Senin, 24 Januari 2011

Si Ikhwan Centil Penghuni Darussalam


Ba’da Dzuhur, setelah solat berjamaah di mesjid DT, aku dan Asoy langsung meluncur menuju asrama darussalam tercinta. Sesampainya di kamar, aku langsung membuka kasur lipat dan mamasangnya di pojokan dekat lemariku. Baru saja akan memejamkan mata, hape yang kuletakan tepat di samping telingaku, supaya ketika nanti alarm sholat ashar berdering, aku langsung bisa bangun, bergetar. Ada SMS masuk dari kang Robi Awaludin. Dia adalah atasanku di organisasi LEPPIM, selain itu juga dia sekarang menjabat sebagai ketua keluarga besar program pesantren mahasiswa (KB PPM) yang baru tadi pagi di deklarasikan. Isi SMS itu adalah, agar aku datang ke sekretariat leppim, pada ba’da ashar.

Selesai solat berjamaah ashar di mesjid Baiturrahman dekat pasar Geger Kalong, aku langsung meluncur ke kampus, tepatnya ke sekre leppim di gedung PKM (pusat kegiatan mahasiswa). Sesampainya di sekreariat, ada seorang akhwat sedang duduk manis sambil membaca Alqur’an. Aku biasa memanggilnya Tita, nama lengkapnya aku lupa. Dia staff departeman PSDM (pengembangan sumber daya manusia) pada periode kepengurusan leppim tahun ini. Tidak berbeda dengan diriku, dia juga adalah santri di PPM. Tita adalah salah-satu dari dua santri akhwat PPM yang paling aku kenal, selain Azura, kami dekat karena sama-sama berjuang di leppim. Tugas kami sore ini adalah menjadi tim penilai para calon kader leppim. Para calon kader itu diharuskan mempresentasikan makalah yang telah kami tugaskan. Jika memenuhi syarat, mereka berhak masuk leppim dan berjuang bersama-sama dengan kami dalam memajukan dunia penelitian di UPI, lebih jauh lagi di Indonesia.



Menjelang waktu magrib, semua calon kader telah menjalankan tugas mereka. Tinggal kami sekarang yang pusing untuk menentukan siapa-siapa saja yang berhak bergabung dengan kami di leppim. Karena hanya tinggal beberapa menit lagi adzan magrib berkumandang, kami sepakat untuk menunda pekerjaan ini.

Aku, Tita dan satu lagi teman akhwat di leppim, pulang bareng. Tujuan kami satu arah, yaitu mesjid DT. Untuk mencairkan suasana, sesekali kami mengobrol ringan. Banyak hal yang kami obrolkan, seperti tentang tegangnya Tita menunggu nilai UAS keluar, tentang para calon kader leppim yang sangat berkompeten, dan tidak lupa tentang perkembangan para santri PPM, yang kami termasuk di dalamnya. Sambil malu-malu, aku bertanya soal ada kabar apa saja di asrama Darunnajah, yang tidak lain adalah asramanya Tita. Namun dia tidak mau menjawab pertanyaanku yang satu ini. Dia mengernyitkan dahi dan menggeleng-gelengkan kepala sesaat setelah aku bertanya kepadanya. Namun, bukan Niko namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan mengeluarkan sedikit jurus yang aku dapatkan dari buku dan dari beberapa orang ahli, meskipun awalnya sedikit susah, namun, wanita tetaplah seorang wanita. Tita terkena rayuanku. Akhirnya dia mau menjawab apa saja yang aku tanyakan. Meskipun tidak semua pertanyaanku dia jawab.

“ Ma’af bapak Nikooooo...... Tita tidak bisa menjawab pertanyaan yang ini, itu bukan wilayah Tita,” tolak Tita atas pertanyaanku, namun dia tetap memasang wajah bersahabatnya. Subhanallah, sepanjang obrolan kami mengisi perjalanan, aku dapat menyimpulkan kalau Tita itu adalah seorang akhwat yang baik. Dalam hati aku mendo’akan dia agar kelak mendapatkan jodoh yang sepadan dengan dia.

“ Oh ya, di asrama akhwat ada yang suka ngomongin ikhwan gak?” tanyaku pada Tita.

Tita memalingkan wajahnya padaku. Dahinya dikernyitkan. Dengan nada datar dia menjawab,” gak ada !”

Kami melanjutkan perjalanan menuju mesjid DT. Banyak mobil yang melaju di jalan, hingga kami berjanan agak sedikit lebih ke ujung samping jalan. Aku tidak yakin dengan jawaban yang diberikan Tita, karenanya aku godai dia untuk menjawab dengan jujur pertanyaanku.

“ Yakin gak ada.... Oh ya, Tita inget gak materi yang diberikan beberapa waktu lalu? Kata ustad, berbohong itu dosa lho...” aku mencoba menggoda agar Tita benar-benar menjawab pertanyaanku dengan jujur. Warna mukanya berubah, Tita sedikit cemberut, namun tetap melanjutkan perjalanan. Sekali lagi aku bujuk dia.

“ Iya, ada !!!” jawab Tita tegas.

Berhasil, akhirnya Tita jujur juga. Jawaban yang diberikan sesuai dengan yang aku inginkan. PRku sekarang adalah tinggal mengetahui siapa saja ikhwan yang sering diobrolkan akhwat. Sepertinya aku harus mengeluarkan jurus yang lebih ampuh dari sebelumnya agar Tita mau menceritakan siapa saja nama ikhwan yang dimaksud. Aku buka file-file rahasia yang tersimpan di beberapa folder yang sudah lama tersimpan di memori otakku. Setelah terbaca, aku coba melaksanakan perintah-perintahnya. Dan, alhasil, sepertinya trik ini bekerja dengan baik. Walaupun sepertinya dengan agak terpaksa, Tita membuka rahasia.

“ Iya, memang tidak jarang akhwat juga ngomongin tentang ikhwan, tapi tidak sesering ikhwan ngobrolin soal akhwat !!!” jawab Tita sambil membela kaumnya.

“ Terus ????”

“ Terus ! teruss !!! terus apanya ??!!” tanya Tita balik.

“ Siapa ikhwan yang paling sering diomongin?” tanyaku lagi sambil nyengir-nyengir kuda. Karena sedikit malu, aku menggaruk-garuk kepala, padahal kepalaku tidak sedang dalam keadaan gatal.

Tita menghentikan langkahnya, mungkin karena dia kesal kepadaku karena terlalu sering bertanya. Teman kami yang satunya juga ikut-ikutan berhenti. Karena mereka berhenti, akupun ikut berhenti. Tita menatapku dengan muka asam. Karena tidak enak hati. Aku palingkan pandanganku kepada teman yang satunya, kulihat dia menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda tidak setuju dengan perbuatanku.

“ Bapak Niko........... Iya, memang ada seorang ikhwan yang sering diomongin oleh akhwat,” ucap Tita dengan mimik muka genit. Aku tahu, mimik muka itu hanya dibuat-buat, mungkin karena saking kesalnya dia kepadaku.

“ Bapak Niko ingin tahu gak siapa ikhwan yang sering diomongin itu.....???” ucap Tita lebih genit dari sebelumnya. Sepertinya Tita bisa membaca pikiranku. Memang tadinya aku ingin menanyakan hal itu.

“ Maaau tidaaaaaaak.... ????” tawar Tita semakin genit. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala tiga kali.

“ Ikhwan itu adalah bapak Niko sendiri......” ujar Tita mengagetkanku. Yang benar saja. Aku sering diomongin akhwat. OH My God. Dadaku kembang kempis dibuatnya. Aku merasa penasaran dengan hal apa yang menyebabkan mereka membicarakanku. Sepertinya aku akan memberikan satu pertanyaan lagi kepada Tita, pertanyaan tentang apa penyebab yang bisa membuat mereka memperbincangkan diriku. Namun, sekali lagi Tita bisa membaca pikiranku. Seper sekian detik sebelum aku mengajukan pertanyaan, Tita langsung memberi tahu rahasianya.

“ Bapak Niko mau tahu gak kenapa bapak Niko sering diomongin akhwat...” tawar Tita, masih tetap dengan raut muka genitnya. Aku jawab dengan enam kali anggukan kepala. Tita melebarkan senyumnya. Aku tegang dan penasaran. Terlihat, teman kami yang satunya menahan-nahan nafasnya ikut merasakan ketegangan.

“ Penyebabnya adalaaaah....... karena bapak Niko itu centiiiiil....... oleh para akhwat di asrama darunnajah, bapak Niko dijuluki sebagai ikhwan centiiiiil.....” Tita menutup perkataannya dengan senyuman kemenangan. Teman yang satunya menunduk menahan-nahan ketawanya.

What ?!!! Aku ikhwan centil? Centil dilihat dari mananya? Apakah yang dikatakan Tita itu hanya berupa pelampiasan kekesalannya saja kepadaku, atau memang benar adanya? Aku berdiri mematung di pinggir jalan memikirkan misteri ini, hingga tanpa kusadari, Tita dan temen yang satunya meninggalkanku yang kebingungan sendiri.

“ Tita, tunggu!!!!” aku kejar mereka bermaksud mencari tahu atas jawaban misteri yang paling misterius di zaman modern ini.

9 komentar:

  1. jleb~~
    knapa saya di bawa2..???
    banyak lebay nya nihhh ..==
    non fiksi tetaplah non fiksi..

    BalasHapus
  2. Titaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
    maafin calon penulis terbaik Indonesia ya.....
    iya itu ditambah-tambahin....
    demi keperluan cerita aja kok...
    gak papa ya.....ok ok...
    :-)

    BalasHapus
  3. ih, dasar!
    kenapa ada nama zura?
    :-/

    BalasHapus
  4. weleeh...weleeh...Pak Niko..ternyataaa...
    *geleng-gelengkelapa*

    makin mantaf aja nih tulisannya.
    oke! semangat menulis!

    BalasHapus
  5. alah hadeuh hambrur...
    ntu mah ko aja yang genit,
    godain cewe mulu,
    hehehe

    BalasHapus
  6. @ Zura: supaya Zura ikut-ikutan terkenal ketika tulisan-tulisan di blog ini diterbitin, he...
    @ Teh Nurul: Siap teh, mari kita ramaikan dunia kepenulisan Indonesia...
    @ Anonim: Rian kribo ya, he...
    @ Mamat: tenang Mat,tunggu tanggal mainnya, he...

    BalasHapus
  7. ehm, ga cuma di DN loh pak niko. di asrama satunya ant jg dibicarakan. haha.

    BalasHapus
  8. @ Anonim: wah, gitu ya???? waduh-waduh gawat nih......

    BalasHapus