Cinta, barusan aku membaca
beberapa lembar dari sebuah buku. Dan aku ingin berbagi hasil yang kudapatkan
itu padamu.
Cinta, katanya, ibadah itu tidak
hanya soal solat, zakat, puasa, naik haji, ataupun sejenis yang lainnya.
Katanya, ibadah itu luas cakupannya. Segala tindak tanduk kita, setiap hirup
nafas dan gerak gerik kita itu bisa saja memiliki nilai ibadah. Hanya saja, ada
satu tahapan yang harus kita lalui untuk bisa mendapatkan nilai ibadah itu.
Apa? Adalah niat. Untuk apa kita meniatkan apa yang kita laksanakan itu.
Belum selesai, Cinta. Katanya,
untuk kita bisa memiliki niat yang benar dalam setiap tindak tanduk kita, itu
bergantung pada benar atau tidaknya akidah kita. Nah, apa itu sebenarnya
akidah? Akidah adalah kepercayaan. Ya, akidah adalah kepercayaan. Atau apa yang
diyakini oleh seseorang. Akidah itu iman. Iman kepada Allah, kepada malaikat,
kepada kitab-kitab, kepada rasul, kepada hari akhir, juga kepada takdir yang
baik ataupun yang buruk. Atau yang lebih kita kenal sebagai rukun iman.
Cinta, jika dibedah, syariat itu terbagi menjadi dua, yaitu: i’tiqadiah, atau sesuatu yang tidak
berhubungan dengan tata cara amal. Misalnya adalah kepercayaan hati kita
terhadap Allah, terhadap malaikat, juga kepada rukun-rukun iman yang lainnya.
Kemudian yang kedua adalah amaliah. Amaliah
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tata cara amal. Misalnya
sholat, zakat, puasa, dan seluruh hukum amaliah lainnya.
Ada satu hal penting yang harus
diketahui, Cinta. Katanya, benar atau tidaknya amal ibadah kita itu tergantung
pada benar atau tidaknya kepercayaan kita. jika kepercayaan kita benar, maka
ibadah kita pun akan benar dan memiliki nilai ibadah. Pun sebaliknya, jika
kepercayaan kita salah, maka ibadah kita itu akan sia-sia belaka. Amal yang
kita lakukan itu akan percuma saja. Tidak akan pernah memiliki nilai ibadah. Kita
hanya akan mendapatkan rasa lelahnya saja. Sementara pahala yang kita harapkan
ituakan menguap entah kemana. Ibarat embun yang disengat matahari. Maka, dalam
hal ini, kepercayaan yangbenar itu merupakan fondasi bagi bangunan agama, serta
merupakan syarat dari sahnya amal.
Cinta, dibawah ini akan kucantumkan
ayat suci yang berhubungan dengan tulisan ini:
# “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan
Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Az-Zumar:
110)
# “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu
dan kepada (nai-nabi) yang sebelummu, ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-rang yang
merugi.” (Az-Zumar: 65)
# “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik).” (Az-Zumar: 2-3)
Cinta, ayat-ayat di atas
menunjukan bahwa segala amal itu akan diterima jika diniatkan hanya untuk Allah
semata. Dengan kata lain, amal kita tidak akan diterima jika tidak bersih dari
syirik.Dan, karena inilah mengapa hal pertama yang didakwahkan oleh para rasul
kepada umatnya adalah agar menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang
dituhankan selain Dia. Sebagaimana firman-Nya di bawah ini:
# “Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Beribadahlah kepada Allah (saja), dan
jauhilah Thagut itu.” (An-Nahl: 36)
# “... Beribadahlah kepad Allah, sekali-kali
tak ada Ilah bagimu selain-Nya.” (Al-A’raf: 59, 65, 73, dan 85)
Cinta, itulah yang kudapatkan
hari ini. Semoga bermanfaat untukku, juga untukmu. Untuk kita. Mari kita
belajar lagi. Belajar untuk menjadi pribadai yang disukai oleh Allah SWT.
***
iya akang. saya mengerti itu.. terima kasih atas ceritanya akang
BalasHapus