Kamis, 07 Juni 2012

Tidak Ada yang Sempurna


            Dulu, seringkali aku kagum pada orang lain. Dan rasa kekagumanku itu membuat diriku merasa ingin sekali berteman dengan dirinya. Saat zaman SMP, aku kagum kepada salah seorang siswa yang memiliki otak cemerlang. Dia sangat pintar. Serumit apapun rumus matematika ataupun fisika, dia pasti melahapnya dengan enteng saja. Keistimewaan itu membuat diriku mencari cara agar aku bisa berteman dengan dirinya. Dan akhirnya, aku berteman.

Ketika SMA, aku kagum kepada seorang siswa yang jago dalam bermain sepak bola. Dia merupakan satu-satunya siswa SMAku yang masuk skuad salah-satu klub yang ada di daerahku. Mendapati itu, aku sangat ingin seperti dia. Aku mencoba mendekatinya dan berteman dengan dirinya. Dan akhirnya kami berteman.

Dan, sering aku langsung merasa kagum kepada orang-orang baru yang aku jumpai. Mereka unggul di bidang yang mereka geluti masing-masing. Mereka memiliki kepribadian yang baik dan kuat. Pola pikirnya lurus. Sikapnya santun. Dan masih banyak lagi kebaikan lainnya yang kutemui. Namun, setelah sekian lama aku berinteraksi dengan mereka, pasti ada saja kekurangan yang kudapati dari mereka yang aku kagumi itu. Sehebat apapun mereka. Sepintar apapun mereka. Dan sebaik apapun mereka. Aku tidak heran dengan itu semua, karena ini adalah sunnatulloh, yang mana tidak akan ada manusia yang sempurna selain Nabi Muhammad SAW. 

Berdasarkan beberapa cerita di atas, aku bermaskud memberikan gambaran kepada calon isteriku kelak. Seseorang yang telah ditakdirkan oleh Yang Maha Memberi untuk mendampingi hidupku kedepannya. Seseorang yang akan menjadi ibu untuk anak-anakku nanti. Seseorang yang masih dirahasiakan olehNya. Seseorang yang hinga detik ini aku belum tahu bagaimana akhlak dan rupanya. 

Duhai calon isteriku, engkau menjatuhkan pilihanmu padaku mungkin karena kekagumanmu pada apa yang ada dalam diriku. Saat itu mungkin engkau dapati banyak yang baik-baiknya dari diriku. Karena itulah engkau memilih diriku yang menjadi pendamping hidupmu. Menjadi imam untuk dirimu. 

Duhai calon isteriku, saat engkau memutuskan untuk menerima pinanganku, mungkin saat itu, satu dari sekian banyak pertimbanganmu adalah kelebihan-kelebihan yang aku miliki. Tapi, sadarkah dirimu wahai bidadariku, kelak, saat ikatan suci mengikat kita, saat kita diteduhi atap rumah yang sama. Saat kita tidur di atas ranjang yang sama. Saat tidak ada lagi rasa sungkan ketika kita berinteraksi. Saat itu pasti engkau akan temui sangat banyak kekurangan yang aku miliki. Hijab mulai tersingkap. Pintu-pintu rahasia yang dulu tertutup rapat, kini telah terbuka dan membuat apapun yang ada di dalamnya tampak dengan jelas. 

Untuk itu, sedari sekarang, engkau harus mempersiapkan mental sebaik mungkin untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan itu semua. Engkau harus siap jika nanti kenyataan tidak sesuai dengan harapanmu dulu terhadapku. Engkau harus siap jika nanti harapan tidak sejalan dengan apa yang terjadi. Tapi, satu yang mesti diingat. Meskipun memang benar itu adalah sunnatulloh, tidak pernah ada manusia yang sempurna selain Rasulullah. Meskipun benar kelak engkau akan menemui banyak kekurangan dariku. Semua itu bukanlah sebuah alasan bagi diriku untuk tidak melakukan yang terbaik untukmu. Untuk keluarga kita. 

Duhai calon isteriku, terlepas karena kecantikan rupa dan jiwamu yang membuatku memilih dirimu, mungkin dan bahkan pasti, kelak, akupun akan menemui banyak kekurangan dari dirimu. Karena aku tahu, tidak akan pernah ada manusia yang sempurna selain khotaman nabiyyin. Namun, meskipun begitu, jangan pernah semua itu engkau jadikan alasan untuk tidak melakukan yang terbaik dalam memperbaiki dirimu. 

Teringat sebuah saran dari seorang teman yang sudah menyempurnakan separuh agamanya. Ketika itu aku meminta nasihat tentang pernikahan.

“Saat berkeluarga nanti, kamu harus siap dengan segala kemungkinan. Kamu harus siap, ketika mendapati pendampingmu tidak sesuai dengan yang kamu harapkan dulu. Sering kali harapan tidak sejalan dengan kenyataan. Dan, kalian harus saling menerima,” ujarnya padaku.

Duhai calon isteriku. Kita dibesarkan oleh dua keluarga yang berbeda, dengan latar belakang yang berbeda pula. Semua itu berpengaruh terhadap pola pikir kita. Boleh jadi, pola pikir diriku dan dirimu berbeda. Selain itu, mungkin masih banyak perbedaan-perbedaan lainnya antara diriku dan dirimu. Tapi, jangan pernah kita jadikan perbedaan itu sebagai tembok besar penghalang keharmonisan keluarga kita. Kita harus saling menghargai dan menerima perbedaan itu, selama tidak bertentangan dengan syari’ah. Karena adanya perbedaan di dunia ini bukan untuk dipertandingkan, tetapi untuk dipersandingkan. 

Kelak, mari kita saling menambal kekurangan yang kita miliki. Mari kita bahu membahu saling membantu dalam memperbaiki kualitas diri dan keluarga kita. Demi terlahirnya generasi penerus yang lebih baik. Generasi penerus yang bisa menegakan kembali panji-panji kebenaran.

Dan, bagi siapapun yang ditakdirkan oleh Allah untuk membaca tulisan ini, begitu pula dengan kalian. Kalian harus segera mempersiapkan segalanya. Kelak, kalian harus menerima dengan lapang dada jika mendapati kenyataan yang ada pada pendamping kalian tidak sesuai dengan yang dulu diharapkan. Kuncinya adalah saling menerima dan saling memperbaiki diri. Jagalah Allah agar tetap ada di hati kita, maka Allah akan menjaga kita.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar