"Mun,
Allah itu baik ya. DIA banyak mengabulkan mimpi-mimpi saya. Tidak sedikit
memang yang belum tercapai. Tapi banyak juga yang sudah terwujud," ucap
saya di sela obrolan sebelum tidur.
"Alhamdulillah,"
My Moon menanggapi.
"Mun."
"Ya."
"Saya
punya mimpi baru."
"Apa?"
"Anak
pertama nanti laki-laki."
Si Cinta
menatap saya tajam. Melotot. "Perempuan!"
"Laki-laki!"
"Perempuan!!"
"Laki-laki!!"
"Perempuan!!!!!!!"
"Laki-laki!!"
"Perempuan!
Orang Mun yang hamil!!!!"
"Saya
penyebab kehamilannya!"
"Iiiiih!!!!!!!"
***
IMPIAN
Biasanya, jika
sudah memiliki mimpi, atau keinginan, atau cita-cita, saya tanamkan benih itu
dalam-dalam di jiwa saya, agar kuat akar yang menopang tumbuhnya pohon mimpi
itu. Saya tuliskan mimpi saya di buku harian. Saya coretkan mimpi saya di
karton besar. Lalu saya tempelkan karton itu di dinding kamar. Supaya bisa saya
tatap setiap kali akan tidur. Hingga perlahan mengendap di alam bawah sadar,
lalu menuntun setiap pikiran dan tindakan saya menuju tercapainya impian itu.
Ketika SMA,
saya memiliki mimpi menjadi pemain sepak bola profesional. Saya ingin masuk
skuad PERSERANG U-18. Selain berdoa dan berusaha dengan terus berlatih, saya
tempelkan kata "PERSERANG" di dinding kamar. Alhasil, saat kelas dua
SMA, Alhamdulillah saya berhasil tembus tim PERSERANG junior. Mengalahkan
ratusan remaja kabupaten Serang yang juga ikut seleksi.
Selepas SMA,
saya ingin kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), di kota kembang,
Bandung. Di antara alasannya adalah: supaya bisa nyantri sambil kuliah. Sejak
kenal Aa Gym di tv, saya berkeinginan besar untuk belajar di pondok beliau,
yaitu Daarut Tauhiid, yang letaknya tepat di samping kampus UPI Bandung.
Saya tulis
kata "Universitas Pendidikan Indonesia" di dinding kamar. Saya lihat
setiap akan tidur. Setiap kali saya melihat tulisan itu, setiap itu pula
semangat saya bertambah besar kobarannya. Hasilnya, Alhamdulillah saya lolos
seleksi nasional masuk kampus. Saya jadi mahasiswa UPI Bandung jurusan
pendidikan geografi. Setahun berselang, saya mondok di pesantren Daarut
Tauhiid. Ikut program pesantren mahasiswa. Bertemu dengan Aa Gym, dan menjadi
santri beliau. Lebih tepatnya santri sableng. Sebab jika dihitung-hitung, waktu
untuk bermain futsal lebih banyak dibanding waktu yang saya habiskan untuk ikut
mengaji. Haha.
Saat masih
mahasiswa, satu lagi mimpi besar yang saya miliki, yaitu balik ke kampung
halaman. Jika sudah wisuda nanti, saya ingin pulang kampung. Berbakti pada
tanah kelahiran. Mengamalkan secuil ilmu demi kemajuan desa tercinta. Saya
catatkan mimpi itu di buku harian. Alhamdulilah, selepas wisuda, takdir
menuntun saya untuk balik kampung. Saya mengajar di SMA Nurul Fikri Boarding
School Cinangka, Serang, Banten, yang letaknya hanya sekitar 13 kilometer saja
dari rumah.
Setelah resmi
pulang kampung. Mimpi saya berikutnya adalah memiliki istri yang usianya
lumayan jauh di bawah saya. Sebab ada mimpi berikutnya yang mengekor, adalah
memiliki banyak anak. Dan salah satu jalan agar bisa memiliki banyak anak yaitu
dengan menikahi wanita yang masih muda. Agar lebih banyak kesempatan
melahirkannya. Ternyata, Allah Yang Maha Baik kembali mengabulkan mimpi saya.
Usia istri saya adalah delapan tahun di bawah saya. Haha.
Masih ada
banyak mimpi yang sudah saya tuliskan. Dan banyak dari mimpi itu yang sudah
terwujud. Juga tidak sedikit mimpi yang masih belum tercapai (InsyaAllah dalam
proses tahap pencapaian). Contohnya adalah mimpi anak pertama laki-laki. Agar
kelak bisa memimpin adik-adiknya yang insyaAllah akan ada banyak. Aamiin.
***
SHOLAWAT
Satu tahun sebelum
saya melamar istri saya, ternyata beliau sudah diberikan bocoran oleh Allah
melalui mimpi. Selepas mimpi itu, setahun berselang, saya benar-benar maju
untuk melamarnya.
Satu minggu
sebelum anak Pak Boim lahir, pagi-pagi sekali istri saya bercerita. "Kak
Niko, semalam Mun mimpi, istri Pak Boim sudah lahiran, anaknya laki-laki."
Tujuh hari setelah ucapan itu, Pak Boim memberi kabar di grup Whats App, bahwa
istri beliau sudah lahiran, anaknya laki-laki.
Mendapati dua
peristiwa itu, saya merasa horor juga pada istri. Pada beberapa kesempatan,
bila istri ingin menceritakan mimpinya, selalu saya awali dengan sebuah
pertanyaan yang sama. "Mimpinya bagus atau tidak?". Jika istri bilang
bagus. Saya akan mendengarkan. Tapi jika istri bilang tidak. Saya urung untuk
mendengar. "Saya gak mau dengar ya. Sepertinya itu hanya bunga tidur saja.
Perbanyak dzikir, sholawat, dan tilawah ya." Saya akhiri dengan kalimat
anjuran ini.
Saya
penasaran, amal kebaikan apa yang istri saya kerjakan. Selidik punya selidik,
ternyata istri saya istikomah membaca sholawat minimal seratus sebelas kali
setiap harinya. Amalan ini diberikan oleh Kyai Rofiq saat di pondok dulu. Oooh.
Dengan membaca
sholawat atas Nabi Muhammad SAW, itu merupakan salah satu bukti kecintaan kita
kepada Baginda Nabi SAW. Bukankah dia yang memiliki rasa cinta akan selalu
menyebutkan nama orang yang dicintainya? Bukankah dia yang memiliki rindu pada
seseorang akan selalu memanggil nama orang yang dirindukannya?
Kecintaan kita
pada Baginda Nabi akan tercermin pada sholawat yang kita lantunkan. Entah itu
dengan lantang, atau lirih di dalam hati. Dengan membaca sholawat, semoga rasa
cinta kita pada Baginda Nabi SAW terus bertambah dan bertambah lagi. Hingga
menjadikan cinta kita pada beliau menjadi cinta ranking satu setelah kecintaan
kita pada Allah SWT. Sebab Umar bin Khotob ra saja ditegur Nabi ketika beliau
berkata seperti ini. "Saya mencintaimu Rasul, melebihi cinta saya kepada
siapapun di dunia ini, kecuali cinta saya pada diri saya sendiri."
Kemudian Nabi
SAW berkata. "Umar, imanmu belum sempurna, hingga engkau lebih mencintai
diriku ketimbang cintamu pada siapapun, termasuk cinta pada dirimu
sendiri."
Mendengar
teguran Rasul SAW, kemudian Umar ra merevisi kalimatnya. "Mulai saat ini,
Demi Allah, saya lebih mencintai dirimu lebih dari siapapun di dunia ini,
termasuk cinta saya pada diri saya sendiri."
Lalu
Rasulullah SAW berkata lagi. "Wahai Umar, sekarang imanmu telah
sempurna."
Semoga kita
semua bisa meletakan cinta pertama kita, setelah cinta pada Allah, untuk Nabi
Muhammad SAW. Semoga kita bisa membalas besarnya rasa cinta beliau untuk kita
sebagai umatnya. Sebagaimana yang tergambar pada beberapa peristiwa yang dulu
pernah dikisahkan oleh guru ngaji kita ketika masih kecil.
Satu. Ketika
isro-mi'raj, Rasul bertemu dan berbincang langsung dengan Allah SWT. Saat itu
Allah mendoakan Nabi, "Segala pemeliharaan dan pertolongan Allah untukmu
wahai Nabi, begitu pula rahmat Allah dan segala karunia-Nya."
Pada peristiwa
istimewa seperti itu, pada kebahagiaan besar sebab bisa bertemu langsung dengan
Tuhan semesta alam, siapa yang diingat Nabi waktu itu?
"Semoga
perlindungan dan pemeliharaan diberikan kepada kami (Nabi dan umatnya) dan
semua hamba Allah yang Sholeh." Harapan Nabi SAW yang beliau ucapkan pada
Allah. Yang beliau ingat adalah kita, umatnya. Pantaskah jika sekarang kita
tidak meletakan cinta terbaik kita untuk Rasul SAW?
Dua. Saat
detik-detik menjelang kematian, kalimat yang Nabi ucapkan dan yang paling
beliau khawatirkan bukan keluarganya, bukan pula para sahabatnya, tapi adalah
ini, "Umatku, umatku, umatku." Yang paling beliau ingat adalah kita,
umatnya. Pantaskah jika sekarang kita tidak meletakan cinta terbaik kita untuk
Nabi SAW?
Sholu 'ala Nabiy!
Allahumma
sholli wa salim 'alaa nabiyyinaa Muhammad!
***
"Mun,
semoga laki-laki ya."
"Perempuan!"
"Tapi
impian saya sering terwujud lho."
"Gakpapa.
Waktu itu Mun mimpi lihat dede (bayi)."
"Tapi kan
waktu itu mimpinya gak tahu dedeknya laki-laki atau perempuannya."
"Tapi
kayaknya dede perempuan."
"Semoga
laki-laki."
"Semoga
perempuan! Hayu kita buktikan. Impian Kak Niko, atau sholawat Mun yang
menang."
Waddduh .
Sepertinya saya harus menyiapkan juga nama untuk dede perempuan nih. Ada usul?
Hehe.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar