Sabtu, 13 Agustus 2011

Surat Untuk Adik-adikku Tersayang


A do’ain ya, hari ini Nini mau daftar kuliah

Isi sebuah SMS dari adik perempuanku. Namanya Dini Nur Pratiwi. Panggilan sayangnya adalah “Nini”. Seharusnya, dia berkuliah pada tahun lalu (2010). Tapi, karena satu dan lain hal, dia lebih memilih bekerja terlebih dahulu. Dia bekerja pada salah-satu kelurahan di kota Cilegon, Banten.

Terkadang, jika sedang merenung, aku merasa malu pada adikku yang satu ini. Tidak jarang, dia menghubungiku secara tiba-tiba.

“ A, uangmu udah abis belum? Kalau udah, insyAllah nanti Nini kirim. Alhamdulillah lagi ada rezeki nih,” ujar Dini di telfon. Jika saat itu tiba, aku diam tidak bisa menjawab. Aku hanya mangap-mangap sendiri dengan tatapan kosong. Bahkan, ada yang lebih ekstrem lagi. Ketika itu aku sedang butuh uang untuk membayar biaya PPM yang belum lunas. Butuh uang yang tidak sedikit untuk melunasinya. Aku beritahukan hal ini kepada orang tuaku, kalau batas pembayarannya hanya tinggal sebentar lagi. Tidak berselang lama setelah pemberitahuan itu. Tiba-tiba hapeku bergetar. Ada sebuah panggilan masuk.

“ A, bayar Asrama belum beres ya? Kapan terakhirnya? Berapa lagi?” tanya Dini membredel padaku. Dengan jiwa tidak menentu, aku jawab semuanya. Aku jawab setiap pertanyaan adik perempuanku.

“ Sip, insyAllah besok Nini kirim uangnya,” adikku memberitahu. Aku tidak bisa berpikir saat itu. Emosi apa yang sedang kurusakan pun, aku tak tahu. Apakah gembira? Malu? Bangga? Atau apa? Selepas pembicaraan via hape itu, aku hanya menatap mentari yang bersembunyi di bali awan. Mentari itu tampak malu-malu untuk memperlihatkan dirinya.

Adikku pandai dalam bergaul. Karena kepiawaiannya itu, banyak teman yang dia miliki. Tidak hanya pada kalangan seusianya, anak kecil, ibu-ibu sampai nenek-nenekpun dia miliki. Namun, keceriaannya itu berubah ketika orang tua kami tidak tinggal di rumah dengan atap yang sama lagi. Tapi, perubahannya itu hanya sedikit, dia masih memiliki keceriaannya itu. Seiring berjalannya waktu, dia kembali seperti yang dulu lagi.

Untuk adikku yang dianugerahi Allah dengan badan yang numayan sedikit subur ini. Aa ingin meminta ma’af, karena belum bisa melakukan lebih untuk Nini. Tapi, Aa janji, ketika saat itu tiba, Aa akan memberikan apapun yang Nini inginkan. Asalkan permintaannya itu baik dan Aa bisa memberikannya, tentunya. Jangan khawatir akan hal itu.

Untuk Nini, tidak menutup kemungkinan, nantinya Nini mendahului Aa dalam pernikahan. Pada zaman sekarang, hal itu merupakan bukan sesuatu yang aneh lagi, karena memang, usia nikah perempuan itu relatif lebih muda dibanding dengan laki-laki. Untuk itu, Aa berpesan pada Nini, segera mencari ilmu tentang ibu dan keluarga. Dan, sebelum waktu itu tiba, Aa mewanti-wanti, supaya Nini menetapkan pilihan yang tepat. Laki-laki yang Nini pilih, haruslah yang bisa menjadi imam yang baik bagi Nini. Pun sebaliknya, Nini juga harus menjadi istri yang baik untuk pangeran Nini itu. Nini harus nurut padanya, selama permintaannya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Oh ya, satu lagi, mulai sekarang, cobalah untuk belajar masak lebih giat lagi. Tapi, untuk urusan yang satu ini, Aa tidak meragukan lagi, karena masakan Nini itu sanat enak. Tidak heran, siapa dulu gurunya, Mamaaaaah (ibu)!! Asal Nini tahu saja ya, seorang suami itu sangat bahagia jika istrinya itu pandai memasak. Jika Nini ingin disayang suami, salah-satu jalannya adalah dengan pandai memasak.

Oh ya, untuk urusan mendaftar kuliah, mudah-mudahan Allah memberikan yang terbaik. Jika diterima itu baik, mudah-mudahan Nini bisa diterima di kampus yang Nini inginkan itu. Tapi, seandainya tidak diterima itu adalah hasil akhirnya, Nini jangan kecewa terlebih dulu, karena itu pasti adalah pemberian terbaik untuk Nini. Allah pasti akan menggantikan dengan yang lebih baik untuk Adik Aa yang satu ini. Jangan khawatir ya! Teruslah maksimalkan do’a dan usahanya. Teruslah untuk selalu ingat Allah. Jaga solat lima waktu, jangan sampai terlewat satupun. Lakukan yang terbaik untuk semua orang, karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfa’at untuk manusia lainnya.

Satu lagi, Aa tahu betapa besar keinginan Nini untuk mempersatukan ibu dan bapak lagi. Aa mengerti itu, karena Aa juga ingin hal itu segera terwujud. Tapi, kalaupun Allah berkehendak lain, Nini jangan kecewa, Nini harus terima dengan hati yang ikhlas. Yakini, itu adalah hal terbaik yang diberikan Allah untuk kita. Tetap semangat untuk adik perempuanku yang satu ini.
I love you, my sister. Jadikanlah Al-Qur’an dan Hadits sebagai petunjuk jalan Nini.
***


Lain lagi dengan adik laki-lakiku. Namanya Fadlan Nur Hadian, kami biasa memanggilnya Adam. Entah apa yang menyebabkan adikku itu dipanggil Adam, padahal namanya adalah Fadlan. Sampai sekarang aku belum tahu apa penyebabnya. Pernah, suatu hari aku tanyakan hal ini pada ibuku.

“ Mah, kenapa Fadlah dipanggilnya Adam?” tanyaku pada ibu ketika kami sedang makan bareng di meja makan. Mendengar pertanyaanku, ibu berhenti makan. Beliau segera menghabiskan makanan yang ada pada mulutnya. Ibu terlihat sedikit berpikir.

“ Awalnya dipanggilnya Dam-dam, kemudian ganti menjadi Dadam, lalu berganti lagi menjadi Adam. Panggilan itu bertahan sampai sekarang. Untuk siapa pencetusnya, Mamah lupa, soalnya itu terjadinya dulu banget, ketika Adam masih lucu-lucunya,” jawab ibu. Kami semua, yang ada di meja makan mendengarkan jawaban ibu. Hanya Adam yang tetap konsentrasi makan. Dia mengunyah makanannya dengan serius. Sampai sekarang, misteri itu belum pernah terpecahkan. Rahasia itu terkubur entah dimana.

Ada yang unik dari diriku dan adikku yang ini. Apa itu? Kami sama-sama terlahir pada tanggal dan bulan yang sama, yaitu tanggal delapan belas pada bulan Juni. Mungkin, jika adik perempuanku (Dini), lahirnya bisa diperlambat delapan hari, kami bertiga terlahir pada tanggal dan bulan yang sama. Tapi, takdir berkehendak lain. Dia terlahir pada tanggal sepuluh Juni. Kalau saja bisa, maka orang tuaku telah membuat hatrik, dengan melahirkan ketiga anaknya berturut-turut pada tanggal dan bulan yang sama. Hebat bapak dan ibuku.

Jika memperhatikan Adam, aku seperti melihat diriku ketika masih seusianya. Kita sama-sama suka sepak bola, mungkin bisa dibilang kelompok gila bola. Selain itu, kita juga kurang bisa berinteraksi dengan ibu dan bapak. Jika ingin mengkomunikasikan sesuatu hal, apalagi tentang hal-hal yang sangat pribadi, aduh, itu merupakan hal yang sangat berat bagi kami. Terutama kepada bapak. Namun, bagiku itu hanya tinggal kenangan. Itu hanya cerita lalu. Sekarang, aku tidak canggung lagi untuk curhat pada orang tua. Memang, aku beraninya masih hanya pada ibu, pada bapak aku belum terlalu berani, kecuali untuk hal-hal yang penting saja. Dan untuk Adam, aku yakin, suatu saat nanti, dia juga akan berani curhat pada ibu. Karena, aku melihat diriku dalam dirinya.

Ada lagi. Tapi yang ini bukan menurut diriku. Orang lain yang mengatakan hal ini. Kata mereka, aku dan Adam sama-sama cerdas. Ingat, sekali lagi aku tekankan, bukan diriku yang mengatakan hal yang demikian. Tapi, jujur, aku berharap, apa yang mereka katakan itu benar adanya, hehe.

Tapi, ada beberapa hal juga yang tidak sama dari kami. Apa itu? Menurut kabar mata-mataku di sekolah Adam. Adam seperti tidak pernah merasa canggung dalam hal berinteraksi dengan lawan jenis di sekolahnya. Bahkan yang lebih parahnya, tidak jarang dia menggodai teman-teman perempuannya.

“ Adam mah sering bercanda aja sama temen-temen perempuannya A iko, dia belagu,” terang mata-mataku. Aku mengernyitkan kening ketika mendengar berita itu. Tanpa banyak pikir lagi, aku mencoba untuk menasihati Adam. Aku melakukannya bukan dengan metode biasa yang sering dilakukan oleh para orang tua. Metode yang kugunakan ini sangat berbeda. Mudah-mudahan upaya ini bisa berjalan dengan baik. Tapi memang, butuh waktu yang tidak sebentar untuk melihat proses dan hasilnya. Biar waktu yang menjawabnya nanti.

Untuk adikku Adam, Aa harap Adam baik-baik disana. Jaga keluarga disana, jaga agar mereka tetap dalam keadaan baik. Jangan pernah biarkan ada orang yang mengganggu orang-orang yang Adam dan Aa sayangi. Lakukan yang terbaik untuk mereka. Bahagiakan semua orang yang Adam sayangi.

Oh ya, Aa tahu Adam itu belum lancara baca Al-Qur’annya. Oleh karena itu, Aa harap, Adam untuk lebih giat mengajinya. Pasti, suatu saat nanti, Adam akan membutuhkan Al-Qur’an sebagai penuntun kehidupan Adam. Selagi Adam masih muda, pergunakanlah masa muda Adam ini dengan hal-hal yang positif. Jangan pernah terbersit sedikitpun untuk melakukan hal-hal yang tidak berguna. Belajarnya harus lebih giat lagi. Mengajinya harus lebih rajin lagi. Ingat, Adam adalah seorang laki-laki, yang nantinya akan menjadi seorang imam untuk istri dan anak-anak Adam. Sebisa mungkin Adam harus menjadi imam yang baik bagi mereka kelak. Itu wajib hukumnya.

Untuk Adam lagi, ayo kita bersama-sama untuk lebih serius dan rajin dalam mempelajari Al-Qur’an. Aa ingin, Aa, Adam, dan orang-orang yang kita sayangi lainnya, bisa memahami kitab petunjuk kita ini dengan baik. Semoga, pada hari esok kelak, kita tidak tersesat jalan. Aa harap, akan ada seberkas cahaya sangat terang yang menununtun jalan kita. Mari kita jaga agar keluarga kita terbebas dari api neraka yang sangat panas. Mari kita berdo’a bersama, agar jalan kita dimudahkan oleh Allah SWT. Aamiin.
***


Meisya Anjani Wiraksa, adalah adik nomer tigaku. Dia adik paling buncit, alias adik paling bungsu. Usianya masih balita. Jika aku diharuskan memilih empat kata untuk mewakili perasaanku untuk adikku yang satu ini, maka aku akan memilih kata: gendong, cubit, nangis dan cium. Kenapa aku memilih kata-kata itu? Ayo kita jawab. Untuk gendong, ketika aku pulang kampung nanti, hal pertama yang akan aku lakukan saat melihat Meisya adalah, aku akan segera menggendongnya. Untuk cubit, saat Meisya ada dalam gendonganku, akan aku cubiti pipinya sampai dia nangis. Aku rindu melihat raut wajahnya saat menangis. Wajah dia lucu pada saat nangis. Penjelasan cubit ini mewakili juga untuk kata yang ketiga, yaitu nangis. Dan untuk yang cium, ketika adikku itu nangis, maka aku akan segera menciumi dia, hingga tangisnya berhenti. Oh, aku rindu Meisya, adikku yang sangat imut.

Untuk Meisya, Aa do’akan, kelak Meisya akan menjadi seorang wanita yang cantik, cerdan, pinter masak, dan solehah tentunya. Juga, Meisya bisa membahagiakan keluarga semuanya. Aamiin.

Satu lagi pesan untuk semua adik-adik Aa, jadilah orang yang bermanfa’at untuk orang banyak. Jadilah insan yang berguna untuk diri sendiri, keluarga, daerah, bangsa dan Islam tercinta. Tetap semangat!
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar