Aku sering mengalami penyesalan ketika sesuatu yang kumiliki telah berkurang jumlahnya, entah itu berkurang banyak ataupun hanya sedikit. Memang, kapasitasku sebagai seorang manusia, sangat manusiawi jika aku merasakan hal seperti ini, karena setiap manusia pasti merasakan hal yang sama jika mereka kehilangan sesuatu. Seseorang akan merasa memiliki sesuatu jika sesuatu itu telah hilang dari genggamannya, apapun itu, entah benda yang sifatnya kongkrit ataupun yang abstrak.
Aku pernah merasa menyesal setelah mengetahui bahwa tabunganku menjadi semakin menipis. " Kenapa aku bisa boros seperti ini?" tanyaku pada diri sendiri ketika itu. Atau penyesalan yang seperti ini," barang yang aku beli barusan kan tidak terlalu penting untukku!!! jadi berkurang kan jumlah perbendaharaan uang yang kumiliki!!?". Masih banyak yang berhubungan dengan permasalahan ini, jika dituliskan satu-persatu, ditakutkan akan menghabiskan waktu untuk mengetik semua itu, sayangkan listrik yang terpakai nanti bayarnya bisa mahal. hehehe...
Berkenaan dengan permasalahan kurang-mengurang ini, aku memiliki pengalaman yang sedikit unik, setidaknya unik menurut kacamataku. Aku pernah kehilangan sesuatu, dan seiring berjalannya waktu, yang kumiliki itu semakin berkurang keberadaannya. Yang membuatku merasa aneh adalah, aku tidak merasakan sedikitpun penyesalan. Malahan karena berkurangnya itu, aku merasa gembira, seperti ada air es yang membasuh hatiku, ada getar-getar aneh yang sebelumnya belum pernah aku rasakan.
Jika tidak salah ingat, peristiwa ini terjadi ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas, hanya terpaut beberapa minggu setelah aku berkenalan dengan adik kelas yang cantik jelita. Perlu kamu ketahui, kawan, butuh satu juta motivator cinta sebelum aku benar-benar berani berkenalan dengan bidadari itu. Tidak bisa kuukur berapa kubik keringat yang keluar dari tubuhku hanya untuk menyapanya dengan kata "hai". dan berapa skala richter detak jantungku ketika melangkah mencoba mendekati dia.
Setelah berhasil berkenalan dengan sang adik kelas pujaan, meskipun istilahnya harus menempuh terlebih dahulu jalan yang terjal dan berliku, akhirnya tibalah pada langkah yang kedua, yaitu bagaimana caranya untuk aku supaya bisa mengambil simpatinya. Berbagai cara coba kulakukan, bermacam eksperimen coba kuciptakan dan beribu literatur telah kubaca untuk mencari tahu cara yang paling jitu untuk kesuksesanku. Setelah melalui pemikiran panjang, akhirnya ditemukanlah teori baru tentang bagaimana caranya bisa meraih simpati sang wanita pujaan. Bunyi dari teori itu kurang lebih seperti ini," Jika ingin meraih simpati seseorang, berusahalah sesering mungkin untuk berhubungan dengan seseorang itu." Dengan berpegang teguh pada teori itu, maka sebisa mungkin aku harus sering berhubungan dengan dia, entah itu bertemu langsung ataupun melalui media telepon genggam alias HP.
Seiring semakin seringnya matahari terbit dan tenggelam, semakin dekat pula hubungan aku dengan dia. Aku tidak merasa canggung lagi untuk sekedar mengobrol guna mempererat tali silaturahmi. Hampir setiap hari, kecuali hari libur sekolah, aku menyempatkan waktu untuk bertemu dia. Jika hari minggu tiba, pulsaku terkuras habis. Tidak jarang kami telfon-telfonan atau sms-an sekedar saling bertanya kabar.
Aku pernah merasa menyesal setelah mengetahui bahwa tabunganku menjadi semakin menipis. " Kenapa aku bisa boros seperti ini?" tanyaku pada diri sendiri ketika itu. Atau penyesalan yang seperti ini," barang yang aku beli barusan kan tidak terlalu penting untukku!!! jadi berkurang kan jumlah perbendaharaan uang yang kumiliki!!?". Masih banyak yang berhubungan dengan permasalahan ini, jika dituliskan satu-persatu, ditakutkan akan menghabiskan waktu untuk mengetik semua itu, sayangkan listrik yang terpakai nanti bayarnya bisa mahal. hehehe...
Berkenaan dengan permasalahan kurang-mengurang ini, aku memiliki pengalaman yang sedikit unik, setidaknya unik menurut kacamataku. Aku pernah kehilangan sesuatu, dan seiring berjalannya waktu, yang kumiliki itu semakin berkurang keberadaannya. Yang membuatku merasa aneh adalah, aku tidak merasakan sedikitpun penyesalan. Malahan karena berkurangnya itu, aku merasa gembira, seperti ada air es yang membasuh hatiku, ada getar-getar aneh yang sebelumnya belum pernah aku rasakan.
Jika tidak salah ingat, peristiwa ini terjadi ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas, hanya terpaut beberapa minggu setelah aku berkenalan dengan adik kelas yang cantik jelita. Perlu kamu ketahui, kawan, butuh satu juta motivator cinta sebelum aku benar-benar berani berkenalan dengan bidadari itu. Tidak bisa kuukur berapa kubik keringat yang keluar dari tubuhku hanya untuk menyapanya dengan kata "hai". dan berapa skala richter detak jantungku ketika melangkah mencoba mendekati dia.
Setelah berhasil berkenalan dengan sang adik kelas pujaan, meskipun istilahnya harus menempuh terlebih dahulu jalan yang terjal dan berliku, akhirnya tibalah pada langkah yang kedua, yaitu bagaimana caranya untuk aku supaya bisa mengambil simpatinya. Berbagai cara coba kulakukan, bermacam eksperimen coba kuciptakan dan beribu literatur telah kubaca untuk mencari tahu cara yang paling jitu untuk kesuksesanku. Setelah melalui pemikiran panjang, akhirnya ditemukanlah teori baru tentang bagaimana caranya bisa meraih simpati sang wanita pujaan. Bunyi dari teori itu kurang lebih seperti ini," Jika ingin meraih simpati seseorang, berusahalah sesering mungkin untuk berhubungan dengan seseorang itu." Dengan berpegang teguh pada teori itu, maka sebisa mungkin aku harus sering berhubungan dengan dia, entah itu bertemu langsung ataupun melalui media telepon genggam alias HP.
Seiring semakin seringnya matahari terbit dan tenggelam, semakin dekat pula hubungan aku dengan dia. Aku tidak merasa canggung lagi untuk sekedar mengobrol guna mempererat tali silaturahmi. Hampir setiap hari, kecuali hari libur sekolah, aku menyempatkan waktu untuk bertemu dia. Jika hari minggu tiba, pulsaku terkuras habis. Tidak jarang kami telfon-telfonan atau sms-an sekedar saling bertanya kabar.
***
Ba'da isya, jam dinding menunjuk tepat pada angka delapan. Lagu romantis mengalun sangat merdu, semerdu suasana hatiku saat ini. Jendela kamar terbuka, gordennya diikat dan dicantelkan pada paku. Angin malam berhembus ke dalam kamar dan membelai tubuh orang-orang yang ada di dalamnya, tidak terkecuali juga aku. Melalui jendela yang terbuka, sesekali aku melihat orang berlalu-lalang, karena tepat di depan rumah teman akrabku ini, terhampar jalan desa selebar dua meteran. Saat ini aku sedang menunggu balesan sms dari sang adik kelas.
Seterlah beberapa menit menunggu, akhirnya datang juga sms yang ditunggu-tunggu itu. Dengan membaca bismillah dalam hati, ku awali membaca sms.
walaikum,alhmdllh kbr neng baik a niko,a niko gmn?knp td gk ke prpus?a niko gk skul ya?
Kubaca sms kata perkata, rasanya sangat berbeda dengan jika aku membaca sms yangn datangnya bukan dari sang adik kelas. Hati ini terasa sejuk. Akan tetapi ada yang sedikit aneh dengan sms ini, seingatku, kemarin-kemarin neng Siti jika sms aku, selalu menggunakan sebutan "ka niko", tapi kenapa sekarang menjadi hanya "a niko" doang. Karena merasa sedikit penasaran, aku mencoba tanyakan hal ini kepada pakarnya. Dia adalah pemilik kamar ini, tiada lain adalah teman akrabku. Namanya Wendi Sofyan. Mengenai urusan cinta, jangan ditanya. Dia sang maestro dalam hal cinta-cintaan. Aku berani memanggilnya guru dalam hal ini.
Sebuah gitar butut berwarna coklat dipeluk Wendi. Petikan demi petikan senar mengalun dengan sangat harmonis, serasi dengan lagu romantis yang diputar dari VCD. Tampaknya sang guru mencoba menyamai nada demi nada lagu yang didengarnya. Petikan gitarnya sama persis dengan lagu yang di VCD, tanpa cacat. Orang-orang yang pandai dalam bercinta biasanya memang lihai dalam memainkan gitar.
Sang guru tampak menikmati permainan gitarnya. Matanya terpejam tapi jemarinya tetap bergerak dengan lincah. Badannya bersandar di dinding yang terdapat banyak sekali poster-poster legenda gitaris dunia, sebut saja salah-satunya adalah Jimi Hendrik. Di dalam poster itu, Jimi sedang memetik gitar dengan menggunakan gigi-giginya, dahsyat. Sang guru berpikir sejenak setelah mendengarkan pertanyaan yang kuberikan padanya.
" Jangan khawatir, kawan, ini merupakan perkembangan baik untuk kamu. Ogut yakin, tidak berapa lama lagi kamu akan memiliki wanita itu. Keyakinan Ogut ini, seyakin kalau matahari besok akan terbit. Ogut jamin, bukan hanya 'ka' berkurang menjadi 'a', sebentar lagi pasti kata 'Niko'nya akan menghilang," jawab sang guru dengan tidak menatapku. Matanya memejam. Kepalanya menengadak ke atas. Jemarinya tetap lincah memetik gitar.
" Sekarangn kamu jawab sms dia, tanyakan sesuatu, coba lihat perkembangannya," perintah sang guru.
Sebagai murid yangn baik, aku jalankan tahap demi tahap perintahnya, tanpa terkecuali. Kugerakan jemariku untuk menekan huruf demi huruf pada keypad HPku. Khawatir ada yang salah ketik, aku perhatikan lagi hasil ketikanku. Sempurna, tidak ada yang salah. Tanpa banyak pikir lagi, langsung kubalas sms sang adik kelas pujaan. Tidak begitu lama menunggu, datang balesan sms.
iya a,neng do'ain a lancar ngrjain tgs2nya,smangat ya a...
Oh my God, prediksi Wendi tidak melesat, bahkan hanya terpaut beberapa menit saja langsung terjadi. Dengan hati yang berbinar-binar, kutunjukan layar HPku pada Wendi. Dia hanya merespon tingkahku dengan senyuman khasnya.
" Jangan sampai lupa, besok kamu temui wanita itu, kamu ungkapkan semua isi hatimu," saran sang guru sambil tangannya memegangi pundakku.
Seterlah beberapa menit menunggu, akhirnya datang juga sms yang ditunggu-tunggu itu. Dengan membaca bismillah dalam hati, ku awali membaca sms.
walaikum,alhmdllh kbr neng baik a niko,a niko gmn?knp td gk ke prpus?a niko gk skul ya?
Kubaca sms kata perkata, rasanya sangat berbeda dengan jika aku membaca sms yangn datangnya bukan dari sang adik kelas. Hati ini terasa sejuk. Akan tetapi ada yang sedikit aneh dengan sms ini, seingatku, kemarin-kemarin neng Siti jika sms aku, selalu menggunakan sebutan "ka niko", tapi kenapa sekarang menjadi hanya "a niko" doang. Karena merasa sedikit penasaran, aku mencoba tanyakan hal ini kepada pakarnya. Dia adalah pemilik kamar ini, tiada lain adalah teman akrabku. Namanya Wendi Sofyan. Mengenai urusan cinta, jangan ditanya. Dia sang maestro dalam hal cinta-cintaan. Aku berani memanggilnya guru dalam hal ini.
Sebuah gitar butut berwarna coklat dipeluk Wendi. Petikan demi petikan senar mengalun dengan sangat harmonis, serasi dengan lagu romantis yang diputar dari VCD. Tampaknya sang guru mencoba menyamai nada demi nada lagu yang didengarnya. Petikan gitarnya sama persis dengan lagu yang di VCD, tanpa cacat. Orang-orang yang pandai dalam bercinta biasanya memang lihai dalam memainkan gitar.
Sang guru tampak menikmati permainan gitarnya. Matanya terpejam tapi jemarinya tetap bergerak dengan lincah. Badannya bersandar di dinding yang terdapat banyak sekali poster-poster legenda gitaris dunia, sebut saja salah-satunya adalah Jimi Hendrik. Di dalam poster itu, Jimi sedang memetik gitar dengan menggunakan gigi-giginya, dahsyat. Sang guru berpikir sejenak setelah mendengarkan pertanyaan yang kuberikan padanya.
" Jangan khawatir, kawan, ini merupakan perkembangan baik untuk kamu. Ogut yakin, tidak berapa lama lagi kamu akan memiliki wanita itu. Keyakinan Ogut ini, seyakin kalau matahari besok akan terbit. Ogut jamin, bukan hanya 'ka' berkurang menjadi 'a', sebentar lagi pasti kata 'Niko'nya akan menghilang," jawab sang guru dengan tidak menatapku. Matanya memejam. Kepalanya menengadak ke atas. Jemarinya tetap lincah memetik gitar.
" Sekarangn kamu jawab sms dia, tanyakan sesuatu, coba lihat perkembangannya," perintah sang guru.
Sebagai murid yangn baik, aku jalankan tahap demi tahap perintahnya, tanpa terkecuali. Kugerakan jemariku untuk menekan huruf demi huruf pada keypad HPku. Khawatir ada yang salah ketik, aku perhatikan lagi hasil ketikanku. Sempurna, tidak ada yang salah. Tanpa banyak pikir lagi, langsung kubalas sms sang adik kelas pujaan. Tidak begitu lama menunggu, datang balesan sms.
iya a,neng do'ain a lancar ngrjain tgs2nya,smangat ya a...
Oh my God, prediksi Wendi tidak melesat, bahkan hanya terpaut beberapa menit saja langsung terjadi. Dengan hati yang berbinar-binar, kutunjukan layar HPku pada Wendi. Dia hanya merespon tingkahku dengan senyuman khasnya.
" Jangan sampai lupa, besok kamu temui wanita itu, kamu ungkapkan semua isi hatimu," saran sang guru sambil tangannya memegangi pundakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar