Sabtu, 12 Mei 2012

Langit Berwarna Jingga

Sore yang indah. Langit tampak biru keputihan, karena hamparan awan putih nan lembut menyelimutinya. Awan itu serupa kelambu halus di ranjang pengantin baru. Mentari menjingga. Bentuknya seakan membesar.

 Hari ini, tepat hari ketiga aku di rumah. Saat ini aku sedang duduk berdua saja dengan bapak di teras samping rumah yang menghadap pada halaman. Seperti biasa jika kami sedang berdua, bapak sering memegang buku. Kaca mata tebal mencantel pada daun telinganya. Sementara aku, hanya duduk saja sambil memandangi lembayung senja. Sesekali kami berbincang ringan.

 “ Pak, Aa kan lulusnya mungkin akan telat. Jika semuanya lancar, Insya Allah mungkin lulusnya sekitar satu setengah atau dua tahun lagi. Nah, jika nanti ditakdirkan panjang umur dan bisa lulus, menurut Bapak, Aa langsung pulang ke sini dan langsung ngajar di SMA daerah sini atau di Bandung saja dulu. Ngajar di sana, ngumpulin uang trus lanjut S2 sekalian? Mending yang mana menurut Bapak?”

 Bapak tidak bergeming. Tangannya masih menggenggam buku. Matanya masih membaca. Tapi aku tahu, bapak mendengarkan pertanyaanku.

 “ Gimana pak?” “

Aa sudah dewasa. Aa pasti tahu jalan mana yang baik. Bapakmah terserah Aa saja,” jawab bapak pendek. Hanya itu saja. Benar-benar hanya itu. Bapak membaca buku lagi.

Kaki langit barat semakin menjingga. Mentari sore semakin membesar. Sebentar lagi ia akan istirahat. Melepas lelah di peraduannya.

 Angin laut yang biasanya membelai dedaunan pohon-pohon di halamanku kini tak tampak. Semesta terasa tenang. Setenang jiwaku hari ini. Beginilah suasana hatiku jika sedang di kampung.

 “ Pak, kalo ada rejeki, Aa ingin lanjut S2, tapi, disamping itu juga, saat lulus nanti, Aa ingin segera mencoba untuk membina remaja di sini. Aa ingin membina komunitas bismillah yang sedang fakum,” aku utarakan keinginanku pada bapak yang masih membaca.

Bapak masih membaca. Dengan pandangan masih pada buku, bapak menjawab ucapanku.

 “ A,” bapak memberi jeda.

“ Bapak pernah berada pada usia Aa sekarang ini. Sama halnya dengan Aa, bapak pernah memiliki keinginan yang kurang lebih sama dengan apa yang ada di kepala Aa ini. Saran bapak, jalan manapun yang Aa pilih. Mau itu langsung pulang, ataupun S2 dulu, untuk sekarnag ini, Aa gali saja dulu ilmu di sana sebanyak-banyaknya. Sebanyak yang Aa bisa. Setelah waktunya tiba dan saat Aa merasa siap, silahkan Aa pulang dan amalkan ilmu yang Aa dapatkan itu untuk kemaslahatan di sini.

Kemudian, satu lagi hal penting yang wajib Aa ketahui. Saat Aa berjuang nanti, jalan yang dilewati nanti tidak selalu mulus. Ada kalanya berlubang dan berbatu. Tidak jarang Aa menemui jalan yang terjal dan berliku. Dan mungkin, Aa akan menemui jalan penghubung yang terputus. Ketika semua itu Aa rasakan, Aa seumpama mobil yang kehabisan bensin. Otak Aa seakan tidak bisa digunakan lagi. Aa pasti akan merasa jenuh. Jika Aa tidak pandai dalam mengelola rasa jenuh itu. Maka jalan mulia yang Aa niatkan diawal itu akan terhenti.

 Untuk itu, Aa tidak bisa berjuang seorang diri. Aa butuh orang yang menguatkan Aa. Aa butuh penasihat. Aa perlu penghibur, yang mampu mendinginkan hati dikala kepanasan dan menghangatkannya saat kedinginan. Jika Aa ingin sampai tujuan, Aa harus memiliki orang yang seperti ini.”

Bapak berhenti melihat buku. Ia buka kaca mata tebalnya, lalu menatap diriku.

“ Aa pasti tahu apa maksud Bapak,” ucap bapak diplomatis.

Aku mematung di samping bapak.

“ Pilihlah ibu yang baik untuk anak-anak Aa. Pilihlah pendamping hidup yang mau berjuang bersama dengan Aa. Berjuang dengan ikhlas dalam membangun ummat!”

Aku membeku.

Sumpah, aku antara percaya dan tidak, mendengar bapak mengatakan itu. Mungkinkah ini pertanda bahwa bapak sudah menyalakan lampu hijau? Benar ataupun tidak, aku harus segera memperbaiki diri. Aku harus secepatnya berburu ilmu. Aku harus mengikis rasa jenuh yang sekarang menghantam jiwaku. Meskipun berat, aku akan terus berusaha.

Aku palingkan pandanganku dari bapak. Aku melihat kaki langit barat. Warna jingganya semakin pekat. Sebagian tubuh mentari sudah tercelup kedalam laut. Sebentar lagi, adzan magrib akan berkumandang.
***

2 komentar:

  1. waahh ter haru sekali mas ..,, lanjutkan ..!!! genggam terus niat nan tulus, lurus dan ikhlas itu mas... insya allah, allah akan menuntun... tuntunnannya pasti akan membukakan jalan yang tertutup, akan menerangkan jalan yang gelap. semangat . . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyAllah Mas...
      Mari kita berjuang beersama... :-)

      Hapus