Rabu, 28 April 2010

Ada Tahu Rasa Cumi


Beginilah nasib seorang mahasiswa. Apalagi mahasiswa yang berasal dari negeri yang sangat jauh. Untuk ukuran jarak antara Anyer dengan Bandung, memang terbilang cukup jauh, bagaimana tidak, untuk menempuh sekali jalan saja dibutuhkan waktu sekitar lima sampai enam jam-an. Cukup untuk bisa membuat pantat terasa panas. Tidak seperti mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Bandung atau wilayah sekitar Bandung, yang bisa kapan saja pulang kampung jika sedang merasakan kerinduan pada kampung halaman atau kepada keluarga, sanak saudara, sahabat-sahabat, atau juga kepada calon istri si kembang desa. Saya harus pandai-pandai mengelola keinginan hati untuk pulang kampung jika virus kerinduan sedang menyerang dan memporak porandakan hati. Ya, beginilah nasib mahasiswa rantauan.

Sebagai seorang mahasiswa kosan yang tinggal sendiri dan jauh dari keluarga. Saya harus pandai-pandai memenej waktu dengan baik. Baik itu waktu untuk kuliah, untuk mencuci baju, mengerjakan tugas, juga masih banyak kegiatan lainnya. Yang paling terasa kehilangannya adalah masakan ibu. Masakan beliau merupakan masakan yang paling lezat se-dunia. Masakannya tiada duanya. Jika ada perlombaan memasak lingkup dunia, dan saya adalah dewan jurinya, sudah dapat saya pastikan, jawara dari perlombaan itu tiada lain adalah masakan ibu saya tercinta. Hal ini bukan karena saya adalah anaknya, lantas memilih ibu saya yang menjadi juaranya. Semata-mata saya mengatakan demikian memang karena pasakan ibu saya sangat nikmat. Jika dihitung dengan sekala persen, saya memberikan nilai untuk pasakan ibu saya adalah seratus persen, bahkan seratus koma satu persen kalau bisa.

Menu makanan sehari-hari saya adalah kalau tidak tahu, pasti tempe, dan kalau bukan tempe, pasti tahu. Setiap harinya saya makan makanan yang seperti itu. Maaf, bukan maksud saya tidak mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Sebagai seorang muslim, saya pasti mensyukuri nikmat-Nya itu.

Bukan tidak ingin saya ganti menu pada menu yang sedikit lebih mapan. Akan tetapi mengingat kiriman uang orang tua yang jumlahnya di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan mahasiswa lainnya, maka harus dengan sabar saya untuk mengurungkan niat saya tersebut. Alih-alih ganti menu ke yang lebih lezat, uang yang seharusnya bisa terpakai untuk tiga bulan, hanya cukup untuk kebutuhan satu bulan saja. Kasihan pada orang tua di kampung yang banting tulang mencari uang untuk mengirimi saya uang untuk keperluan kuliah dan keperluan lainnya. Betapa tidak sopannya saya menggunakan uang yang susah payah dicari otangtua dengan sangat boros. Saya yakin, orang tua saya pasti membolehkan saya untuk ganti menu pada menu yang lebih mapan, bahkan ganti pada menu yang super mapanpun pasti mereka mengizinkan. Keyakinan ini dikarenakan mereka adalah orang tua yang paling hebat se-dunia. Meskipun begitu, saya harus tetap bijak dalam mengelola keuangan saya. Karena sesungguhnya Allah swt amat tidak menyukai pemborosan.

Dan untuk mensiasati permasalahan ini, saya sudah menemukan solusinya. Solusi ini saya temukan dengan butuh banyak sekali pemikiran. Butuh banyak literatur yang dibaca. Juga butuh banyak narasumber yang sangat ahli dalam bidangnya. Saya beri nama teori ini adalah "TEORI ADA TAHU RASA CUMI". Teori itu berbunyi kurang lebih seperti ini. " Pesan nasi putih satu piring. Pesan tempe satu potong. Minta air putih satu gelas. Kemudian minta kuah cumi yang warnanya hitam pekat dan rasanya super nikmat. Kemudian hasilnya adalah perut menjadi kenyang dan makan terasa nikmat, serasa makan dengan cumi beneran, selain itu juga uang yang dikeluarkan masih tetap irit".

SubhanAllah, Meskipun saya masih mahasiswa S1, saya sudah menemukan teori baru. Ini merupakan gebrakan baru dalam dunia pendidikan. Sebutan saya sekarang adalah Prof. Niko Cahya Pratama "Amin".

Wassalam....
UPI Net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar