Minggu, 13 Maret 2016

Tentang Perjalanan

                Selepas pengajian ba’da subuh, saya kirim pesan ke Pak Dandi. Beliau adalah atasan saya di kantor. Walau sebenarnya Pak Dandi tidak ingin disebut atasan.

                “Tidak usah lah panggil saya atasan. Kita kan rekan kerja. Kamu bukan bekerja di saya, tapi bekerja dengan saya. Panggil saja saya bapak, atau kakak,” ucap Pak Dandi ketika itu.

                (Pak, mau pinjem kunci kantor. Mau pinjem sepedah) isi pesan yang saya kirim.

                Sembari menunggu balasan, saya bersiap-siap untuk perjalanan ini. Tujuannya adalah observatorium Bosscha, Lembang.

                Balasan Pak Dandi tidak kunjung tiba. Setengah jam sudah saya menunggu. Supaya waktu menunggu ini tidak percuma, saya melakukan pemanasan. Untuk mempersiapkan tubuh supaya prima.

                Selepas pemanasan, saya mengecek hape. Balasan datang.

                (Saya simpan kuncinya di pot yang kosong. Nanti simpan lagi di tempat semula. Saya juga sedang sepedahan ini) Balasan pesan pak Dandi.

                Senyum di bibir saya merekah. Sebab yang ditinggu-tunggu telah tiba. Sepertinya balasan datang telat karena tadi pak Dandi masih sedang menggowes. Dan baru sempat membalas saat sedang istirahat.

                Tanpa ba-bi-bu lagi, saya langsung meluncur ke kantor. Lalu mulai mengayuh sepedah.

                Jam delapan saya memulai kayuhan pertama. Garis start tepat di depan mesjid daarul haliim. Dalam perjalanan, saya bertemu dengan banyak pesepedah. Tidak jarang sapaan kami berikan, atau setidaknya sekedar senyuman kami berikan satu sama lain.

                Menuju Lembang, lebih dari sembilan puluh persen jalanan menanjak. Paha serasa terbakar saat kaki mengayuh pedal. Setiap kayuhan berikutnya, seperti ada kobaran api baru yang bermunculan di otot paha. Terlintas keinginan untuk berhenti di tengah jalan, lalu balik lagi. Tapi semuanya pudar saat bayangan gedung teropong bintang menari-nari di tempurung kepala. Jelas sekali. Meski lelah, saya paksakan kaki untuk terus mengayuh. Terus dan terus lagi.

                Ada rasa bahagian saat pintu gerbang observatorium Bosscha terlihat di kejauhan. Rasa lelah ini terbayarkan sudah. Semakin dekat ke pintu gerbang, pelan-pelan senyum saya menguap. Terpampang jelas pada plang yang menggantung tepat di gerbang. Tertulis sebuah kata saja. Adalah “TUTUP”. Saya berhenti mengayuh. Hanya mematung di atas sepedah. Tatapanku tidak lepas dari kata “TUTUP”. Untuk meyakinkan, saya melangkah menghampiri pos satpam.

                “Buka, Pak?”

                “Tutup, A. Kalau Minggu tutup. Paling kalau Aa ingin masuk, hari Sabtu,” jawab pak satpam ramah. Tidak lupa dia memberikan senyum.

                “Waddduh, jadi gak bisa masuk nih Pak?”

                “Iya, A.”

                “Walau hanya sebentar, Pak.”

                “Iya, A. Gak bisa. Paling Sabtu depan kalau Aa mau.”

                “Bukanya Sabtu saja, Pak? Senin sampai Jum’at gimana?”

                “Iya, Senin sampai Jum’at juga buka, A. Kecuali Minggu.”

                Saya hanya manggut-manggut menatap bapak satpam. Kemudian berbincang ngalor-ngidul sekedar untuk mengakrabkan diri. Untuk menambah teman. Teringat ucapan seorang bapak alumni ITB tahun ’75 yang saya temui di Ciwidey, saat supervisi kebun di sana.

                “Beberapa faktor yang menunjang kesuksesan kita adalah: kecerdasan, rekam jejak dan jaringan,” ucap si bapak kala itu. Masih terngiang jelas kalimat itu. Sampai sekarang. Untuk itu saya memutuskan untuk menunda pulang, dan memulihkan tenaga sambil berbincang dengan bapak satpam.

                Point yang saya peroleh hari ini adalah: Ada banyak alasan bagi saya untuk kecewa pagi ini. Tapi, ada lebih banyak lagi alasan yang bisa membuat saya bahagia. Kuncinya adalah bersyukur atas apa yang telah kita lalui. Terlebih jika hasil itu diawali dengan usaha yang maksimal. Hari ini bukan tentang tiba di keinginan. Tapi tentang sebuah perjalanan. Saya memang tidak bisa melangkah memasuki gedung peneropongan bintang Bosscha. Tapi ada banyak hal menakjubkan yang saya temui dalam perjalanan menuju Bosccha. Dan saya bahagia.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar