Senin, 16 September 2013

Hati Sedalam Lautan (7)



                Akang baru sadar, ternyata tidak mudah untuk menafsirkan hati seorang wanita. Salah-salah bisa fatal akibatnya. Seperti apa yang telah terjadi pada dirinya, pada hatinya. Akang keliru dalam mengartikan apa yang ada di dalam dada Hena, wanita yang dicintainya.

                Bersamaan dengan itu, Akang juga baru sadar. Ternyata, letak sesungguhnya puncak tertinggi, lautan terdalam, samudera terluas, hutan paling rimba dan planet terjauh,semuanya, semua itu ada di dalam hati seorang wanita. Ya, semua tempat misterius itu ada di sana. Bukan di tempat yang lain.

                Akang masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang telah terjadi pada hatinya. Setidaknya hingga detik ini. Padahal, sudah lewat beberapa purnama semanjak peristiwa yang menyentak hati Akang itu terjadi. Kini harapan Akang telah pupus. Ia harus merelakan satu mimpinya tidak bisa diwujudkan. Sebuah mimpi yang katanya akan mempersunting sang kembang desa saat Akang dan wanita pujaan itu telah merampungkan sekolahnya masing-masing. Akang harus rela melupakan mimpi yang satu ini.

                Tapi, sedikit harapan masih bercokol di dada Akang. Sebuah tunas harapan yang tumbuh di tanah keyakinan kepada Kemaha Kuasaan Allah. Bahwa Allah itu Maha membolak-balik hati setiap hambaNya. Akang meyakini itu. Dan, semoga nanti, besok, lusa, atau beberapa hari kedepan, hati Hena bisa merasakan apa yang sekarang Akang rasakan padanya. Semoga. Akang sangat berharap akan hal itu bisa terjadi. Sangat berharap.

                Namun, semua angin segar keyakinan itu seperti terasa percuma saja kala Akang mengingat beberapa kenangan dalam hidupnya. Kenangan tentang beberapa orang wanita yang pernah mengungkapkan perasaan mereka pada Akang. Kenangan tentang betapa sulitnya Akang mencari kalimat agar beberapa wanita yang mendengarnya tidak sakit hati dibuatnya. Kenangan tentang sebagian dari wanita yang telah jelas-jelas diberi jawaban A, akan tetapi mereka masih mencoba untuk menanyakan hal serupa kepada Akang, dan berharap jawaban Akang akan berganti menjadi B. Ya, secuil harapan itu sirna setiap kali Akang mengingat memori ini. Akang tahu, sangat sulit bagi Akang merubah jawaban dari A menjadi B. Dari “Tidak” menjadi “Ya”. Akang berpikir, mungkin demikian juga bagi Hena kepada Akang. 

                Hei! Allah itu Maha segala-galanya! Apa yang tidak bisa dilakukan olehNya?! Merubah siang menjadi malam dan malam menjadi siang saja mampu, apalagi hanya sekedar merubah hati seorang wanita. Itu sangat mudah bagiNya. Hati kecil Akang memprotes.

                Tunas harapan di hati Akang tumbuh kembali. Tapi, sekejap kemudian tunas itu menciut lagi. Sebab Akang kembali memikirkan tentang kenangannya. Kenangan dirinya dengan wanita-wanita itu. Akang mencoba menyelami perasaannya. Ia menelusuri berbagai skenario hatinya untuk membuka diri kepada salah-satu dari wanita-wanita itu. Sialnya, Akang tidak menemukan satu pun jalan menuju tujuan itu. Skenario apapun yang ditempuh, jawabannya tetap satu. Yaitu B. “Tidak!”. Akang berpikir, mungkin demikian juga dengan Hena kepada dirinya. Meskipun nanti Akang mencoba untuk yang kedua kali, ataupun kesekian kalinya, jawabannya akan tetap sama, yaitu tidak. Bahwa hati kembang desa itu tidak serupa dengan hati milik Akang.

                Sekali lagi Akang berpikir, bahwa dirinya memang harus benar-benar melupakan wanita yang satu ini. Mustahil bagi Akang untuk bisa memiliki Hena, sang kembang desa pujaan hatinya. Saat berpikir seperti itu, Akang juga sadar, bahwa semuanya tidak akan mudah. Jalan ini pasti akan sangat sulit dilalui. Sebuah ruang di salah satu sudut hati Akang yang berisi kenangannya dengan Hena pasti akan sulit untuk dihilangkan. Pasti akan sangat sulit. Pasti. Kenangan itu ibarat sebuah benda istimewa yang disimpan pada salah satu sudut kamar. Sebuah benda itu lama sekali tersimpan di sana. Hingga membuat sang pemilik kamar menganggap jika benda itu adalah sudah menjadi bagian utuh dari kamar miliknya.

                Lalu, apa yang akan terjadi pada sang pemilik kamar saat benda yang sudah menyatu dengan kamarnya itu hilang? Sirna dari kamarnya? Pastilah sang pemilik kamar itu akan merasa kehilangan. Seperti ada yang kurang dari kamar miliknya. Akan membutuhkan banyak waktu bagi sang pemilik kamar untuk bisa melupakan benda itu. Pasti, untuk beberapa saat --yang bisa dikatakan cukup lama, dan mungkin sangat lama-- sang pemilik kamar itu akan terus menatap pada ruang kosong yang awalanya ditempati oleh sebuah benda yang hilang itu. Mungkin, demikian pula dengan Akang terhadap kenangannya pada Hena. Jika diumpamakan, Akang adalah sang pemilik kamar, hati Akang adalah kamarnya, dan benda yang hilang itu adalah kenangannya bersama Hena. Ya, mungkin seperti itu.

                Nampaknya, Akang memang benar-benar harus berjuang keras agar mampu keluar dari permasalahan hati ini. Satu saja jalan yang baru ada di kepala Akang saat ini. Sebuah jalan yang digunakannya untuk pergi jauh meninggalkan kenangannya dengan Hena. Yaitu skripsi yang sedang digarap olehnya. Akang akan benar-benar menumpahkan seluruh tenaga dan pikirnnya hanya untuk skripsinya ini. Bukan untuk yang lain. Semoga dengan seperti ini, Akang terbantu untuk segera bisa melupakan Hena. Meskipun mungkin hanya secuil.

                Sepertinya Akang sudah mulai yakin dengan jalan yang akan ditempuhnya ini. Akang akan fokus untuk skripsi. Setelah itu wisuda kelulusannya. Kemudian segera mendaftar untuk mengikuti program pemerintah yang menugaskan para sarjana muda untuk mengajar selama satu tahun di tempat-tempat yang terpencil.Akang sangat berharap bisa diterima menjadi salah satu dari pasukan sarjana muda itu. Selain mengabdi kepada negara, niat Akang lainnya adalah untuk menengkan pikirannya di tempat terpencil itu. Akang berharap, semoga saja, ditempat itu dia bisa benar-benar melupakan sang kembang desa yang kini masih belum mau pergi dari hatinya.

                Semoga saja, di tempat yang baru nanti, Akang bisa membuka lembar baru pada buku kehidupannya. Akang bisa menuliskan cerita baru, membacanya, lalu tertawa dibuatnya. Kemudian dengan sendirinya bisa melupakan cerita-cerita pahit pada halaman sebelum-sebelumnya. Akang sangat berharap bisa seperti itu. Bisa kembali menjalani kehidupannya dengan normal lagi.
***

                TREK

                Keras sekali Akang menekan tombol enter pada keyboard laptopnya. Kursor yang berkedip di layar laptop berpindah ke bawah. Setelah itu Akang mengarahkan pointer ke pojok kiri atas. Akang mengarahkan pointer berlambang tanda panah kecil itu pada logo disket. Kemudian Akang meng-klik pas pada logo bergambar disket kecil itu. Secara otomatis, berhalaman-halaman instrumen penelitian skripsi Akang telah tersimpan di memori laptopnya. 

                Alhamdulillahirrabbil’alamiin,” gumam Akang dengan wajah seperti wajahnya orang yang baru keluar dari toilet umum. Lega. Berkurang satu tantangan hari ini. Akang menarik nafas panjang, lalu menggeliat. Ia mencoba meregangkan otot tubuhnya yang beberapa jam kebelakang mulai terasa kaku. Semoga saja, hari Senin besok, revisi instrumen penelitian ini sudah bisa disetujui oleh dosen pembimbing. Dengan begitu, Akang bisa langsung turun ke lapangan untuk melakukan penlitian skripsinya. Semoga.

                Akang melirik kebelakang, Mamat sudah melayang di alam mimpinya. Teman satu kamarnya itu sedang asyik memeluk bantal Akang yang dijarah menjadi guling. Akang tersenyum melihat pemandangan itu. Kemudian Akang mengarahkan tatapannya pada dinding di hadapannya. Wajah Akang menengadah. Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam. Sejenak Akang berpikir. Jika malam Minggu ini dia sedang ada di kampung, mungkin pada waktu ini dia baru saja tiba di rumah setelah melaksanakan rutinitas pengajian remaja.

                Astaghfirullahal’adzim!

                Akang memejamkan matanya. Kenapa saya harus mengingat hal yang satu ini? protes Akang pada dirinya. Secara otomatis, pikiran Akang langsung tertuju pada sang kembang desa yang jelas-jelas ingin segera Akang hilangkan dari hatinya. 

                Astaghfirullahal’adzim!

                Sekali lagi Akang menggumamkan istighfar dalam hati.

                Akang membuka matanya kembali. Segera ia mematikan laptopnya yang masih menyala. Saat layar laptopnya padam, Akang langsung menutup alat elektronik berbentuk kotak tipis itu. 

                Akang merubah posisi duduknya. Pelan-pelan ia menarik bantal miliknya yang sedang dipeluk Mamat. Setelah berhasil, Akang meletakan bantal empuk itu pada posisinya semula. 

                BUUK BUUK BUUK

                Akang menepuk-nepuk permukaan bantal miliknya. Disiapkan serapih mungkin untuk menyangga kepalanya saat tidur nanti. Satu saja yang ada di benak Akang saat ini. Yakni langsung tidur. Ia tidak akan membiarkan bayangannya lari kemana-mana. Terlebih jika lamunan itu mengarah pada seorang kembang desa yangmasih bercokol di sudut hatinya. Jika sudah begitu, mati-matian Akang segera memotong pikiran itu.

                Belum sempat rebahan, hape Akang bergetar. Ada sebuah pesan masuk.

                SubhanAllah, Kang. Pengajian tadi rame. Anak-anak diskusinya juga seru. Kapan Akang libur? Kalau tadi ada Akang mungkin diskusinya jadi tambah seru. Oya, A Riri titip salam untuk Akang.

                Akang mengelus permukaan bantalnya. Kemudia langsung membenamkan kepalanya pada busa empuk itu. Sambil tiduran Akang membalas pesan Risti.

                Jika Senin besok instrumennya sudah disetujui, hari Selasanya sudah bisa penelitian. Jadi, hari itu Akang sudah bisa mudik. Soalnya tempat penelitiannya di kecamatan kita. do’ain atuh supaya dilancarkan semuanya ya. Sip, sampaikan ke A Riri, wa’alaikumussalam gitu... 

                Akang meletakan hape di lantai samping tubuhnya. Sambil menunggu pesan Risti datang lagi, Akang memasang selimut tebal untuk melindungi kulitnya dari sengatan dinginnya udara malam Bandung. 

                DRRRT DRRRT DRRRT

                Pesan kembali datang pada hape Akang. Dengan tetap tubuhnya yang terbungkus selimut, dan hanya mengeluarkan tangan kanannya saja, Akang membaca pesan.

                Pasti dido’ainmah Kang. A Riri tanya, katanya berapa lama Akang penelitiannya?

                Akang mengetik balasan.

                Akang menjadwalnya sebulan. Tapi, jika penelitiannya bisa selesai lebih cepat, mungkin kurang dari sebulan pun sudah kembal ke Bandung lagi...

                Tidak begitu lama, Risti kembali mengirim pesan.

                Wah, mudik kali ini sepertinya akan terasa istimewa nih, hehe.

                Akang melipat dahinya. Istimewa? Akang belum mengerti.

                Istimewa?

                Risti menjawab dengan sangat cepat.

                Tadi pas pengajian ada kembang desa, Kang. Katanya dia sedang libur tahun ajaran baru. Sebentar lagi dia sudah jadi kelas tiga. Oya, liburnya sebulan lho. :-)  

                Sesaat setelah membaca pesan ini, kedua mata Akang langsung menutup. Tangan kanannya yang sedang menggenggam hape, seperti tidak memiliki tenaga lagi dan langsung terhempas pada kasur. Akang membuka kembali kedua matnya. Justru itu adalah hal yang sangat tidak Akang inginkan terjadi. Akang menarik nafas dalam. Sepertinya hari-hari penelitian nanti akan terasa sangat berat. Terlebih jika takdir menggariskan Akang bisa melihat Hena. Sang kembang desa yang mati-matian berusaha Akang hilangkan dari hatinya. Meskipun rasa cinta Akang masih sangat dalam untuk wanita itu.

                Sepertinya, berita ini semakin menebalkan tekad Akang untuk bisa menyelesaikan penelitiannya secepat mungkin. Akang akan berusaha lebih keras agar penelitian ini segera berakhir, dan segera kembali ke Bandung untuk mengolah data. Segera balik ke Bandung untuk merampungkan bab empat dan bab limanya. Segera ke Bandung lagi untuk membereskan skripsinya. Lalu wisuda. Kemudian langsung meluncur ke sebuah tempat terpencil untuk mengabdi selama satu tahun di sana. Selainmengabdi, Akang akan menyegerakan kembali otak dan hatinya di tanah rantauan nanti. 

                Akang cepat lulus ya. Cepat dapat kerjaan. Kumpulin uang yang banyak. Setahun lagi kembang desanya sudah lulus tuh. Ini kata A Riri, Kang. Bukan kata Risti, hehe.

                Pesan Risti datang lagi.

                Akang tersenyum tersebab pesan yang satu ini. Tidak! Senyuaman ini bukan karena rasa bahagia yang ada di hati Akang. Senyum ini lebih karena Risti dan Riri yang belum mengetahui kisah pahit yang sebenarnya.

                Akang tersenyum lagi. Sembari mengetik pesan balasan.

                Sudah malam nih. Jangan lupa baca do’a ya...

                Risti segera membalas.

                Yey. Kita belum ngantuk lagi. Kita belum mau tidur.
 
                Akang membalas lagi.

                Memang siapa yang nyuruh baca do’a tidur? Akang bukan mengingatkan untuk baca do’a itu. Tapi mengingatkan untuk baca do’a yang satunya lagi... :-D 

                Tidak lama, Risti kembali mengirim pesan.

                Hehe. :-) :-) :-)

                Bibir Akang melebar. Kali ini senyumnya benar-benar mampu membuat hati Akang bahagia. Senyuman ini bercampur dengan senyuman geli. Sepertinya Risti dan Riri mengerti maksud Akang.

                Akang tersenyum lagi. Dan tanpa memberikan sedikitpun celah bagi otaknya untuk kembali berpikir. Akang menutup kedua matanya. Semoga, saat kedua matanya terbuka kembali. Akang sudah mendapati dirinya menjadi seorang wisudawan. Semoga, sudah mendapati dirinya berada pada sebuah tempat terpencil yang sangat elok pemandangannya. Semoga. Dan semoga.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar