Dua tahun
lalu, takdir membawa saya untuk pulang ke tanah lahir saya. Kecamatan Cinangka,
Serang, Banten. Wasilahnya adalah mengajar di SMA Nurul Fikri Boarding School
(NFBS). Kembali ke kampung, adalah sebuah mimpi besar dari sekian banyak mimpi
yang saya tulis pada kertas mimpi.
Di NFBS, tidak
hanya santri yang boarding (tinggal di asrama) tapi guru dan karyawan juga
(rumah dinas). Jika melihat status saya yang baru menikah lima bulan lalu,
mendapat rumah dinas (gratis) merupakan sebuah hadiah dari Tuhan. Selain itu,
fasilitas makan tiga kali sehari membuat pengeluaran per-bulan menjadi lebih
hemat. Lebih jauh dari itu, hidup di lingkungan pesantren adalah hadiah paling
istimewa. Teringat obrolan dengan Pak Hilman (guru matematika) saat perkenalan
dulu.
"Ada
banyak alasan kenapa saya memilih mengajar di NF. Diantaranya adalah
lingkungan. Anak saya masih kecil. Saya ingin anak saya mendapatkan lingkungan
tempat tinggal yang baik. Ini adalah pesantren, insyaAllah termasuk lingkungan
yang baik untuk hidup. Kemudian lingkungan sekitar pesantren juga asri. Banyak
hutan. Udaranya segar," ujar Pak Hilman kala itu.
***
Sabtu pagi.
Atmosfer di atas NF tampak lebih jingga dari biasanya. Pada beberapa bagian
langit tampak awan kelabu kecil menghiasi. Awan nimbostratus yang biasanya
menurunkan gerimis.
Saya geser
pandangan sedikit ke langit barat. Waw! Ada garis melengkung tebal yang
berlapis-lapis. Pada setiap lapisannya memiliki warna yang berbeda-beda. Merah,
jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Atau yang lebih tenar disebut
dengan pelangi. Tidak hanya satu. Tapi dua. Tuhan memberikan bonus satu untuk
pagi ini.
"Mun,
sini Mun, keluar bentar!" Pinta saya pada istri yang sedang di dalam
rumah.
"Ada apa
Kak Niko?" Jawab My Moon setengah teriak.
"Lihat
keluar! Ada apa di langit?"
KREEEK.
Si Cinta
membuka gorden. Dia mengintip dari dalam. "Waaaaaaah. Pelangi. Ada dua.
Indah banget."
Benar. Dua
buah garis melengkung di langit membuat pagi ini tampak mempesona. Mungkin
karena Tuhan sedang meneteskan sepercik keindahan surga ke atas bumi.
"Ayah,
kok pelanginya ilang?" Tanya putrinya (entah Asma atau Fatimah) pak
Masbukin, tetangga sebelah kanan saya.
"Iya,
pelanginya sudah hilang. Yang buat pelangi itu Allah. Kita minta lagi nanti ke
Allah ya," sayup-sayup saya dengar dialog pak Masbukin dengan putrinya.
Sebuah dialog yang indah didengar.
Pagi ini,
selain dua keindahan dzohir yang saya terima dengan melihat dua buah pelangi.
Ada tambahan keindahan batin yang saya peroleh. Adalah dialog sang ayah dengan
putrinya.
Sekira sepuluh
menit berselang. Saat saya hendak berangkat mengajar. Saya temui Salsa,
putrinya Pak Fajar, tetangga depan rumah.
"Pelanginya
sudah hilang ya?" Saya menyapa Salsa.
"Iya.
Pelanginya sudah kembali ke surga," jawab salsa sambil menatap saya. Waw.
Amazing. Sebuah jawaban yang saya kira bukan jawaban sembarangan. Sebuah
jawaban yang lahir dari hati bersih anak-anak yang telah sekian lama telah
dididik dengan baik oleh kedua orang tuanya. Juga dididik oleh lingkungan
tempat tinggal yang baik pula. Ternyata bukan satu. Hiburan batin yang saya
peroleh juga ada dua pagi ini. Seperti dua pelangi yang melengkung setengah
lingkaran di atas langit tadi.
***
Dulu, saya
pernah dengar bahwa sesungguhnya pelangi itu tidak setengah lingkaran. Tapi
satu lingkaran penuh. Hanya saja saya lupa.
Menjelang
siang. Saya ada jadwal mengawas try out kelas dua belas IPS tholib (santri
putra).
(Moon, saya
lupa, tolong searching di google, kenapa pelangi hanya setengah lingkaran?
Koneksi internet kurang baik. Wifii sedang tidak bagus). Isi pesan WhatsApp
saya untuk istri di rumah.
Lima belas
menit belum ada jawaban. Centangnya masih hitam dua.
(Moon, segera
carikan ya. Penting).
TING TONG
(Pelangi
sebenarnya berbentuk lingkaran utuh. Kemampuan mata manusia terbatas dalam
melihat cahaya. Manusia hanya bisa melihat pelangi yang ada di sudut 42
derajat. Pelangi yang ada di luar sudut itu tidak akan terlihat oleh mata).
(Bukan itu
jawabannya Moon).
(Kata google
seperti itu).
(Bukan).
(Apa atuh?).
(Karena
pelangi yang setengahnya ada di bola matamu. 😎).
(Huweeeek!).
Asem.
Balasannya muntah. Haha.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar