Selasa, 15 Maret 2011

Baik-Baik disana

Di kopontren lantai tiga. Seketika para santri terdiam membisu, padahal beberapa detik yang lalu, celotehan masih keluar dari mulut kami. Barusan, ustad Mardais memberitahu kami, bahwa ada seorang santri ikhwan PPM yang dikeluarkan dari ponpes DT. Mungkin, orang yang merasa paling terpukul adalah Adit, Faqih, Mamat juga diriku, yang tidak lain adalah para penghuni kamar nomer tiga belas. Bagaimana tidak, santri yang dikeluarkan itu adalah sahabat kami, sahabat satu kamar kami. Dia adalah Dzulkifli (kang Zul). Setelah ustad Mardais mengumumkan hal ini, tanpa ada komando sebelumnya, kami, penghuni kamar nomer tiga belas, saling memandang satu sama lain. Aku dapat membaca raut wajah teman-teman satu kamarku, wajah mereka penuh dengan rasa tidak percaya. Mungkin merekapun demikian kepadaku.

“ Dzulkifli telah melakukan kesalahan yang tidak bisa kami tolerir lagi, ini sudah melampaui batas !” ujar ustad Mardais disela-sela pengumuman.


 “ Jadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran bagi kita semua. Setiap peristiwa pasti ada hikmah dibaliknya, maka ambilah hikmah itu, sebagai gambaran untuk kita dalam mengarungi kehidupan kedepannya,” tutup ustad Mardais, sebelum disambung dengan materi akidah yang diajarkan beliau langsung.
          
Malam itu materi terasa aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang. Selepas materi, yang biasanya banyak pertanyaan dari santri, malam itu tidak satupun pertanyaan yang dilontarkan. Selepas materi, sesampainya di kamar, aku mendapati kang Zul sedang tidur di kasur lipatnya. Dia tidur terlentang tanpa selimut yang membalutnya. Tangan kanannya dia tumpangkan pada keningnya bermaksud menghalangi matanya dari cahaya lampu listrik yang menyala. Kang Zul masih mengenakan celana katun warna hitam dan kemeja pendek kotak-kotak warna kuning. Tas cantel hitam tergeletak beberapa senti dari tubuhnya. Aku tidak tahu, apakah kang Zul beneran tidur atau tidur-tiduran, yang jelas, kami, teman satu kamarnya, belum berani untuk berbicara dengannya dalam waktu dekat ini. Akan kami biarkan terlebih dahulu pikirannya agar kembali tenang, supaya dia dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi pada dirinya.
           
Mungkin, satu atau dua hari kedepan, kami tidak mendapati kang Zul lagi ada di kamar ini. Tidak ada lagi candaan ringan khasnya. Tidak akan ada lagi yang diam-diam menggelitiki kami dari belakang. Tidak ada lagi yang memanggil Faqih dengan sebutan “ Udin”. Tidak ada lagi yang menemani Adit dihukum push-up karena tidak solat subuh berjamaah di mesjid. Tidak ada lagi perbincangan tentang mobil keluaran terbaru antara Mamat dan kang Zul. Dan tidak akan ada lagi partner diskusi tentang buku yang telah kami (aku dan kang Zul) baca. Yang mungkin tertinggal hanyalah jejek-jejaknya saja. Jejak yang mungkin suatu saat nanti bisa membuat kami meneteskan air mata jika sedang mengenangnya.
       
Memang, jika diperhatikan, akhir-akhir ini kang Zul terlihat berbeda dari biasanya. Dia lebih suka menyendiri. Pulangnya lebih telat dari biasanya. Kang Zul sering menerima telfon entah dari siapa itu datangnya, mungkin dari teman-temannya diluar sana, yang jelas, jika diperhatikan lebih jauh, telfon itu merupakan sebuah ajakan, karena tidak lama setelah menerima telfon itu, kang Zul langsung pamit untuk keluar asrama. Tidak jarang, kang Zul pergi hanya beberapa saat saja sebelum materi malam dimulai. Entah apa yang dilakukannya diluar sana. Mudah-mudahan tidak bertindak selain kebaikan.
        
Kemarin lusa. Jam setengah sepuluh malam. Ba’da materi siroh nabawiah oleh ustad Mulyana. Aku, Adit, Faqih dan Mamat mengobrol ringan. Ditengah-tengah serunya percakapan kami, kang Zul pulang. Dia mengucapkan salam. Kami menjawab salamnya berbarengan, kecuali Mamat yang sedang makan. Mamat hanya menanggapi salam kang Zul dengan angkatan tangan kanannya, hal itu mungkin karena makanan masih penuh mengisi rongga mulutnya. Yang paling aku ingat, ketika itu, wajah kang Zul terliat sedikit murung, seperti ada beban berat yang sedang dipikulnya.
        
Kang Zul membuka kasur lipatnya, kemudian langsung rebahan di atasnya. Namun, belum satu menit dia mengistirahatkan tubuhnya, hapenya berdering. Kang Zul membuka ret sleting tas cantel hitam yang seolah telah menjadi sahabatnya. Dia mengambil hape di dalamnya, kemudian langsung menerima telfon itu. Terjadi sedikit perbincangan antara kang Zul dengan orang diseberang sana. Obrolan itu sangat singkat. Bahkan terlalu singkat untuk kami mengetahui apa isi pembicaraan mereka. Selepas menutup telfon, kang Zul langsung pamit keluar kepada kami. Hanya dua kata yang bisa kami berikan untuk kang Zul, yaitu “ Hati-hati”, kecuali Mamat. Sekali lagi, dia hanya mengacungkan tangan kanannya. Mulut Mamat mengunyah-ngunyah makanan yang memenuhi mulutnya.
          
Beberapa hari kedepan, mungkin kang Zul sudah tidak tidur lagi di kamar nomer tiga belas. Kamar kami tercinta. Kamar yang syarat akan kenangan. Dan, ketika itu benar-benar terjadi, kami harap (Aku, Adit, Faqih dan Mamat), kang Zul baik-baik diluar sana. Mudah-mudahan peristiwa ini bisa membuat kang Zul lebih baik dari sebelumnya. Ingatkah dengan apa yang telah kita bicarakan dulu. “ Kita laki-laki. Kita sudah dewasa, mungkin sebentar lagi kita akan menjadi imam untuk istri kita, maka segeralah perbaiki diri.”   Nasihat itu kang Zul berikan untuk kami, adik-adikmu di kamar nomer tiga belas. Sadarkah kau kang Zul, nasihat itu sangat menyentuh hati kami. Kami sedang berusaha untuk mengamalkan itu. Dan disini, dikamar nomer tiga belas, kamipun berharap, kang Zul juga mengamalkan apa yang telah dikatakan kang Zul itu.
          
Kang Zul. Jika diriku boleh berhipotesis, sedikit banyaknya, penyebab dari peristiwa ini adalah karena kurang kuatnya benteng dari diri kang Zul dalam meyaring sebagian dari teman-teman yang kang Zul miliki. Ingatkah Akang dengan nasihat yang pernah diberikan oleh guru kita, Aa Gym, tentang pergaulan. Sekedar mengingatkan saja, ketika itu Aa mengatakan bahwa, seorang teman itu sangat berpengaruh terhadap prilaku kita. Kita bisa melihat bagaimana pribadi seseorang itu dari dengan siapa dia berkawan. Ibarat pepatah mengatakan bahwa, orang yang bergaul dengan pandai besi, maka dia akan terkena panasnya, dan orang yang bergaul dengan tukang parfum, maka dia akan kebagian wanginya. Begitupun dengan diri kita, ketika kita bersahabat dengan orang baik, maka peluang untuk kita menjadi orang baik itu cukup besar. Pun sebaliknya, ketika kita berteman dengan orang tidak baik, maka peluang kita menjadi orang tidak baik besar pula.
         
Teringat sebuah nasihat Aa lagi. Beliau mengatkan bahwa, nasihat ini didapatkan dari seorang ustad, sahabat beliau. Aa memberikan nasihat ini pada materi MQ ON AIR, ba’da subuh di mesjid DT.
        
“ Ada lima rumus untuk kita dalam pergaulan,” ujar Aa, beliau mengacungkan kelima jarinya kepada para pendengar yang hadir di mesjid DT.
          
“ Pertama. Bertemanlah dengan orang yang bisa menjadi guru ibadah bagi kita. Dengan demikian, kita akan beruntung karena bisa mendapatkan ilmu dan bimbingannya dalam beribadah.”
          
“ Kedua. Betemanlah dengan orang yang bisa menjadi teman ibadah kita. Karena dengan begitu, kita bisa saling menasihati dalam kebaikan, dan saling memperingati dalam keburukan.”
         
“ Yang ketiga. Bertemanlah dengan orang yang bisa menjadi murid ibadah. Karena dengan kehadiran dia, kita bisa mengamalkan ilmu yang kita miliki kepadanya. Ingat! Dengan pengamalanlah ilmu itu akan barokah.”
      
“ Yang keempat. Bertemanlah dengan orang yang tidak mengganggu ibadah kita. Walaupun dia tidak ikut beribadah dengan kita, namun dengan catatan, kita telah mengajak atau memperingatinya, minimal dia tidak mengganggu ibadah kita.”
     
“ Dan yang kelima, atau yang terakhir,” Aa menghentikan sejenak perkataannya. Beliau mengacungkan jari telunjuknya, kemudian menggoyang-goyangkannya isyarat untuk tidak melakukan yang kelima ini. “ Jangan beteman dengan orang yang bisa megganggu ibadah kita, karena ini akan membahayakan iman kita.”
      
Wahai kakakku kang Zul, kakak kami di kamar nomer tiga belas. Inilah sepenggal kenangan kita di program pesantren mahasiswa daarut tauhiid. Mudah-mudahan kita dipertemukan kembali di waktu, tempat, dan segala sesuatunya yang lebih baik dan diberkahi Allah SWT, aamiin. Satu pesan terakhir dari kami untuk kang Zul. Ma’af, sedikit diralat, tidak hanya untuk kang zul, pesan ini untuk diri kami juga, dan untuk orang-orang yang membaca tulisan ini (kalau memang ada yang baca). SELALU JAGA BAIK-BAIKLAH SOLAT KITA, karena jika solat kita baik, maka segala sesuatu dalam hidup kita akan ikut baik pula. INI JANJI ALLAH, PASTI KEBENARANNYA.  

6 komentar:

  1. ini mah curhatan ya....
    tp LIKE THIS...!!! ^,^

    BalasHapus
  2. ana lebih tertarik dg makna ukhuwahnya.
    Subhanallah, Allah telah menciptakan rasa sayang.
    kita semua gak tau kapan kita akan di pisahkan dari org2 yang ada disekitar kita sekarang.
    mungkin sekarang dia org yang paling menyebalkan tapi suatu saat kita tetap akan mengenangnya.

    BalasHapus
  3. jazakallah khairan katsir , shodiqi min gurfah 13 ,insya Allah ane ga akan pernah sedikitpun lupa sama sobat2 semua .... teruskan perjuangan mu sobat ...

    BalasHapus
  4. tulisan adalah pengikat..
    pengikat ilmu, pengikat kenangan, dan bahkan mungkin pengikat ukhuwah..
    like lah...

    untuk kawan yang akan menempuh jalan baru (walpn g tau, tp gpp y)....
    yakinlah, dimana pun di dunia ini kita ditakdirkan, Allah akan selalu dekat, walapun terkadang kita merasa sangat jauh dari Allah...

    Semangat kawan...!! kita sukses bareng-bareng...

    BalasHapus
  5. @ NangNengNong: :-)
    @ Untuk dipetik hikmahnya: ^_^
    @ Anonim: @_@
    @ Kang Zul: kita sama-sama berjuang kang, tetap semangat, jangan lupa, main ke darussalam ya, he...kita main futsal lagi.
    @Nair: AAmiin...

    BalasHapus