dalam pikiranku untuk mengambil wudhu dan melakukan kiamul lail. Sudah lama aku tidak melakukan sholat sunah yang paling dianjurkan oleh Rasulullah ini.
Niatku untuk melakukan kiamul lail bertambah besar saja setelah mengingat hadits Rasulullah yang menerangkan bahwa Allah Swt. turun ke langit dunia pada sepertiga malam. Dia berkata bahwa siapa saja dari hamba-Nya yang memohon ampunan maka akan diampuni dan siapa saja yang memohon rezeki maka akan diberi. Segera aku mengambil wudhu dan melaksanakan sholat sunah kiamul lail.
“ Ya Allah, berilah hamba-Mu yang lemah ini ketenangan hidup, juga kemudahan dalam menjalaninya. Amin,” harapku dalam do’a.

Senin, 26 April 2010

Aneh Memang......


Sudah lama aku tidak merasakan ini. Aku merasakan kenyamanan jika memiliki kegiatan yang sedikit menyita waktuku. Aneh memang. Sudah hampir menginjak dua bulanan mungkin, aku tidak mengalami hal ini. Seingatku terakhir kali aku merasakan kenyamanan ini ketika aku sibuk-sibuknya bergelut dengan waktu untuk menyelesaikan proposal PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) yang aku kerjakan dengan teman-temanku yang otaknya diatas rata-rata.

Berdiskusi untuk mencari solusi yang paling tepat. Sedikit panas kadang, namun kami tetap berpedoman pada etika berdiskusi. Berbagi tugas mencari buku-buku referensi. Merasakan sulitnya mencari waktu kosong dari dosen pembimbing. Tidak jarang kami harus menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu giliran bimbingan, karena selain membimbing kami, banyak juga mahasiswa tingkat atas yang bimbingan untuk menulis skripsi.

Hari ini, tepatnya sore tadi, beberapa menit sebelum adzan magrib berkumandang, aku merasakan lagi. Akhirnya aku merasakan lagi. Lembayung senja berwarna jingga, indah menempel di kaki langit barat. Hari mulai gelap. Bertambah gelap seiring bergantinya detik. Listrik-lilstrik mulai menyala menerangi kegelapan, tidak terkecuali listrik-listrik gedung-gedung di kampus tempatku menuntut ilmu.

Hanya ada beberapa mahasiswa saja yang tersisa di kampus. Ada sekelompok mahasiswa yang sedang tertawa riang di kantin kampus. Jika melihat si ibu kantin yang sedang beres-beres, mungkin sebentar lagi kantin akan tutup. Seorang mahasiswa putri berkerudung besar warna ping berjalan sendirian menuju mesjid kampus. Tangannya memeluk sebuah buku yang super tebal. Pandangannya terlihat selalu menunduk ke arah bumi. Dua orang kulit hitam dan berambut sedikit ikal berlari-lari kecil mengelilingi kampus. Aku mengenal satu dari mereka. Namanya Melky. Dia mendapatkan beasiswa dari kota kelahirannya, yaitu Sorong, Papua. Aku mengenal dia karena sering bermain sepak bola bareng di stadion kampus. Seiring seringnya frekuensi pertemuan kami, akhirnya kami jadi akrab. Aku memang memiliki jadwal khusus dalam seminggu untuk berolahraga. Selain untuk menjaga kebugaran tubuh, numayan bisa menambah teman.

" Selamat sore kawan, ayo ikut lari dengan kami!!!" ajak Melky dengan logat papuanya sambil mengacungkan tangan kanannya pertanda memberi salam. Tamannya hanya tersenyum.

Aku hanya membalas ajakan Melky dengan senyuman dan angkatan tangan pertanda membalas salamnya. Mereka melanjutkan larinya. Masih ada banyak kegiatan yang dilakukan mahasiswa yang tersisa di kampus, yang berbeda-beda kegiatan dan tujuannya tentunya.

Aku sudah bisa melihat keadaanku, setidaknya untuk beberapa hari kedepan. Sudah hampir dipastikan, beberapa hari kedepan aku akan jarang berada di kosan. Mungkin aku akan sering pulang larut malam. Bukan tanpa alasan aku berkata demikain. Hal ini karena menumpuknya tugas-tugas kuliah yang harus segera diselesaikan. Ditambah lagi tugas-tugas pribadi untuk memudahkan aku dalam pencapaian mimpi-mimpiku yang lain.

Aku teringat sebuah nasihat yang keluar dari teman akrabku sekaligus juga sebagai sainganku di kelas. Kami memang sering saling memberikan nasihat, dalam hal-hal yang baik tentunya. Seingatku, ketika itu kami hendak pulang ke tempat tinggal masing-masing. Karena kosan kami satu arah, kami pulang bareng. Disela-sela perjalanan, dan diantara obrolan tentunya, dia mengatakan sesuatu yang kurang lebih intinya adalah seperti ini: jangan sampai kita menghabiskan waktu kita dengan percuma, apa artinya kita sering pulang sampai larut malam jika tidak ada hasil dari kegiatan kita itu. Kita harus punya target di setiap kegiatan kita. Kita harus membuat produk, apapun itu, baik yang sifatnya abstrak ataupun yang konkrit, dan harus bermanfaat untuk orang banyak tentunya. Kita harus berbuat sesuatu untuk negeri ini. Dia ucapkan kalimat itu dengan sangat menggebu-gebu. Tangannya dia kepalkan. Sorot matanya tajam bak mata elang yang sedang mencari mangsa.

Sejak saat itulah kami mengadakan perlombaan yang pesertanya hanya kami berdua. Siapa yang duluan bisa melanjutkan kuliah ke luar negeri, dialah pemenangnya. Kami membuat perlombaan itu semata-mata hanya untuk memicu semangat kami agar tidak kendor dan malas-malasan. Sesungguhnya jika kami (baca: mahasiswa, yang katanya adalah agen of change) nya malas-malasan atau tidak semangat dalam menuntut ilmu, mau jadi apa negeri ini!!!???

Sahabat, bagi siapapun yang membaca tulisan ini, mari kita bersama-sama bangun negara kita tercinta, karena hanya dengan bekerja bersamalah negeri ini bisa maju.

Aku cinta Indonesia.................................

Wassalam.....
UPI Net

Naik- turun


Bismillahirrahmaanirrahiim

Memang, tidak bisa disangsikan lagi, bahwasannya solat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Selain kapasitas saya sebagai seorang muslim yang harus meyakini firman-Nya di surat Al- Ankabut : 45, Pengalaman yang saya rasakan sendiri, memang berkata demikian. Hidup serasa kacau tidak bisa teratur, apapun yang dikerjakan pasti hasilnya nol koma, seakan susah sekali untuk bisa mencapai sesuatu, jika solat yang dilakukan jauh dari kata khusuk, terlebih-lebih tidak memperhatikan waktunya. Solat subuh dilakukan hanya beberapa detik sebelum sang raja siang keluar dari peraduannya. Solat dzuhur didirikan hanya dengan tenaga sisa yang telah digunakan untuk mengejar dunia dan dunia. Begitupun dengan solat-solat yang lainnya.

Sebaliknya, hidup serasa tenang dan damai jika kita menjaga solat kita, baik itu kekhusuannya ataupun ketepatan waktunya. Apapun yang dilakukan serasa nikmat. Beban-beban hidup yang menumpuk serasa terevaporasi layaknya matahari yang menguapkan air. Awan mendung yang menyelimuti hati serasa terbuka dan hati ini cerah kembali. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa kuat kita mempertahankan keimanan itu. Karena sesungguhnya sifat keimanan seseorang itu naik-turun, kadang imannya naik, namun dilain waktu turun kembali.

Banyak orang, mungkin termasuk saya, beralasan seperti ini," Wah, saya lagi males untuk berbuat itu (baca: ibadah) iman saya lagi turun nih, iman itukan kadang naik dan kadang turun."

Alasan-alasan yang seperti itu dan ataupun yang sejenisnya, merupakan alasan yang tidak patut untuk diucapkan. Memang iman itu kadang naik dan kadang juga turun, tapi naik-turunnya iman seseorang itu tidak dengan sendirinya, melainkan ada yang menyebabkannya. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah amalan atau perbuatan yang kita lakukan sendiri, entah itu yang sifatnya menurunkan kadar iman, perbuatan dosa misalnya, ataupun yang bisa menaikan kadar iman, contohnya berbuat kebaikan. Intinya adalah yang menentukan kadar tinggi-rendahnya iman kita adalah kita sendiri, bukan orang lain. Satu lagi, yang menentukan banyak tidaknya dosa ataupun pahala yang kita peroleh yang pada akhirnya bermuata pada balasan yang akan kita peroleh kelak, salah-satunya bergantung pada keimanan kita.

Selanjutnya, apa dan bagaimananya kita kelak di hari yang mana semua umat manusia dikumpulkan di suatu padang yang maha luas, kita sendiri yang menentukan, karena sesungguhnya kita sendiri yang memegang kunci pintu-pintu rahasia itu. Merugi atau bahagikah kita kelak??? hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya!!!

Wassalam...
UPI Net

Uh..... Akhirnya......


Uh..... Akhirnya......

Dengan sedikit penyesalan di dalam lubuk hati yang paling dalam, akhirnya aku membuat blog baru. Bukan tanpa alasan aku membuat blog ini, alasan-alasan itu antara lain adalah:
1. Aku lupa pasword blog yang terdahulu.
Hal ini mengakibatkan aku tidak bisa lagi memposting tulisan baru, karena jika aku ingin mengentri tulisan baru, mau tidak mau aku harus masuk dulu ke blogku. Dan, dikarenakan paswordnya lupa alias hilaf, maka harus dengan legowo, meskipun dengan perasaan yang sedikit ngagondok (baca : jengkel) aku harus mengurungkan keinginanku itu.

2. Hasrat menulis yang sudah tidak bisa dibendung lagi.
Aku suka menulis, menulis apapun itu. Aku ingin suatu saat nanti, entah itu besok, lusa, atau kapanpun itu, aku menjadi penulis terbaik yang dimiliki Indonesia, atau bahkan dunia. Dan untuk bisa mewujudkan itu semua, mau tidak mau aku harus sering berlatih menulis dan menulis. Ada pepatah mengatakan bahwa ala bisa karena biasa, berdasarkan kalimat sederhana itulah, maka agar aku bisa menulis, menulis yang baik dan benar , juga bagus tentunya, maka aku harus sering membiasakan menulis. Aku harus memilikii waktu khusus untuk menulis. Selain itu juga, harus ada sarana yang mendukung. Jika Arisuwendo Atmowiloto nyaman jika menulis dengan menggunakan mesin tik, maka aku merasakan kenyamanan menulis jika aku menulis di blog. Karena ada sedikit kesalah teknis dari blog terdahulu yang mambuat aku tidak bisa lagi menulis disana, maka aku harus membuat blog baru ini.

Sebenarnya masih banyak lagi alasan lain, akan tetapi aku tidak bisa menjelaskan satu per satunya, hal ini dikarenakan masih terlalu banyak tugas-tugas yang menunggu untuk segera kukerjakan. Mengingat satus aku sekarang yang menjabat sebagai seorang mahasiswa, aku harus lebih sedikit mementingkan tugas-tugas yang diberikan dosen.

" WAH !!! sudah jam setengah empatan, aku harus segera meluncur ke mesjid Al Furqon, Kang Salman dan Faiz mungkin sudah menunggu nih, untuk mentoring....." ucapku dalam hati

Mungkin untuk hari ini, cukup sampai disini dulu aku berlatih menulisnya, lain kali akan dilanjutkan lagi. Dan satu hal yang pasti. AKU TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI MENULIS. Aku ingin segera mencoret kata "Menjadi Penulis" di buku agendaku.

Wassalam.....
UPI Net