Seorang
teman, namanya Eris, kawan satu kamar di daarul haliim. Mengirim sepotong kalimat
yang tidak begitu panjang di grup whats app santri. Meski pendek, tapi memiliki rasa yang sangat lezat menurut
saya. Kurang lebih isinya seperti ini:
Mari jaga kesehatan. Sebab bukan
hanya dirimu yang membutuhkan kesehatanmu. Tapi juga amanah yang sedang
menggelayut di pundakmu. Masih ingat bagaimana dampak yang timbul ketika Pak
Satim sakit? Sampah menumpuk di setiap depan rumah. Hingga kita harus
membersihkannya sampai larut malam. Maka jagalah kesehatan. Tidak sekedar untuk
dirimu. Tapi juga bagi amanah yang butuh kesehatanmu.
Sebuah deretan
kata yang hanya terdiri dari beberapa kalimat. Tapi langsung menusuk hati kala
saya selesai membacanya. Tidak main-main. Ujung pisau kalimat itu menghujam ke
dasar hati. Bagaimana tidak? Sebab saya adalah satu dari beberapa aktor dalam
peristiwa yang Eris kutip dalam kalimatnya. Agar lebih jelas, saya akan coba
kisahkan lagi episode itu. Begini:
Adalah pak
Satim. Usianya setengah baya. Beliau adalah tim keamanan sekolah daarul fikri
yang lokasinya hanya sepelemparan batu dari ponpes daarul haliim. Tugas jaga
sang juru keamanan ini dimulai dari setelah isya hingga menjelang adzan subuh. Begitu
terus setiap hari. Selain pekerjaan pokok ini, pak Satim juga memiliki
pekerjaan sampingan. Yaitu sebagai petugas kebersihan komplek perumahan sekitar
daarul haliim. Saban pagi pak Satim mendorong gerobak berkeliling komplek, untuk
mengambil plastik sampah yang sudah setia menunggunya di depan rumah warga. Butuh
beberapa kali balikan bagi pak Satim hingga plastik-plastik itu ludes dan berpindah
tempat ke pembuangan akhir. Menjelang siang hingga sore hari, jika sedang ada
di asrama, tidak saya temukan lagi sosok pak Satim. Sepertinya itu adalah jam
istirahat beliau. Penampakan pak Satim dapat dilihat lagi malam hari. Di pos
jaga depan sekolah daarul fikri.
Suatu hari,
pak Satim sedang tidak sehat. Hingga menyebabkannya memohon izin dari
pekerjaannya sebagai penjaga malam. Otomatis tugasnya sebagai juru kebersihan
juga alpa. Kemudian apa yang terjadi dengan pos satpam? Tentunya sekolah menugaskan
pengganti selama pak Satim sakit. Lalu bagaimana dengan nasib plastik sampah di
setiap rumah warga? Hari pertama ketiadaan pak Satim belum terasa efeknya. Tapi
apa yang terjadi setelah hari-hari berikutnya? Pelan-pelan plastik sampah
menumpuk di halaman depan rumah warga. Hingga akhirnya asatidz daarul
haliim mewasiatkan kepada para santri ikhwan dewasa untuk mengamalkan ilmu yang
telah dimiliki. Satu kalimat saja yang dikutip. Yaitu: Kebersihan adalah
sebagain dari iman. Alhasil, pasukan santri ikhwan turun. Kami menyingsingkan
lengan baju. Pada kalimat “menyingsingkan lengan baju” ini merupakan kalimat
denotatif. Kalimat dengan arti yang sebenarnya. Bukan apa-apa, kami khawatir
baju kami kotor dicium sampah, hehe... Kami lembur membasmi sampah hingga larut
malam. Setelah rampung, kami langsung tepar.
Kembali pada
kalimat dari whats app Eris di atas. Kisah tentang pak Satim ini bisa
kita jadikan sebagai pelajaran. Pelajaran agar kita selalu menjaga kesehatan
diri. Tubuh adalah amanah dari Allah. Yang namanya amanah tentunya harus kita
jaga agar tubuh senantiasa dalam kebugaran. Banyak peluang kebaikan yang bisa
kita lakukan dengan kondisi tubuh yang prima. Lain halnya jika tubuh kita
sedang sakit. Akan terasa berat meski hanya untuk menggeser pintu kebaikan
supaya bisa terbuka. Lebih jauh lagi, dan ini adalah memang maksud utama dari
tulisan kali ini. Sebab bukan hanya diri kita yang membutuhkan kesehatan
kita. Tapi juga amanah yang sedang menggelayut di pundak masing-masing dari
kita. Mari kita jaga kesehatan. Dengan rutin berolahraga, juga
mengkonsumsi makanan sehat. Serta masih banyak lagi upaya untuk memperoleh
kesehatan lainnya. Jika sekiranya kita tetap disapa sakit padahal telah sekuat
tenaga dan jiwa menjaga kesehatan. Itu adalah lain cerita. Allah pasti memiliki
rencana lain. Tentunya adalah rencana terbaik bagi kita. Tugas kita adalah
hanya berusaha saja. Berusaha untuk menunaikan amanah terhadap tubuh kita. Begitu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar