Minggu, 13 Mei 2012

Suara Seksi


Jika aku ditakdirkan bertemu orang baru. Seseorang atau beberapa orang melihatku dengan pandangan heran. Jika ada teman bicara, mereka saling berbisik. Sesekali melihat diriku ditengah-tengah bisikan itu. Setelah itu tersungging senyuman. Senyuman yang penuh dengan tanya. Paling tidak pertanyaan yang aku ajukan sendiri pada hatiku. Ada apa ini? Kenapa mereka seperti itu? Mereka saling berbisik satu sama lain, melihatku, lalu menyunggingkan senyuman. Aku bertanya-tanya.

Namun, belakangan ini aku tahu jawabannya. Jawaban dari berjuta pertanyaan yang mengendap di kepalaku. Adalah suaraku. Suaraku yang terbilang kecil untuk ukuran usia, jenis kelamin, serta tinggi dan berat badanku. 

“ Suaranya kaya suara wanita,” bisik orang-orang yang baru mengenal diriku. Bisikan itu dia gumamkan pada teman di sampingnya. Tidak jarang, aku mendengarkan bisikan itu.

“ Lucu. Suaranya kecil,” ujar orang-orang baru lain.

Ia, memang seperti itulah adegan yang sering terjadi ketika aku berkenalan dengan orang baru. 

“ Dulu, saat kita pertama bertemu, satu hal yang paling menarik perhatianku adalah suaramu, Ko. Ketika itu suaramu terbilang sangat aneh untuk seorang laki-laki. Tapi, lama-kelamaan, seiring berjalannya waktu dan semakin seringnya intensitas pertemuan kita, suaramu itu menjadi tidak aneh lagi, mungkin karena keseringan dengar kali ya?” ungkap beberapa orang teman pada sesi curhat-curhatan tentang memori perkenalan kami dulu. Redaksi kalimatnya ada sedikit yang berbeda, tapi intinya tetap sama. 

Beberapa adegan yang hingga saat ini masih tergambar jelas di tempurung kepalaku adalah sebagai berikut:

Pertama. Saat itu aku berjalan dengan tergesa-gesa. Alasannya adalah jam kuliah pagi sudah masuk. Hari itu aku masuk jam tujuh. Sementara jam di hape menunjukan angka tujuh lebih sepuluh. Hari itu jadwal kuliah padat, bergerendel dari pagi hingga menjelang ashar. Aku belum sempat sarapan. Beruntung, di depan gerbang menuju kampus, disana ada yang jualan roti kukus. Segera aku menghampiri gerobak itu. Penjualnya seorang ibu setengah baya.

“ Rotinya satu Bu,” pintaku.

Si ibu masih sedang membereskan beberapa peralatan dagangnya. Tanpa melihat diriku, sang ibu bertanya balik, “ Rasa apa Neng?” 

WHAT! NENG!? Aku dipanggil “Neng”. Aku mengernyitkan dahi.

“ Rasa apa Neng?” tanya ibu sekali lagi. Kali ini sambil melihat ke arahku. Betapa terkejutnya si ibu saat menyadari sesosok makhluk yang berdiri di hadapannya memiliki kumis dan janggut tipis. Wajah si ibu mengkerut layaknya kerupuk yang tersiram air. Si ibu lalu tersenyum.

Aduh, punten atuh nya A. Dikira ibu, si Aa teh, awewe,” ujar si ibu dibumbui senyuman permohonan maaf. 

Si ibu melayaniku. Aku memberikan sejumlah uang. Kemudian meluncur menuju kampus.

Kedua. Saat itu aku sedang pusing. Istilah kerennya, aku sedang galau. Bagaimana tidak? Tugas numpuk, menunggu segera dikerjakan. Uang makan menipis. Alhasil, beberapa waktu kebelakang, aku tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Dua minggu sudah aku tidak mencuci baju. Pakaian di lemari habis. Hanya tinggal satu saja yang bersih. Itupun sedang aku kenakan. Mau tidak mau, aku harus segera mencuci. 

Galauku semakin menjadi-jadi. Aku dihadapkan pada sebuah cabang pilihan yang sulit. Satu cabang menghendakiku untuk segera mencuci segunung pakaian kotor. Tapi, konsekuensinya tugas tertunda penyelesaiannya. Sedangkan dikumpulkannya esok hari. Cabang lainnya mengharuskanku segera menyelesaikan tugas, dengan konsekuensi, esoknya aku harus rela mengenakan kaos dengan aroma yang numayan menyengat hidung. 

Akhirnya aku berjudi. Keduanya akan aku kerjakan bersamaan. Tugas tetap dikerjakan. Mencuci baju juga aku laksanakan. Namun, untuk urusan mencuci, aku gunakan jasa laundri. Walaupun uang semakin menipis saja, yang penting tugas beres dan esok hari baju sudah bersih dan wangi. Perkara uang, itu bisa dipikirkan lagi nanti.

Aku jejalkan tumpukan pakaian kotor pada kantong plastik ukuran jumbo. Aku berlari menuju tempat laundri dekat asrama. 

Pintu laundri terbuka. Aku masuk sembari mengucapkan salam. Di dalam, tak kutemui penjaga seorangpun. 

“ Permisi !” ucapku dengan suara sedikit mengeras.

Setelah beberapa lama, akhirnya ada sahutan juga, “ Iya Teh, tunggu sebentar ya,” seseorang menjawab dari dalam. 

Masya Allah, sekalinya ada sahutan, aku dipanggil teteh. Saat pemilik laundri menyadari bahwa ia salah tebak, secara reflek matanya melotot. Bibirnya nyengir kuda. Dengan malu-malu, sang pemilik laundri melayaniku. Satu langkah aku keluar laundri, sayup-sayup kudengar tawa yang ditahan-tahan.  

Ketiga. Saat itu aku sedang ada jadwal di SMM (super mini market). Ketika itu aku masih menjadi karyawan freelance. Numayan, mengisi waktu luang disela-sela kuliah, itung-itung sedikit meringankan pundak orang tua. 

Saat itu aku sedang mengamati pajangan barang. Tak sengaja kudapati seorang ibu terlihat sedang bingung mencari sesuatu. Mendapati itu, aku langsung menghampirinya.

“ Permisi Bu, ada yang bisa dibantu?” tawarku.

Sang ibu masih sibuk melihat-lihat barang. Tatapannya fokus pada pajangan.

“ Kalau madu di sebelah mana ya Mbak?” 

Aku ajak sang ibu untuk mengikutiku. Aku meluncur menuju pajangan madu. Sang ibu mengikuti dari belakang. Mengenai bagaimana raut wajah dan gumaman yang keluar dari hati sang ibu aku tidak mengetahuinya.
***

Belum selesai. Masih ada satu lagi pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Memori ini terjadi beberapa tahun lalu. Ketika aku masih tergabung dalam skuad klub sepak bola PERSERANG. Satu dari beberapa klub terbaik di Banten. 

Saat itu sedang berlangsung kompetisi nasional tingkat usia dibawah 18 tahun. Kompetisi itu berlangsung di Pandeglang, salah-satu kabupaten yang ada di Banten. Kompetisi berlangsung selama dua minggu. Karenanya, selama waktu itu, klub perserang menyewa sebuah hotel di dekat alun-alun Pandeglang. Namanya adalah “Hotel Paranti”. Sebuah hotel yang terhitung baik menurutku.

Di hotel itu, kami, para pemain, diperlakukan bak seorang raja. Semua kegiatan diatur sedemikan rupa, agar kondisi para pemain tetap bugar saat berkompetisi nanti. Pola makan diatur. Menunya super bergizi. Kami diberikan banyak vitamin. Disediakan juga tukang pijat profesional, yang sewaktu-waktu bisa digunakan jasanya saat badan terasa pegal. 

Suatu pagi. Saat itu hari Minggu. Setelah melaksanakan latihan pagi di lapangan alun-alun, kami bersih-bersih diri. Jam sembilan kami sarapan dengan menu super nikmat dan bergizi. Selepas itu, aku dan dua orang rekan satu timku jalan-jalan mencari udara segar ke halaman depan hotel. Kami sepakat untuk duduk santai di depan studio radio paranti fm. Saat itu sedang berlangsung siaran on air. Dari luar studio, kami mendengarkan sambil mengobrol ringan. Tanpa diduga sebelumnya, seorang kru radio menghampiri kami. Dia tahu jika kami adalah pemain perserang. Untuk itu, kru itu meminta kami bertiga untuk menjadi bintang tamu pada siaran on air itu. WAW, sebuah tawaran menarik menurutku saat itu. Aku yakinkan kedua temanku. Mereka menyetujui. Akhirnya, kami masuk studio siaran. 

Studionya berukuran tidak kecil, juga tidak terlalu besar. Pada temboknya ditempel alat kedap suara, tujuannya mungkin supaya suara di dalam studio tidak menggema. Ada komputer, mikrofon, dan beberapa alat lain yang tidak kuketahui namanya. Satu diantaranya adalah alat besar yang terdiri dari banyak tombol. Kami duduk pada kursi yang berseberangan dengan sang penyiar. kami disuruh memperkenalkan diri pada para pendengar. Setelah itu ditanya banyak pertanyaan terkait kompeisi nasional tingkat usia dibawah 18 tahun dan juga seputar tim kami, yaitu perserang. 

Beberapa waktu berselang. Tibalah pada sesi tanya jawab. Penyiar mempersilahkan kepada para pendengar untuk mengirimkan SMS atau menelfon. Ketika sesi itu berlangsung, satu hal diluar dugaanku terjadi. Bukannya bertanya tentang tema yang sedang dibicarakan, mereka malah membicarakan tentang suaraku. Dan, mayoritas penelfon berjenis kelamin wanita.

“ Niko suaranya seksi. Aku suka,” ungkap seorang penelfon wanita.

“ Kok bisa sih, suara kamu seseksi itu?” tanya penelfon lain.

“ Aku suka suaramu Niko. Nanti boleh main ke paranti ya?” pinta seorang remaja asli Pandeglang. 

“ Suara kamu seksi. Aku jadi penasaran dengan rupamu!” curhat yang lain. 

Masih banyak lagi ujaran para penelfon lain. Sang penyiar menggeleng-gelengkan kepalanya melihat diriku. Begitupun dengan kedua rekanku. Mereka hanya tersenyum simpul mendapati sahabatnya diperlakukan seperti itu. Aku jawab semua pertanyaan itu apa adanya. Inti dari semua jawabanku adalah: bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian terbaik dari Allah yang wajib kita syukuri. Tugas kita adalah bagaimana menggunakan pemberian terbaik itu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita menggunakannya untuk hal-hal yang dimurkai Sang Pemberi. Selain itu, kita juga harus fokus pada kegunaan dan kemanfaatannya. Bukan fokus pada komentar orang tentang yang kita miliki itu. Sebab, jika kita fokus pada pendapat manusia. Maka kita akan kecewa saat komentarnya tidak sesuai dengan yang kita inginkan, serta tinggi hati saat komentarnya menyanjung diri. 

Sebelum penutupan, aku dan kedua rekanku memohon untuk dido’akan oleh para pendengar, agar tim kami diberikan yang terbaik pada kompetisi tingkat nasional tahun ini. Sesaat sebelum penyiar menutup, dia berujar bahwa ada satu lagi SMS masuk. Pesan elektronik itu datang dari salah-seorang remaja yang tadi menelfon. Dengan suara lantang khas seorang penyiar radio, sang penyiar itu membacakan SMSnya.

“ Rekan-rekan paranti fm, ini masih ada satu lagi pesan yang masuk. Lagi-lagi pesan ini ditujukan kepada pemain perserang muda yang sedang duduk di hadapan saya. Isi pesannya sebagai berikut: pemilik suara seksi, bagaimana, saya boleh main ke paranti kan? 

Wah, wah, waaaaaah. Tampaknya sedang ada yang penasaran nih, hehehe...” canda sang penyiar.

Mendengar itu, aku hanya bisa melirik pada kedua rekanku. Kami saling tatap satu sama lain. Sang penyiar menutup acara. Sebuah lagu merdu diputarkan. Lagu itu melantun dengan indah dan harmonis.
***

2 komentar:

  1. Gua juga sering dikatain suaranya...>_<
    Tapi ya, buat apa dipikirin, yg penting kita pede dan mau nerima diri sendiri apa adanya. Nice share =)

    BalasHapus