Sabtu, 18 Juni 2011

Apa yang Sudah Kuperbuat?


Pagi ini, sekitar jam enam lewat sedikit, kami, para santri PPM, pulang kandang. Di pertigaan dekat mesjid DT yang masih direnovasi, santri ikhwan dan santri akhwat berpisah. Ikhwan belok kanan dan akhwat belok kiri, kami menuju asrama masing-masing. Jalanan geger kalong mulai hidup kembali. Kendaraan bermotor mulai bermunculan. Biasanya, aku pulang bareng teman-teman satu kamarku, atau salah-satu dari mereka, atau lagi, tidak jauh di depan atau di belakangku terlihat mereka berjalan dengan sanri yang lain. Namun, tidak untuk pagi ini. Aku jalan sendiri. Pada rombongan depan tidak ada mereka. Pun dengan rombongan belakang, aku tidak mendapati mereka. Kemana hilangnya sahabat-sahabatku itu? Mungkinkah, sesaat setelah materi akhlaq mq selesai, mereka diculik oleh segerombolan alien? Atau secara tidak sengaja masuk pada sebuah lubang waktu yang muncul tiba-tiba di tangga menuju Da’arut tijaroh, kemudian mereka tersasar ke zaman jurasik dan menjadi santapan tyranosaurus? Apapun itu, yang jelas mereka tidak ada, bukan karena diajak makan pagi bareng bapak presiden di istana negara, spesial dimasakin langsung oleh pak presiden, atau diajak ngedate bareng oleh penyanyi cantik Gita Gutawa. Yang pasti juga, bukan momen yang bagus-bagus lainnya. Aku yakin itu.

Assalamu’alaikum,” teriaku memasuki asrama. Beberapa teman yang duluan masuk menjawab salamku. Mereka memasuki kamar masing-masing. Begitu juga dengan diriku. Aku melanjutkan langkah menuju kamarku, ghurfah lima belas. Dari luar, kudapati pintu kamar masih tertutup rapat, lampu neon masih menyala. Ini berarti bahwa, teman satu kamarku belum tiba. Segera aku membuka pintu memasuki kamar.

PRAK PRAK PRAKK

Kepala belakangku merasakan tiga kali hantaman. Sakit. Dari belakang, di balik pintu aku mendengar suara tawa terbahak-bahak. Aku hafal suara itu. Aku sangat hafal suara jelek itu. Tawa itu adalah tawa mereka, makhluk aneh penunggu WC dan tempat gelap asrama darussalam. Siap lagi kalau bukan: Farhan, Hanif, Iqbal dan Yoga. Aku pegang kepalaku. Kurasakan sesuatu yang kental. Masya Allah, itu adalah telor busuk, baunya sangat menyengat hidungku. Aku mau muntah. Kubalikan badanku pada pintu. Disana kudapati tiga sosok makhluk aneh dengan wajah cerah ceria. Mereka tertawa, hanya Farhan yang rautnya datar. Tangan kanannya dia letakan di belakang kepala, seperti hendak melemparkan sesuatu benda padaku. Dia mematung. Melihat Farhan seperti itu, Yoga merampas benda yang sedang dipegang farhan. Dia melamparkannya ke tubuhku.

PRAKKK

Astagfirulloh, sekali lagi, telor busuk itu menghantam tubuhku. Bau menyebar ke setiap sudut kamar. Empat lawan satu, aku tidak berdaya. Dengan wajah seakan-akan tidak memiliki dosa, mereka memberikan tangannya ke hadapanku.

“ Selamat milad kang. Semoga tahun ini adalah tahun yang berkah untuk akang dan keluarga, ditunggu karya selanjutnya, saya suka tulisan-tulisan akang,” ucap Hanif.

“ Terus kejar mimpi-mimpimu kawan, jangan berhenti dalam berkarya,” ujar Farhan.

“ Selamat menjelang hari tua Ko. Selamat hilang satu tahun lagi jatah hidupmu. Semoga saya dan keluarga saya sukses, hehe….” Celetuk Yoga. Tangannya memukul pundakku dengan keras.

“ Selamat milad kawan. Teruslah menulis untuk peradaban. Oya, saya mau tanya sama kamu Ko, kapan kamu nikah? Kamu kan sudah kolot. Hehe….” Ucap Iqbal. Sepertinya dia tertular virus yang telah menghancurkan syaraf-syaraf otak Yoga. Bahaya. Akan semakin banyak saja orang-orang aneh di dunia ini.

Setelah prosesi pelemparan telor busuk usai, mereka memberikan sebuah kue tart besar untuk ku. Jika diperhatikan, sepertinya harga kue itu numayan mahal. Pantesan saja tadi malam mereka patungan uang, anehnya tidak satupun dari mereka yang menagih diriku. Ternyata, uang itu untuk membeli kue tart ini toh.

Melihat tart yang penuh dengan krim dan coklat, timbul akal bulus di kepalaku. Aku tidak rela jika para makhluk aneh di sampingku tidak mendapatkan ganjaran atas perbuatan merek terhadapku. Setelah aku makan beberapa potong kue, aku tumpahkan kue itu pada wajah mereka. Yang paling banyak, aku hujamkan ke muka Yoga. Kami tertawa terbahak-bahak ketika itu. Kami ceria. Ghurfah lima belas penuh warna. Namun, keceriaan itu tidak bertahan lama, karena desas-desus ada keributan di kamar nomer lima belas sampai juga ke telinga kepala asrama, ustad Hamdani. Siangnya, setelah dihukum harus membersihkan kamar, kami di hukum push-up di tengah lapangan futsal. Yoga, adalah orang yang mendapatkan jatah push-up paling banyak. Lima puluh. Karena setelah diselidiki oleh detektif kawakan asrama darussalam, sutradara dari tragedi telor busuk itu adalah dia, Asep Yoga Nugraha.

***

Dua puluh dua tahun yang lalu, aku dilahirkan ke dunia ini, tapatnya pada hari Minggu, tanggal delapan belas Juni, tahun 1989, disebuah desa yang asri di pesisir pantai selat sunda. Tidak terasa, hampir seperempat abad aku hidup. Semakin berkurang saja jatah hidupku. Tidak jarang aku merenung sendiri mencoba melihat kedalam diriku. Sejauh ini, perbuatan baik apa yang sudah aku lakukan untuk kelargaku? untuk kampung halamanku? untuk daerahku? untuk bangsaku dan juga untuk islam agamaku? Adakah usia itu hanya aku gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat?! Aku malu kepada orang-orang disana. Mereka berprestasi dalam usia yang masih muda. Mereka dikagumi orang, banyak generasi muda lain meniru perjuangan mereka mencoba mendapatkan apa yang telah mereka peroleh. Mereka jadi idola. Hebat.

Yang lalu biarlah berlalu. Tidak ada gunanya lagi aku tangisi, toh, sebanyak apapun air mataku keluar, tidak akan pernah bisa mengembalikan masa laluku itu. Sekarang, tugasku adalah harus menatap jauh kedepan, memang, sesekali mungkin aku harus melihat kebelakang melalui sepion kehidupan, ditakutkan aku akan terjerumus kepada kesalahan yang pernah dilakukan, ditakutkan jatuh pada lubang yang sama.

Hari ini, aku memperoleh apa yang memang sepantasnya kudapatkan. Andai dulu aku berjuang lebih keras sedikit saja, mungkin ceritanya akan berbeda. Memang benar, apa yang seseorang dapatkan pada hari ini adalah buah dari hasil bercocok tanam kemarin, dan apa yang akan diperoleh pada hari esok adalah bergantung pada garapan hari ini. Jika ingin mendapatkan hasil yang baik dan bagus, maka tidak mudah perjuangan yang harus dilakukan. Semuanya bergantung pada kualitas perjuangan. Jangan berharap banyak, jika tidak mau merasa capek. Oleh karenanya, aku harus berjuang lebih keras guna mendapatkan hari esok yang bahagia. Aku tahu, tidak mulus jalan yang akan dilalui, pasti, akan banyak rintangan yang menghalangi. Tapi, memang itulah sejumlah harga yang harus dibayar.

Berkenaan dengan permasalahan ini, satu dari sekian banyak hal yang aku sesali adalah karya tulisanku. Sejauh ini, baru sebuah cerpen yang berhasil tembus ke penerbit. Cerpenku itu diterbitkan bareng cerpen-cerpen buah karya penulis muda yang tergabung di forum lingkar pena cabang Banten lainnya. Buku kumpulan cerpen itu dicetak di penerbitan Gong Publishing, percetakan buku milik penulis hebat, yaitu mas Gola Gong. Aku merasa, kemarin aku belum optimal dalam menulis. Aku masih belum merasa sering mengirim tulisanku ke media. Andai dulu aku menghasilkan satu tulisan saja setiap bulannya, mungkin, sudah banyak karyaku sekarang. Namun, aku tidak ingin berandai-andai terus, islam melarang hal itu. Tugasku sekarang adalah segera memperbaiki keadaan, segera menulis. Menuliskan semua ide yang masih hangat dikepala, sebelum memuai diuapkan pikiran lain. Untuk itu, sekarang aku mengkondisikan kamarku, agar kondisi selalu mengingatkanku untuk segera merampungkan target tulisanku.

Di pojok ruang ghurfah lima belas, disana tersimpan dua lemariku, lemari kayu dan lemari plastik, keduanya berwarna coklat. Pada lemari plastik tersimpan rapih pakaianku, dan pada lemari kayu, disana berjejer buku-bukuku. Pada dinding, tepat di atas kedua lemari itu, dengan meminta izin terlebih dahulu pada kang Hakmal, aku menempelkan schedulu board. Pada papan skedul itu aku menandai deadline penyelesaian tulisan-tulisanku. Aku menuliskan judul tulisan yang akan aku tulis pada beberapa kotak kecil yang terdapat di papan skedul. Aku tulis dengan menggunakan spidol merah kepunyaan Hanif, agar semakin jelas terlihat, selain itu juga, agar aku merasa diperingatkan oleh papan itu, karena tinta merah itu identik dengan sebuah peringatan.

Jika aku konsisten, maka proyek tulisanku ini akan selesai pada akhir tahun ini, dan pada awal tahun berikutnya, aku sudah bisa mengirimkan bukuku pada penerbit. Mengenai hasilnya, aku serahkan semuanya kepada Allah Swt. Diterima ataupun tidak, aku yakin itu adalah keputusan terbaik yang Dia berikan untukku. Namun, kalau boleh memilih, jelas, aku menginginkan buku itu dapat diterbitkan.

Yaa Allah, yang maha pengabul do’a, yang maha segalanya, tidak ada yang lebih perkasa dari Engkau, mudahkanlah hamba dalam mewujudkan salah-satu impian hamba, yaitu bisa menghasilkan karya sebuah tulisan yang diterbitkan di penerbitan besar dan terkenal, sehingga tulisan itu bisa mendatangkan rezeki yang besar, halal dan barokah. Dengan rezeki itu, hamba bisa membahagiakan kedua orang tua hamba. Bisa membahagiakan adik-adik hamba. Dapat membantu sanak saudara hamba. Mampu membangun sebuah rumah idaman di dekat salah-satu rumah orang mu’min, yaitu mesjid Da’aruut Tauhiid, Bandung. Juga, agar segera mampu menyempurnakan separuh agama hamba, yaitu membingkai sebuah rumah tangga yang insyAllah, sakinah, mawadah, warrahmah. Namun, sebelum itu, hamba mohon diberikan jodoh yang solehah, jodoh yang baik, baik untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat hamba. Jodoh yang menyenangkan hati dan menentramkan jiwa. Yaa Allah yang maha pengasih dan penyayang, kabulkanlah do’a hamba ini. Aamiin.
***

4 komentar:

  1. Sepion
    *Spion

    Schedulu
    *Schedule

    La~h mubazir tartnya euy..

    Spidol Hanif? (ckck, ndak perlu disebutin kali..)

    "Namun, aku tidak ingin berandai-andai terus, islam melarang hal itu. Tugasku sekarang adalah segera memperbaiki keadaan, segera menulis."

    Alamak jang! waLlahi.. tersinggung berat.. yeuh.
    Hmm...

    BalasHapus
  2. ana suka tulisannya...., huwweeeeekkksss bau bnget ya tlorny :p
    met milad kang niko.,smg istiqomah mski ujian hdup pstilh ada..,
    smg trcapai smw mmpiny.,amiiiinn :)
    jngan mudh putus asa.,keep spirit bos!!!

    BalasHapus
  3. Gening ayanya dipesantern sakelas DT membudidayakan kebudayaan kitu Nik . . . ???

    BalasHapus
  4. karena nila setitik, rusak susu sebelanga...

    jangan salahkan DT nya kawan, tapi, salahkanlah kami, para penghuni ghurfah lima belas, he...
    akibat kesalahan itu, kamipun mendapatkan ganjarannya, apakah itu? kami dihukum...
    itu pelajaran untuk kami... :-)

    BalasHapus