Seperti biasa, malam Jum'at adalah jadwal para santri laki-laki
besar ponpes Daarul haliim berkumpul di teras depan rumah Kyai Rofiq. Agendanya
adalah mengaji. Lebih tepatnya mengaji khusus untuk para santri ikhwan generasi
pertama.
"Untuk ngaji malam Jum'at di rumah saya, sementara santri
ikhwan yang besar-besar dulu," kurang lebih kalimat ini yang dulu kyai
Rofiq ucapkan pada kami.
Satu kebiasaan kyai Rofiq sebelum mulai pengajian adalah membawa
setumpuk makanan. Dan yang tidak pernah terlewatkan adalah buah-buahan.
Biasanya kyai membawa nampan dari dalam, kemudian meletakan makanan dan
buah-buah di nampan itu pada meja di hadapan para santri. "Silahkan
dimakan dulu," tawar kyai Rofiq.
Jika sudah begitu, biasanya santri saling tatap. Tidak ada bahasa
memang, tapi mata mereka yang berbicara. "SIKAT!" mungkin itu arti
dari tatapan para santri. Awalnya, tidak ada pergerakan dari santri. Sependek
pengamatan saya, tangan para santri mulai ada pergerakan ketika kyai Rofiq
menawarkan untuk yang kedua kalinya. "Silahkan dimakan!". Pelan-pelan
tangan santri merayap di atas meja. Tentunya dengan mata masih saling
memandang. Saat kyai beranjak masuk rumah. Tanpa ada komando, kecepatan tangan
santri seolah menyerupai kecepatan cahaya. Serempak mereka menerkam isi nampan.
Tidak terkecuali juga tangan saya, hehe.
Episode kali ini, kyai Rofiq menjelaskan tentang kebersihan diri.
"Kata imam Ghozali, agama itu dua, yaitu perintah dan larangan.
Dari kedua hal ini, mana yang harus kita dahulukan? Yang harus kita dahulukan
adalah larangan," jelas kyai Rofiq. Kami, para santri, duduk terpaku
menatap sang kyai.
"Imam Ghozali juga berkata, bahwa asal agama itu adalah
larangan. Perintah itu terbatas waktu dan tempat. Sementara larangan
tidak." Jelas kyai Rofiq menambahkan.
"Contoh, kita diperintahkan untuk solat. Solat itu ada waktu-waktunya. Dalam sehari kita diwajibkan solat lima kali. Setiap solat ada waktunya masing-masing. Kemudian, adakah solat setelah solat subuh sampai terbit matahari? Lalu adakah solat setelah ashar hingga terbenam matahari? Tidak ada kan? Lha, inilah maksud dari perintah itu ada batas waktu dan tempatnya."
"Kemudian, setiap bulan Ramadhan, kita ada kewajiban membayar
zakat fitrah. Lalu apakah bisa kita berzakat fitrah di bulan selain Ramadhan?
Tentu tidak akan bisa kan? Inilah maksud perintah terbatas waktu dan tempat
itu."
"Sekarang kita berpindah pada larangan," kyai Rofiq
memberi jeda. Sekedar membiarkan kami untuk berpikir. "Misalkan berzinah.
Melakukan perzinahan itu haram bagi siapapun. Baik muda maupun tua. Apakah
kemudian berzinah boleh dilakukan saat seseorang sudah mencapai usia 40 tahun
misalnya? Tidak kan?! Tetap saja tidak boleh. Inilah bukti bahwa larangan tidak
terbatas waktu dan tempat." jelas kyai Rofiq. Mata beliau menyisir mata
para santri. Saya menunduk.
"Dari sini kita tahu bahwa, menghindari keharaman dan
kemaksiatan, itu harus didahulukan dari melakukan ibadah. Membersihkan hati dan
diri itu harus didahulukan dari menghias. Ibaratnya seperti ini, apa gunanya
kita memakai baju bagus, jika kita belum mandi?" kyai memberi pertanyaan
retoris.
"Nabi berkata, takutlah dengan perkara haram, maka engkau akan
menjadi orang yang paling ahli ibadah." kyai mengutip kalimat Rasul. Lalu
melanjutkan ucapannya. "Kuncinya adalah selalu merasa diawasi Allah. Jika
sudah begitu, insyaAllah tidak akan melakukan maksiat. Lalu bentuk syukurnya
adalah dengan melakukan ibadah kepada Allah."
"Baik, segini saja dulu untuk ngaji malam ini. Sedikit, tapi
mudah-mudahan meresap ke dalam hati. Seperti biasa, setelah ini kita akan
dzikir bersama." kyai Rofiq menutup pengajian.
Kyai masuk rumah. Mematikan lampu teras depan. Biasanya kami dzikir
dengan lampu padam. Disela-sela dzikir, sebagian santri terisak. Mereka
menangis. Saya selalu iri pada mereka. Saya juga ingin seperti mereka.
"Silahkan menangis, sebab hati yang lembut itu mudah menangis
jika ingat dosa. Air mata yang menetes karena takut dosa, kelak akan menjadi
penghalang pemiliknya masuk neraka," lirih kyai Rofiq di tengah dzikir.
"Hati yang keras adalah hati yang sulit nangis meski ingat dosa,"
kyai menambahkan. Mendengar kalimat kyai, saya takut, ingat dosa yang menumpuk,
dan akhirnya mewek juga. Hehe.
Masya
Allah, banyak pelajaran berharga yang saya peroleh dari pengajian malam
Jum'at kali ini. Dan kalimat yang masih terngiang di telinga hingga detik ini.
Bahkan hingga detik saya membuat tulisan ini. Adalah "Apa gunanya memakai
baju bagus, jika kita tidak mandi. Membersihkan, itu didahulukan daripada
menghias diri". Wallahu'alam.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar