Jumat, 25 Juni 2010

KADO ISTIMEWA


Satu kata yang dapat mewakili perasaan saya saat itu, yaitu KAGET. Bagaimana tidak, tanpa pemberitahuan terelebih dahulu, kakak angkatan menunjuk saya sebagai juragan acara atau yang lebih keren disebut dengan Master of Ceremony di acara Musyawarah Mahasiswa atau MUMAS jurusan saya yaitu Jurusan Pendidikan Geografi. Padahal, belum genap lima menit saya memasuki ruangan tempat MUMAS dilaksanakan.

Awalnya saya menolak permintaan itu, tapi karena beberapa pertimbangan, walaupun dengan perasaan yang sedikit ragu, akhirnya saya menyanggupinya. Saya bergelut dengan waktu tersisa untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Saya perhatikan siapa saja tamu undangan yang hadir, dan gelar apa yang mengekor di belakang namanya. Khawatir salah sebut nama dan gelar, maka untuk memastikan, saya tanyakan kepada kakak angkatan yang mengetahui.

Satu alasan yang membuat saya menerima permintaan kakak angkatan untuk menjadi MC adalah sebuah buku kecil pemberian dari motivatorku, namanya Fifit Sari Nur Alam. Dia adalah motivator terbak dunia, paling tidak menurut saya. Buku kecil tapi penuh motivasi itu dia berikan kurang lebih sekitar satu setengah tahun yang lalu, yaitu hanya beberapa bulan sebelum saya dinyatakan lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau SNMPTN. Ketika itu, saya merasa semangat belajar saya menurun drastis. Mungkin salah satu penyebabnya adalah suatu peristiwa yang sedang terjadi dalam keluarga saya.

Setelah mendengarkan perkataan-perkataan ajaib beliau, semangat belajar saya sedikit demi sedikit berangsur-angsur naik.

“ Oh ya, ini ada buku untuk Niko. Siapa tahu dapat menolong. Buku ini Teteh beli ketika kuliah dulu,” ujar Teh fifit, sesaat setelah saya pamit untuk pulang.

Yang paling saya ingat, karena ada hubungannya dengan peristiwa yang baru-baru ini saya alami, yaitu salah satu bahasan dalam buku kecil pemberian sang motivator. Di dalam salah satu bab bukunya, sang penulis membedakan sifat-sifat yang dimiliki oleh sang pemenang dengan sang pecundang. Penulis buku itu menjelaskan bahwa, salah satu perbedaan sang pemenang dan sang pecundang adalah, ketika dihadapkan kepada perintah untuk berbicara di depan umum, dalam hal yang baik-baik tentunya, sang pemenang menjawab permintaan itu dengan satu kata, yaitu “SIAP”, sedangkan sang pecundang sibuk mencari beribu-beribu alasan agar dia terbebas dari perintah itu. Karena saya tidak ingin masuk kedalam golongan orang-orang yang pecundang, maka dari itu saya terima dan bersedia menjadi MC dalam acara MUMAS ini.

Meskipun pada akhirnya ada saja kesalahan kecil yang terjadi ketika memandu acara, akan tetapi saya sudah merasa puas dengan tindakan yang telah saya lakukan, dengan tindakan itu, setidaknya saya adalah bukan termasuk kedalam golongan orang yang pecundang.

“ Terima kasih ya, Ko. Tadi sangat bagus, Teteh tidak menyangka, ternyata kamu bisa melucu juga,” puji salah satu kakak angkatan sesaat setelah acara pembukaan MUMAS selesai.

“ Sama-sama, Teh,” jawab saya berselimut bangga.
**********

Tiba-tiba saja suasana ruangan ini menjadi hening. Dengan perlahan, kicauan mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi menjadi melemah, hingga akhirnya menghilang, yang terdengar hanyalah suara lembaran-lembaran kertas yang dibolak-balik. Agenda sekarang adalah pemilihan presidium MUMAS. Setidaknya hati saya sudah merasa aman dan tenang. Hal ini karena fraksi angkatan saya telah memutuskan untuk memilih Teh mercy dari angkatan 2008 sebagai bakal calon presidium. Saya sandarkan badan saya pada kursi empuk berwarna merah yang sedang saya duduki sembari menikmati ketenangan jiwa karena terbebas dari kemungkinan terpilihnya menjadi pimpinan MUMAS.

“ Fraksi 2008 memilih Niko sebagai bakal calon presidium,” ujar presidium sementara dengan lantang. Suaranya serasa menghujam jantungku. Dengan reflek badanku tegak kembali. Puluhan kepala serempak menoleh kearah dimana saya berada dan disambung dengan riuhan tepuk tangan dan sorakan. Presidium sementara memperlihatkan kertas kecil kepada dua orang saksi yang telah disepakati forum.

“ Sah,” ucap dua orang saksi, sambil kepala mereka manggut-manggut. Terlihat Teteh yang tadi menyuruh saya menjadi MC tersenyum sambil mengangkat dua jempolnya.
Astaganaga, lirih saya dalam hati. Apa gerangan yang harus saya lakukan??? Kenapa harus saya yang terpilih? Kenapa tidak yang lain? Hati saya bertanya-tanya. Haruskah saya berpura-pura ada keperluan penting yang mendadak untuk lari dari amanah ini. Atau, beralasan pulang kampung karena ada acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Atau, bagaimana??? Saya sudah tidak bisa berpikir lagi.

“ Fraksi 2007 memilih…….” Presidium sementara menghentikan ucapannya. Pandangannya diarahkan ke semua fraksi secara bergantian. Bibirnya sedikit tersenyum.

“ Lagi-lagi adalah Niko…..” presidium sementara melanjutkan ucapannya sambil tersenyum melihat saya yang kebingungan. Suara sorakan dan tepukan tangan membuat saya serasa semakin terpuruk saja. Oh Tuhan, mimpi apa saya semalam.

“ Fraksi 2006 memilih Asep Ilham Saputro,” Asep adalah ketua angkatan saya. Dia mahasiswa asal Jogjakarta, akan tetapi sampai detik ini saya masih merasa heran, kenapa gerangan nama depannya adalah Asep, kenapa tidak Tarjo, Agus, Paimin, atau mungkin Parto, setahu saya, Asep adalah nama yang umumnya untuk orang yang bersuku Sunda.

“ Fraksi aliansi memilih Niko,” kalimat yang diucapkan presidium sementara membuat hati ini pilu. Pilu karena menurut riwayat yang saya dengar dari angkatan atas yang sudah-sudah, tugas menjadi presidium amatlah berat. Harus berani mengambil keputusan disaat-saat yang genting. Bahkan tidak jarang mendapat makian dari fraksi yang tidak merasa puas dengan keputusan yang diambil presidium.

“ Pokoknya, tidak beda dengan sidang DPR di Senayan yang tidak jarang terjadi konflik itu,” jawab salah satu kakak angkatan, disuatu hari ketika saya menanyakan tentang MUMAS.
********

Setelah sekitar lima belas menit diasingkan dari ruang sidang MUMAS. Saya, Asep Ilham Saputro dan Teh Mercy, berdiri berjajar menghadap meja presidium. Beberapa detik lagi penentuan siapa yang menjadi presidium ke-satu, ke-dua, dan ke-tiga akan diumumkan. Presidium sementara memegang erat selembar kertas. Kertas yang akan menentukan nasib Saya untuk beberapa hari kedepan.

Foto Bapak Presiden Indonesia dan wakilnya tertempel di dinding yang dibelakangi meja presidium. Bendera merah putih terikat pada tiang, sedikit di samping kanan meja presidium, sementara bendera berlambang Logo Himpunan Mahasiswa Geografi terikat pada tiang di sisi yang lainnya. Palu sidang yang terbuat dari kayu berwarna coklat, terlihat sakral di atas meja presidium.

“……. dan ……..” presidium sementara menghentikan ucapannya. Matanya memandang kami bertiga secara bergantian. Terdengar suara bisikan-bisikan diantara para peserta sidang.

“ NIKO…” presidium sementara memperhatikan saya. Tubuh saya serasa kaku untuk digerakan. Detak jantung semakin berdebar. Keringat dingin mengucur deras. Sudah ‘tak terhitung, berapa kali saya mengusap wajah. Presidium sementara memperhatikan saya lagi. Ah…, saya sudah tidak kuat lagi. Saya sudah pasrah. Saya hanya bisa menunduk dan memejamkan mata, berharap ada keajaiban datang.

“ NIKO…” sekali lagi presidium sementara menyebutkan nama saya. Bisikan-bisikan dibelakang semakin mengeras.

“ Selamat, Anda terpilih melalui musyawarah sebagai presidium pertama. Dan saudara Asep Ilham Saputro sebagai presidium ke-dua. Kemudian Saudara Mercy sebagai presidium ke-tiga.”

Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan??? Haruskah saya kabur dan membiarkan amanah yang dibebankan kepada saya ini begitu saja. Tapi, saya tidak ingin menjadi seorang yang pecundang.
********

2 komentar:

  1. huuuMMM... bagus.. aa.. kata2nya keren...
    bkinin puisi tentang bunga matahari dunk...

    knapa gak bkin cerpen aja a?? terus terbitin.. ada bakat loh..

    BalasHapus
  2. makasih gita.....
    hmmm, tentang bunga matahari, oke, ide bagus tuh..

    insyallah gita, mohon do'anya ya....

    BalasHapus