Senin, 26 April 2010

Naik- turun


Bismillahirrahmaanirrahiim

Memang, tidak bisa disangsikan lagi, bahwasannya solat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Selain kapasitas saya sebagai seorang muslim yang harus meyakini firman-Nya di surat Al- Ankabut : 45, Pengalaman yang saya rasakan sendiri, memang berkata demikian. Hidup serasa kacau tidak bisa teratur, apapun yang dikerjakan pasti hasilnya nol koma, seakan susah sekali untuk bisa mencapai sesuatu, jika solat yang dilakukan jauh dari kata khusuk, terlebih-lebih tidak memperhatikan waktunya. Solat subuh dilakukan hanya beberapa detik sebelum sang raja siang keluar dari peraduannya. Solat dzuhur didirikan hanya dengan tenaga sisa yang telah digunakan untuk mengejar dunia dan dunia. Begitupun dengan solat-solat yang lainnya.

Sebaliknya, hidup serasa tenang dan damai jika kita menjaga solat kita, baik itu kekhusuannya ataupun ketepatan waktunya. Apapun yang dilakukan serasa nikmat. Beban-beban hidup yang menumpuk serasa terevaporasi layaknya matahari yang menguapkan air. Awan mendung yang menyelimuti hati serasa terbuka dan hati ini cerah kembali. Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa kuat kita mempertahankan keimanan itu. Karena sesungguhnya sifat keimanan seseorang itu naik-turun, kadang imannya naik, namun dilain waktu turun kembali.

Banyak orang, mungkin termasuk saya, beralasan seperti ini," Wah, saya lagi males untuk berbuat itu (baca: ibadah) iman saya lagi turun nih, iman itukan kadang naik dan kadang turun."

Alasan-alasan yang seperti itu dan ataupun yang sejenisnya, merupakan alasan yang tidak patut untuk diucapkan. Memang iman itu kadang naik dan kadang juga turun, tapi naik-turunnya iman seseorang itu tidak dengan sendirinya, melainkan ada yang menyebabkannya. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah amalan atau perbuatan yang kita lakukan sendiri, entah itu yang sifatnya menurunkan kadar iman, perbuatan dosa misalnya, ataupun yang bisa menaikan kadar iman, contohnya berbuat kebaikan. Intinya adalah yang menentukan kadar tinggi-rendahnya iman kita adalah kita sendiri, bukan orang lain. Satu lagi, yang menentukan banyak tidaknya dosa ataupun pahala yang kita peroleh yang pada akhirnya bermuata pada balasan yang akan kita peroleh kelak, salah-satunya bergantung pada keimanan kita.

Selanjutnya, apa dan bagaimananya kita kelak di hari yang mana semua umat manusia dikumpulkan di suatu padang yang maha luas, kita sendiri yang menentukan, karena sesungguhnya kita sendiri yang memegang kunci pintu-pintu rahasia itu. Merugi atau bahagikah kita kelak??? hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya!!!

Wassalam...
UPI Net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar