Kamis, 02 Juni 2011

Dia Telah Berubah


Assalamu’alaikum,” ucapku setengah teriak. Tidak seorangpun yang menjawab salamku. Asrama sepi ketika itu, maklum, libur menjelang UAS belum berakhir. Lebih dari setengah penghuni asrama mudik ke kampung halaman mereka masing-masing. Hanya beberapa santri saja yang masih betah di asrama. Aku adalah satu diantaranya.

Ruang tamu terasa sunyi sekali. Biasanya, kudapati satu atau dua santri sedang khusuk membaca buku atau kumat-kamit mencoba untuk menghafal Alqur’an. Aula kosong, hanya rak buku bisu yang tampak. Lapangan futsal yang biasanya hampir setiap hari digunakan, kali ini sepi tak bersuara, yang tertinggal hanyalah bola plastik warna kuning tergeletak di tengah-tengah lapangan. Bola plastik kuning itu menggelinding sendiri karena tertiup angin.

Aku terus melangkah mengamati asrama. Kudapati kang Andi termenung sediri di kursi bambu, depan kamar bang Afgan. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu hal. Aku tidak ingin mengganggu dia. Aku hanya mengucapkan kata “selamat sore” padanya. Kang Andi membalas sapaanku sembari memberikan seutas senyuman padaku.

Aku susuri setiap jengkal demi jengkal asrama. Kakiku melangkah menuju halaman belakang, yang sekaligus juga sebagai tempat parkir motor para santri. Disana kudapati Yoga sedang berbaring di atas jok motor matic merah kesayangannya. Pandangannya diarahkan pada hape yang sedang digenggam tangan kanannya. Yoga ketawa-ketawa sendiri. Sepertinya dia sedang membaca SMS lucu dari salah-satu kawannya, entah kawan yang mana. Ku lanjutkan langkah menuju kamar dekat dapur. Pada kamar yang kecil, kawan sekamarku ketika di ghurfah tiga belas dulu, yaitu Faqih sedang asyik dengan laptopnya. Oh ya, aku lupa memberitahukan sesuatu. Faqih sudah memiliki laptop baru bermerk pabrikan kenamaan negeri sakura. Pada kamar satunya yang ukurannya lebih besar, kudapati dua penghuni tersisa sedang tepar. Mereka terlihat leluasa dengan posisi tidur mereka.

Aku kembali hendak menuju kamarku. Yoga masih dengan posisinya semula. Kang Andi setia dengan kursi bambunya. Beberapa langkah melewati kang Andi, tangan kananku ada yang menarik. Aku menoleh ke belakang. Ternyata Yoga. Dia memberi isyarat agar aku mengikuti dia. Aku buntuti Yoga. Di tempat parkir Yoga mendekatkan wajahnya ke telingaku.

“ Dia telfon saya Ko! Katanya ingin ngomong dengan kamu,” bisik yoga.

“ Dia siapa?” tanyaku penasaran.

Masya Allah. Si akhwat itu,” jelas Yoga.

“ Oh…….” Aku baru faham, dia siapa yang Yoga maksud.

Yoga membungkam speaker hape miliknya, sepertinya dia tidak ingin orang yang sedang menelfonnya mendengarkan pembicaraan aku dengannya.

“ Gimana? Mau ngobrol gak?” Tanya Yoga pelan.

Aku pandangi hape di tangan Yoga. Masih dia genggam erat. Yoga memberikan hape itu padaku. Aku menerimanya. Yoga tersenyum, sejurus kemudian melangkah meninggalkan aku sendiri di antara barisan beberapa motor.

***

“ Kang Niko, maafin saya ya, ternyata apa yang kemarin-kemarin kang Niko bicarakan itu mungkin ada benarnya. Sekarang saya setuju dan akan mencoba untuk mengikutinya,” terang seorang akhwat di seberang sana. Sepertinya aku faham, mau dibawa kemana arah pembicaraan kami. Sepertinya dia akan membicarakan tentang cinta terlarang yang kami alami. Insya Allah, aku akan menuliskan cerita itu pada tulisan berikutnya.

“ Benar kang, sepertinya kita harus mencoba untuk saling mengurangi intensitas interaksi kita, baik via facebook, hape, maupun di dunia nyata. Memang, dulu, itu merupakan hal berat untuk saya. Tapi insya Allah, dan mudah-mudahan sekarang saya mulai bisa menerima itu.”

“ Saya setuju dengan usulan kang Niko. Kita mulai dulu dari satu minggu untuk tidak berhubungan sama sekali, terkecuali jika ada hal-hal yang sekiranya penting. Jika itu berhasil, kita coba dua minggu. Jika berhasil lagi, kita coba lebih lama lagi, yaitu satu bulan. Dan jika berhasil, kita coba dengan waktu yang lebih lama lagi dan lebih lama lagi.”

“ Dan, jika esok nanti kang Niko sudah menjadi penulis yang sukses dan masuk tivi, kemudian kang Niko ingin segera menyempurnakan separuh agama akang, jika rasa untuk saya masih ada, silahkan akang datang ke orangtua saya,” mendengar omongan itu, jantungku berdebar numayan kencang.

“ Jika nanti itu benar-benar terjadi dan teteh sudah ada ikatan dengan yang lain bagaimana? Akang kan malu,” reflek aku bertanya.

“ Oh, soal itu jangan khawatir kang. Sekiranya memang ada seorang ikhwan yang mencoba untuk meminang saya, kemudian saya menerimanya, orang pertama yang akan saya kasih tahu setelah orang tua adalah kang Niko.” Sungguh, ini tidak bohong, aku tidak bisa berkata apa-apa saat itu.

“ Ada tiga pesan saya untuk kang Niko. Pertama, mari kita perbaiki dulu diri kita masing-masing. Jangan khawatir kang, jika kita termasuk golongan orang baik, maka kita akan mendapatkan orang yang baik pula, terlepas itu nanti kita berjodoh atau tidak, yang penting, kelak kita sama-sama mendapatkan pendamping yang baik. Kita saling mendo’akan untuk itu ya kang!”

“ Trus yang kedua. Jika nantinya pelabuhan yang akang pilih adalah bukan saya, saya harap akang tetap kabari saya soal itu ya kang! Kemudian yang ketiga adalah, baik nanti kita berjodoh atau tidak, saya ingin akang mengabadikan kisah kita ini kedalam salah-satu tulisan akang. Saya ingin kisah kita ini abadi kang, tidak lenyap ditelan zaman,” suara akhwat itu menjadi terbata-bata. Sementara aku, sejujurnya aku malu mengakui hal ini, tapi tak apa lah. Mataku berkaca-kaca mendengar permintaan itu.

Kami mengakhiri obrolan. Aku berbaring di atas jok matic merah milik Yoga. Motor-motor menjadi saksi bisu obrolan kami. SubhanAllah, dia telah berubah, berubah banyak. Dulu dia baik, tapi sekarang, dia tambah baik. Aku yakin, kelak dia akan mendapatkan suami yang baik pula. Aku berharap, esok, akan mendapatkan istri yang minimal seperti dia.

3 komentar:

  1. subhanallah, seharusnya saya bisa menjadi akhwat seberti beliau.. :"> *malu.
    Nice post Niko, membuka pikiranku untuk bisa menjadi akhwat yang lebih baik.. :D

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah Phyqhie, semoga tulisan ini bermanfa'at untuuk kita semua....
    makasih sudah mengapresiasi tulisan ini :-)

    BalasHapus
  3. bila kamu mencinta se2orang, biarkan ia pergi. bila ia kmbali, ia akan mnjadi milikmu selamanya..
    :)

    tulisannya bagus kang, lanjutkan!!!! (ups, bukan mksud untuk promosi parpol hehehe....)

    BalasHapus