Kamis, 21 Juli 2011

Berdo'alah (Sebuah Saran Untuk Seorang Sahabat)


Aku dapat kabar, kalau satu dari beberapa sahabat terbaik yang pernah kumiliki, sedang mengalamai gundah gulana. Dia berdiri di antara dua cabang jalan, yang mana dia diharuskan memilih satu diantaranya. Dialah Fauko Ro’si, sahabat yang telah banyak membantu kesulitan-kesulitan yang pernah ku alami. Hingga detik ini, aku masih belum bisa membalas jasanya yang banyak itu.

Menurut kabar, sekarang dia telah bekerja sebagai karyawan inti di sebuah perusahaan baja terbesar yang dimiliki Indonesia. Perusahaan itu berlokasi di sebuah kota di Provinsi Banten, provinsi tempat kami ditempa hingga menjadi seperti sekarang ini.Hematku, dia sudah bisa mewujudkan beberapa mimpi yang dulu dia gembor-gemborkan padaku. Diantaranya yaitu: bekerja sebagai karyawan inti di sebuah perusahaan besar dengan gaji yang besar. Bagiku, hal ini merupakan sebuah prestasi yang besar, mengingat usianya terbilang masih belia.Aku memprediksi, dia akan memperoleh prestasi gemilang di masa yang akan datang. Aku yakin itu. Namun, bagi dia semua itu belum cukup. Menurut penuturannya, jika ukurannya adalah dunia, memang dia telah mendapatkannya. Tapi, bukan hanya dalam taraf itu yang dia cari, dia mencari kenyamanan dalam bekerja. Dia merasa, dia bekerja pada divisi yang salah. Dia ditempatkan pada divisi yang tidak dia inginkan. Dia ingin bekerja pada divisi yang sesuai dengan kemampuan dan keinginannya, juga sesuai dengan keilmuan yang dia pelajari selama bersekolah dulu.

Sepertinya aku paham dengan apa yang sedang dia rasakan sekarang, karena dulu, akupun pernah berdiri pada posisi dimana dia berdiri hari ini.Ketika itu aku bekerja pada sebuah hotel berbintang lima di wilayah Senayan, Jakarta. Jika ukurannya uang, aku mendapatkan gaji numayan besar saat itu, namun, aku merasa pariwisata adalah bukan jalan hidupku. Aku tidak menikmati pekerjaan itu. Aku merasa jalan hidupku bukan disana, tapi berada pada jalur pendidikan. Dengan banyak pertimbangan, akhirnya aku keluar dari pekerjaanku itu. Alhasil, dengan perjuangan yang kulakukan, akhirnya aku masuk pada jalur yang benar dan yang selama ini aku inginkan, adalah jalur pendidikan. Aku menjadi guru, tepatnya guru honor di sebuah sekolah dasar di daerahku. Walaupun pendapatanku jauh lebih kecil dibanding dengan pekerjaan yang dulu, tapi aku menikmati pekerjaanku itu.
***

Teruntuk sahabatku, Fauko Ro’si. Aku meminta ma’af karena belum bisa menjadi sahabat yang baik bagimu. Aku tidak bisa membantu banyak terkait permasalahan yang sedang engkau alami. Hanya satu yang bisa kuberikan untukmu, wahai sahabat terbaikku. Itupun bukan materi ataupun yang mewah-mewah lainnya, melainkan hanya sebuah saran. Saran yang mudah-mudahan bisa menghapuskan gejolak di hatimu. Apakah sebuah saran itu? Sebuah saran itu adalah do’a. Iya, hanya saran itulah yang mampu kuberikan untukmu. Berdo’alah! Berdo’alah! Berdo’alah wahai sahabatku!

Wahai sahabatku. Beberapa waktu lalu, aku mendapatkan nasihat dari guruku, Aa Gym. Beliau memberikan nasihat istimewa ini kepadaku, kepada para santri dan kepada para jama’ah pengajian lainnya.

“ Pada zaman ini, banyak negara berlomba-lomba dalam membuat senjata yang paling canggih. Mereka mengerahkan segenap kemampuan untuk membuktian bahwa mereka adalah negara terhebat.Mereka membuat senjata atom, senjata nuklir, rudal yang bisa lintas negara, dan senjata yang canggih-canggih lainnya. Tapi apakah kita sadari, ternyata senjata paling canggih yang ada di dunia ini telah kita miliki. Tidak ada senjata yang melebihi canggihnya senjata yang kita miliki. Apakah senjata itu? Senjata itu adalah do’a,” kurang-lebih seperti itulah kalimat yang teruntai.

Berdo’alah wahai sahabatku. Jangan ragu-ragu. Mintalah semua yang engkau inginkan, apapun itu. Masih ingatkah engkau dengan cerita yang mengalun indah dari guru agama islam semasa sekolah dasar dulu? Panasnya api bisa berubah menjadi dingin ketika Nabi Ibrahim as, dibakar.Tahukah engkau, apa yang membuat api itu menjadi dingin? Jawabannya adalah do’a, do’a tulus yang Nabi Ibrahim as, pinta pada Allah SWT. Tekhnologi apa di zaman sekarang yang bisa membuat api menjadi dingin. Tidak ada, tidak akan pernah ada!

Masih ingatkah engkau dengan cerita yang lainnya, yaitu cerita Nabi Musa as, ketika hampir terkejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya, ketika itu Nabi Musa as, dan kaumnya tidak bisa lari kemana-mana lagi, mereka menemui jalan buntu, laut merah telah menghalangi jalan lari mereka. Namun, apa yang terjadi ketika itu, Nabi Musa as, berdo’a kepada Allah agar laut merah terbelah dan menjadi jalan untuk mereka. Seketika itu juga, laut merah itu benar-benar terbelah dan menjadi jalan bagi Nabi Musa as, dan kaumnya. Bisakah kita renungkan kembali! Tekhnologi apa yang bisa membuat lautan yang luas bisa terbelah dalam waktu sekejap? Tidak ada dan mungkin tidak akan pernah ada. Tapi do’a, bisa melakukannya.

Atau cerita yang ini. Cerita ketika Nabi Muhammad SAWmembelah bulan. Lagi-lagi pertanyaan ini muncul, tekhnologi apa yang bisa melakukan itu? Hanya do’a dan hanya do’a.

Jika engkau merasa semua bukti di atas terlalu jauh dengan kenyataan sekarang, dalam artian karena yang berdo’a itu adalah orang-orang suci dan pilihan Allah, sedangkan engkau, aku ataupun manusia lainnya yang hidup di zaman ini, yang notabene penuh dengan dosa-dosamustahil bisa dikabulkan permohonannya. Baiklah, mari kita ambil beberapa contoh keajaiban sebuah do’a yang terjadi pada era sekarang. Sebelumnya, aku meminta ma’af seandainya ada niatan yang berbelok di tengah-tengah cerita nanti.

Wahai sahabatku. Masih ingatkah engkau ketika aku tergila-gila dengan yang namanya sepak bola? Apa yang aku inginkan ketika itu? Ketika itu aku menginginkan masuk skuad tim salah-satu klub sepak bola terbaik di provinsi Banten, yaitu Perserang. Tahukah engkau, berapa ratus pemain sepak bola yang menjadi sainganku untuk mendapatkan satu tempat dalam tim? Ratusan. Atau, berapa banyak pemain yang lebih senior dan permainannya lebih hebat dari kemampuan yang aku miliki? Banyak. Namun akhirnya, meskipun memang ketika itu aku berjuang keras demi mendaptkan jatah itu, tapi, persentase terbesar yang akhirnya membuatku masuk dalam skuad tim Perserang adalah do’a, do’a yang aku panjatkan hampir di setiap helaan nafasku. Apakah engkau menyadari akan hal ini?

Pun, masih ingatkah engkau betapa berharapnya dulu, aku untuk melanjutkan kuliah ke Universitas Pendidikan Indonesia. Tanpa aku ceritakan disinipun, mungkin engkau sudah mengetahuinya. Aku berjuang keras ketika itu, aku juga berdo’a banyak saat itu, hingga akhirnya, sekarang, aku masih sedang menjalani proses pembelajaran di kampus yang dulu aku impi-impikan itu. Do’alah salah-satu penyebabnya wahai sahabatku.

Jangan khawatir, berdo’alah! Mintalah apa yang engkau inginkan, kepada sang pengabul do’a, Dialah Tuhan kita, Allah SWT. Sebuah do’a bisa mengalahkan tekhnologi tercanggih yang dibuat oleh manusia. Do’a bisa menyeberangi lautan, melintasi benua, mendaki pegunungan tertinggi, menembus bumi. Do’a bisa menembus tembok paling kokoh sekalipun, bisa melewati pertahanan terketat sekalipun. Berdo’alah wahai sahabatku! Berdo’a untuk kebahagiaanmu. Jika api saja bisa menjadi dingin, lautan dan bulan bisa terbelah karena do’a, apakah mungkin hanya pindah divisi saja tidak bisa? Semua itu sangat mudah bagiNya. Sungguh-sungguh sangat mudah. Maka dari itu, berdo’alah!

Satu lagi. Hingga detik ini, masih teringat jelas dalam ingatanku. Memori itu tersimpan rapih di otakku. Jika engkau masih menyimpan rasa untuk wanita itu, wanita yang sering engkau ceritakan kepadaku dulu, dan sampai detik ini engkau masih menginginkannya untuk menjadi pendamping hidupmu kelak. Berdo’alah! Mintalah kepada Allah!Do’a bisa menembus sampai ke hati dan bisa membolak-balikannya. Jangan khawatir, berdo’alah dengan tulus dan sepenuh hati. Tidak ada yang bisa merubah takdir, dari takdir satu ke takdir baik lainnya, selain do’a. Percayalah.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar